Connect with us

BERITA

#BersihkanIndonesia Tuntut Pilpres Tanpa Korupsi Politik Batu Bara

Published

on

16 Januari 2019


Oleh: Febriani Sumual


 

kelung.comKoalisi #BersihkanIndonesia yang terdiri dari Greenpeace, Auriga, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mendesak dua pasang calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) yang akan berlaga di gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) April 2019 mendatang, untuk mengakhiri praktik korupsi politik di bisnis batu bara. Korupsi politik terkait batu bara dalam berbagai bentuk dinilai telah membelenggu pilihan-pilihan energi bersih dan menghalangi hak masyarakat atas udara bersih dan lingkungan yang sehat. Untuk menegaskan tuntutan tersebut, pada Selasa, 15 Januari 2019, koalisi #BersihkanIndonesia menggelar aksi protes di depan Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Jakarta.

Menurut Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustaya, korupsi politik di sektor batu bara membuat kerusakan skala masif bagi lingkungan dan kehidupan sosial.

(Foto: #Bersihkan Indonesia)

“Korupsi politik di sektor batu bara menyebabkan pertumbuhan bisnis komoditas ini berkembang pesat. Seiring itu, kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan pun kian besar dan diabaikan,” ujar Mustasya.

Dalam laporan koalisi #BersihkanIndonesia yang dirilis baru-baru ini, empat organisasi masyarakat sipil ini menyingkap fakta keterlibatan elit-elit politik dalam bisnis batu bara. Laporan berjudul Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu Bara’’ menelusuri dan menemukan fakta bahwa batu bara pun menjadi sumber pendanaan kampanye politik. Laporan itu juga membeberkan bahwa para pelaku bisnis di batu bara merupakan figur-figur kunci di tim ke dua kandidat di Pilpres 2019.

“Korupsi politik, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan umum hanya menjadi ajang merebut kuasa dan jabatan serta menangguk kekayaan. Pesta demokrasi lima tahunan ini juga menjadi kesempatan bagi para pebisnis batu bara melakukan praktik ijon politik untuk mendapatkan jaminan politik demi melanggengkan usaha mereka di daerah,” kata Kepala Kampanye JATAM Melky Nahar.

(Foto: #Bersihkan Indonesia)

Kritikan tersebut menyoal tren buruk terkait peningkatan industri batu bara di Indonesia. Tren itu berkebalikan dengan komitmen penyelamatan bumi dari efek pemanasan global sesuai Kesepakatan Paris (Paris Agreement) di mana Indonesia juga ikut terlibat. Saat banyak negara sedang berlomba mengurangi porsi penggunaan batu bara sebagai sumber energi, sektor tambang batu bara di Indonesia justru masih mendapat tempat dalam bauran energi nasional.

Dalam peta jalan Kebijakan Energi Nasional, porsi batu bara sekitar 30 persen pada tahun 2025. PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan utama juga memiliki porsi sekitar 60 persen dalam proyek ekspansi listrik ambisius 35 GW. Produksi batu bara pun terus meningkat hingga melampaui 500 juta ton di 2018. Capaian buruk ini melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang berkomitmen untuk menekan produksi hingga 406 juta ton pada 2018.

“Aliran dana dari pengusaha batu bara dalam perhelatan demokrasi akan menyandera pemenang pemilu untuk berpihak pada keuntungan bisnis semata, dan abai pada keberlanjutan. Bahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan memudahkan bisnis ini, meski lebih banyak dampak buruknya bagi negara,” ujar Iqbal Damanik, peneliti dari Yayasan Auriga.

(Foto: #Bersihkan Indonesia)

#BersihkanIndonesia menilai bahwa ketergantungan Indonesia terhadap energi kotor ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pendanaan kampanye dari korupsi politik juga akan merusak demokrasi Indonesia. Oleh sebab itu, mereka menuntut agar para pemangku kepentingan, termasuk Bawaslu harus mendorong melakukan pengawasan terhadap pendanaan kampanye kandidat calon presiden dan partai politik. Selain itu, #Bersihkan Indonesia juga menyerukan partisipasi aktif para pemilih agar menuntut para kandidat calon presiden menjauh dari batu bara dan mendorong penggunaan energi bersih dan terbarukan.(*)

 


Editor: Andre Barahamin

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *