Connect with us

BERITA

Angola Hapuskan Hukum Diskriminatif Terhadap Homoseksual

Published

on

25 Januari 2019


Oleh: Gratia Karundeng


 

kelung.com – Angola akhirnya meniadakan bagian “kejahatan terhadap alam” di dalam peraturan hukum pidana mereka, yang secara luas ditafsirkan sebagai larangan perilaku homoseksual.

Lebih jauh dari itu, pemerintah Angola juga melarang diskriminasi terhadap orang berdasarkan orientasi seksual. Jadi siapa pun yang menolak untuk mempekerjakan atau memberikan layanan kepada individu berdasarkan orientasi seksual mereka dapat diancam dua tahun penjara.

Perubahan itu terjadi pada 23 Januari 2019, ketika parlemen Angola mengadopsi hukum pidana baru. Ini adalah capaian penting dan pertama sejak negara ini memperoleh kemerdekaan dari Portugal pada tahun 1975. Perubahan ini juga menandai pemutusan hukum pidana warisan kolonial oleh Angola.

Meskipun hukum diskriminatif warisan kolonial tersebut belum pernah digunakan untuk memidanakan warga negara sebelumnya, parlemen Angola memandang bahwa hukum tersebut membatasi hak dan kebebasan orang-orang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) untuk menjalani kehidupan intim mereka dengan pengawasan yang tidak beralasan.

Undang-undang era kolonial yang melarang perilaku sesama jenis memberi dukungan diam-diam negara terhadap diskriminasi gender dan minoritas seksual, yang berkontribusi pada iklim impunitas. Iris Angola, satu-satunya kelompok advokasi hak-hak kaum gay di negara itu, sering mengeluh bahwa para anggotanya menghadapi diskriminasi ketika mengakses layanan kesehatan dan pendidikan.

Tahun lalu Angola memberikan status hukum kepada Iris Angola. Pemberian status hukum kepada kelompok yang didirikan pada 2013 ini dipandang sebagai langkah awal Angola menuju kesetaraan gender yang ditandai dengan pencabutan UU warisan kolonial yang diskriminatif.

Iris Angola menyebut keputusan tersebut sebagai “momen bersejarah” yang memungkinkan organisasi ini untuk membela hak-hak minoritas seksual di Angola. Langkah ini menyusul Mozambik, bekas jajahan Portugis lainnya, yang telah mencabut hukum yang mengkriminalisasi homoseksualitas di tahun 2015, ketika negara itu juga mengadopsi hukum pidana baru. Namun pembeda utama adalah sikap pemerintah Mozambik yang menolak memberi status hukum terhadap kelompok LGBT terbesar di negara itu, Lambda. Meski organisasi ini dapat beroperasi secara bebas, tapi Lambda tidak memiliki proteksi hukum seperti yang dimiliki rekan mereka di Iris Angola.

Langkah Angola yang mencabut UU diskriminatif melalui parlemen adalah “angin segar” ketika negara seperti India justru menghadapi tekanan melalui keputusan pengadilan agar mencabut peraturan diskriminatif terhadap ekspresi seksual sesama jenis. Langkah Angola ini meniru apa yang sudah dilakukan oleh Sao Tome dan Principe di tahun 2012, dan Tanjung Verde di tahun 2004 – dua negara lain bekas koloni Portugis, Lesotho di tahun 2012, Seychelles di tahun 2016, Palau di tahun 2014 dan Nauru di tahun 2016.

Capaian penting Angola adalah langkah yang harus ditiru oleh 69 negara lain di dunia yang hingga kini masih melakukan diskriminasi terhadap orientasi seksual, termasuk di dalamnya Indonesia.(*)

 


Editor: Andre Barahamin

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *