FEATURE
Anneke Grönloh, ‘Keke’ Tondano Berdarah Eropa
Published
6 years agoon
By
philipsmarx28 Maret 2019
Oleh: Denni Pinontoan
Anneke Grönloh, penyanyi top, “Keke” Tondano-Minahasa berdarah Eropa yang mendunia dengan lagu-lagu bernuansa khas masa setelah perang
DUNIA MENGENAL namanya sebagai seorang penyanyi tersohor. Anneke Grönloh, terlahir dengan nama Johanna Louise Grönloh, pernah top dengan nama panggung “Yokotjang”. Peraih banyak penghargaan di dunia musik. Pelantun lagu-lagu Melayu dan Minahasa.
Ketika ia meninggal dunia pada 14 September 2018, di Arleuf, Perancis, bukan hanya media Belanda yang meliputnya secara luas, tapi juga Indonesia, Malaysia, Singapura, dan beberapa negara lain di Eropa.
Anneke dikenal sebagai penyanyi Belanda, tapi ia begitu mencintai Asia, terutama Indonesia. Lagu “Nina Bobo” sebagai lagu berbahasa Melayu (Indonesia) dan lagu “O Ina Ni Keke”, lagu berbahasa Minahasa asal tempat kelahirannya menjadi populer sejagad.
Pada tahun 1964, ia mewakili Belanda pada kontes Eurovision Song. Pada tahun 2017, dia memutuskan untuk mengakhiri karirnya setelah 60 tahun di industri musik.
‘Keke’ Tondano Berdarah Eropa
Minggu, 11 Januari 1942. Pukul 03.00 pasukan Jepang pertama kali melakukan pendaratan di Kema. Pada tengah harinya, pasukan Jepang sudah berhasil menguasai Airmadidi. Keduanya di Minahasa bagian Utara. Sementara itu di Manado, pendaratan pasukan Jepang terjadi tidak lama setelah di Kema. Jepang sangat cepat menguasai dan menduduki Minahasa, wilayah yang beberapa abad lamanya dikuasai oleh Belanda.
Ketika Jepang berhasil menduduki Tomohon secara keseluruhan pada tanggal 12 Januari, mereka kemudian menahan semua orang Belanda. Semua orang berkulit putih, baik militer, sipil maupun para pendeta dan pastor ditahan oleh Jepang.
Sejak saat itu, Sulawesi Utara menjadi wilayah kekuasaan Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang berpusat di Makassar. Pemerintahannya disebut Minseifu yang dipimpin oleh seorang Sokan (setingkat Inspektur Jenderal).
Di masa awal pendudukan Jepang inilah, lahirlah seorang bayi perempuan berdarah Minahasa-Eropa. Ayahnya adalah seorang tentara Belanda dan ibunya berasal dari Tondano-Minahasa. Ketika dilahirkan di kamp tawanan pada tanggal 7 Juni 1942 di Tondano, Sulawesi Utara, ia diberi nama Johanna Louise Grönloh. Namun, ayahnya kemudian lebih suka memanggilnya dengan nama Anneke.
Ayah Anneke bernama Stephanus Bastiaan Grönloh, seorang tentara Belanda berpangkat Sersan Mayor. Stephanus lahir di Den Haag, Belanda pada 16 Januari 1919. Disebut-sebut, marga Grönloh sebenarnya berasal dari Jerman. Stephanus meninggal pada 1992 di usia 72 tahun.
Ibu Anneke adalah seorang perempuan Minahasa bernama Femmy Rorora. Femmy lahir di Tondano pada 12 September 1911 dan meninggal di Amstelveen, Belanda Utara pada 15 Maret 1989 di usia 77 tahun. Adik Anneke, namanya mengikuti ibu mereka, Femmy Tjula Grönloh. Lahir pada 8 Mar 1949 dan meninggal 23 Jun 2007 pada usia 58 tahun.
Ayah Anneke, Stephanus, salah satu tentara Belanda yang ikut ditawan oleh Jepang. Sebelum dibawa ke Jepang, ia ditahan sementara di Makassar.
Di Jepang, Stephanus ditahan di kamp Fukuoka, kira-kira sampai setelah pemboman Nagasaki dan Hiroshima. Selama Perang Dunia Kedua, sekitar 41.000 tawanan perang Belanda ditahan di Asia Timur pada periode Maret 1942 sampai Agustus 1945. Anneke lahir di Tondano sebelum ayahnya dibawah ke Makassar dan Jepang. Sejak Januari, ayahnya dikurung di kamp tahanan.
Anneke menghabiskan masa kecilnya di kamp tahanan di Fukuoka, Jepang. Di kamp itu, tentara Jepang memanggil Anneke dengan nama “Yokotjan” yang artinya “adik kecil.” Bersama ibunya, Femmy, Anneke menghabiskan masa kecilnya di kamp itu. Kelak, nama “Yokotjan” ia gunakan sebagai nama panggung.
Pada tahun 1949, keluarga Gronloh pindah ke Belanda. Di sekolah Anneke menjadi anggota aktif sebuah kelompok kabaret. Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasan seni yang berasal yang khas Eropa. Pada sebuah pertunjukkan kabaret, biasanya ditampilkan hiburan berupa musik, komedi dan atau juga sandiwara atau tari-tarian.
Pada usia 16 tahun, seorang agen Belgia menawarinya sebuah kontrak untuk menghibur pasukan tentara di Belgia lalu di Jerman. Waktu itu Anneke masih menggunakan nama “Yokotjang”. Pada setiap pertunjukkan ia memperoleh uang sebanyak 25 Gulden.
Anneke menikah dengan Wim-Jaap Van Der Laan pada 29 Agustus 1964. Mereka dikarunia dua orang anak laki-laki, Willem Sebastiaan dan Stephen.
Anneke dan Wim adalah pasangan yang abadi. Wim tetap bersamanya sampai kematiannya tahun 2004. Anneke tidak menikah lagi hingga ia meninggal pada tahun 2018.
Pada tahun 70-an Anneke menghabiskan hampir seluruh waktunya bagi keluarga. Meskipun kedua anaknya membuatnya sibuk, Anneke masih punya waktu untuk membuat rekaman serta acara TV ataupun tour.
Anneke belajar lagu-lagu Melayu dan beberapa di antaranya Minahasa dari ibunya Femmy Rorora. Lagu-lagunya yang berbahasa Minahasa dan Melayu adalah ‘O, Ina Ni Keke’ dan ‘Tjerewerewe’ dan ‘O, Papa, Ja’ dan ‘Rambut Itam Mattenya Galah ‘, ‘Burung Kakatua ‘ serta ‘Nina Bobo’.
Penyanyi yang Energik Bernuansa Khas
Anneke dikenal sebagai penyanyi yang energik. Wajahnya yang cantik, menampilkan kesempurnaan sebagai seorang perempuan berdarah Minahasa dan Eropa. Di panggung, ketika menyanyi, Anneke memadukan setiap lagu dengan gerakannya yang enerjik. Beberapa lagu rekamannya yang dinamis selalu saja membuat orang tak sabar untuk berdansa. Hingga di usia tua, pesona seorang artis dunia masih kuat terpancar darinya.
Pada tahun 1960 ia juga mulai tampil dalam Dutch Swing College Band. Album berjudul Brandend Zand yang dirilis pada tahun 1962 berada di tangga lagu selama kurang lebih tiga puluh minggu. Majalah musik Billboard edisi 22 Desember 1962 menulis, album lagu ini terjual 3,5 juta kopi.
Anneke menjadi semakin top dalam tangga musik internasional dengan lagunya Paradiso dan Soerabaja, dua lagu yang judulnya diambil dari nama pulau dan kota di Indonesia.
Pada tahun 1964, Anneke mewakili Belanda dalam konteks lagu Eurovision 1964 di Kopenhagen. Anneke yang semakin populer itu, juga mendorong banyak bintang remaja seperti Willeke Alberti, Rob de Nijs dan Trea Dobbs.
Tahun 1965, meski karir Anneke tidak terlalu cemerlang di Belanda, tapi ia adalah fenomena musik di beberapa negara lain, yaitu terutama di Yugoslavia. Dia mencetak dua single di Yugoslavia, ketika dia menyanyikan Wladimir dan Ximeroni dalam bahasa Serbia.
Di usia yang sudah mulai uzur untuk ukuran seorang artis penyanyi, Anneke masih sempat menunjukkan kehebatannya pada tahun 1986. Dia menandatangani kontrak baru dengan perusahaan rekaman lamanya dan itu ternyata sukses. Sebelumnya, sepanjang tahun 1970-an, Anneke adalah penyanyi yang sangat dicintai oleh pemirsa televisi.
Situs europomusic menulis, pada pada tahun 1999 Anneke merayakan Yobel keempat puluh sebagai penyanyi dengan program teater La Grönloh. Pada tahun 2000, dia menuntut perusahaan rekaman lamanya (sekarang bagian dari Universal) untuk royalti yang belum dibayarkan dari 20 juta rekaman yang dia jual selama bertahun-tahun.
Namun, pada tahun 2004 pengadilan memutuskan bahwa klaim tersebut sudah usang. Anneke lalu melakukan banding atas keputusan tersebut.
Pada tahun 2006 ia kembali ke panggung dengan kelompok teater Purper dan dengan program sendiri yang disebut ‘Anneke and friends’.
Pada tahun 2000, Anneke Grönloh dipilih oleh orang-orang Belanda sebagai “Penyanyi Abad Ini”. Dia menerima penghargaan sebagai seniman paling dicintai abad kedua puluh. Setelah menerima kehormatan itu, Anneke masih bernyanyi selama tujuh belas tahun lagi. Dia pensiun pada 2017 setelah bermasalah dengan paru-parunya.
Anneke Gronloh adalah satu-satunya artis di dunia yang memiliki 5 rekor atas namanya.
Anneke adalah seorang penyanyi yang memiliki nuansa khas. Ada nuansa Eropa, Asia, termasuk di dalamnya Melayu dan Minahasa. Salah satu lagu yang dinyanyikannya, selain banyak lagu lain berbahasa Melayu dan Minahasa, adalah lagu berjudul “Oh Papa Ja”. Begini liriknya:
Halo..halo..o papa ja
Nona Seronsong pake kaus terabek
Halo..halo… o papa ja
Nona Seronsong pake kaus terabek
===
Halo..halo..o..o..nona..
Jangan permainkan kita o..o..nona
Mari..kita pergi membeli
kaus yang bagus..
===
Halo..halo..kawan saya
Jangan lupa besok malam ada pesta
Halo..halo..kawan saya
Mari kita beramei pergi di sana
===
Halo..halo..mari kita..
bersatu dan bergirang-girangan
Jangan lupa hei kawanku bergiranglah..
===
Halo..halo..kawan saya
Jangan lupa besok malam ada pesta
Halo..halo..kawan saya
Mari kita beramei pergi di sana
===
Halo..halo..mari kita..
Bersatu dan bergirang-girangan
Jangan lupa hei kawanku bergiranglah…
(*)
Editor: Daniel Kaligis
You may like
-
Arnold Baramuli dan Bumi Beringin
-
Memulung Hikmat di Kobong Om Tani Langowan
-
Aroma Pelanggaran HAM Menyeruak Bersama Bau Busuk di Tanjung Merah
-
Mahzani, Bahasa Tombulu dan Festival Wanua Woloan
-
Gelisah Jurnalis di Sekolah Menulis Mapatik
-
Manuk A’pak: Menyegarkan Kebaikan Alam untuk Manusia di Mamasa