Connect with us

BERITA

Cina Menutup Tibet dari Pengunjung Asing

Published

on

26 Februari 2019


Oleh: Andre Barahamin


 

kelung.com – Pelancong asing, termasuk wisatawan, jurnalis, dan diplomat dilarang mengunjungi Tibet Tengah selama dua bulan. Dilansir dari Tibet Post International, larangan ini dirilis oleh rezim totaliter di Cina telah menutup daerah yang disebut Tibet Autonomous Region (TAR) atau Daerah Otonomi Tibet bagi dunia.

Larangan itu bertepatan dengan beberapa tanggal bersejarah yang signifikan secara politis di Tibet. Menurut Associated Press (AP), larangan itu mencakup dua iven peringatan politik “sensitif” yang mempertanyakan legitimasi pemerintahan Tiongkok terkait okupasi Tibet. Larangan ini sendiri mulai diberlakukan sejak awal Februari.

Penutupan akses ini dilakukan tepat sebelum peringatan Hari Pemberontakan Nasional Tibet 1959 dan protes massa 2008. Berita tentang penutupan akses menuju Tibet itu dirilis oleh beberapa agen tur, sementara berbagai media di Cina tetap diam tentang larangan ini. Menurut para agen tur, Daerah Otonomi Tibet telah ditutup untuk orang asing sejak 30 Januari hingga 1 April 2019.

Tahun 2019 menandai tahun ke-60 Pemberontakan Nasional Tibet melawan pendudukan Cina di ibukota Tibet, Lhasa. Pemberontakan tersebut menyebabkan aksi penumpasan dengan menggunakan kekerasan oleh militer Cina terhadap warga Tibet. Sejak tahun 1959, berbagai laporan menyebutkan tentang diskriminasi dan pembunuhan ekstra-judisial yang menimpa warga Tibet. Okupasi Cina sejak 1959 juga memaksa Dalai Lama dan ribuan warga Tibet lainnya untuk melarikan diri ke luar negeri

Juru bicara Central Tibetan Administration (CTA) atau Pemerintah Pusat Tibet, Dagpo Sonam Norbu, kepada media resmi CTA mengatakan bahwa “larangan itu menunjukkan ketidakstabilan Tibet di bawah pemerintahan Cina dan penolakan terus menerus oleh rakyat Tibet terhadap okupasi Cina yang mengklaim melakukan ‘pembebasan Tibet’ setelah protes damai yang berlangsung pada 10 Maret 1959.”

“Meskipun Cina membanggakan perkembangan ekonomi besar-besaran, hak dan ketentuan khusus untuk orang Tibet di Tibet, pada kenyataannya, otoritas China melanggar hak dan kebebasan rakyat Tibet, seperti agama dan ekspresi,” kata Dagpo yang juga menjabat sebagai Sekretaris Departemen Informasi & Hubungan Internasional CTA.

“Para diplomat asing, personel media, turis, dan warga Tibet di pengasingan dilarang mengunjungi Tibet sedangkan para pejabat Cina mengunjungi AS dengan bebas kapan pun mereka mau,” kata Dangpao. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa “Kongres AS telah meloloskan Akses Timbal Balik menjadi Undang-Undang Tibet, sekarang yang menjadi perhatian adalah soal implementasi yang merupakan bagian terpenting dari aturan tersebut. Kami harus secara aktif terlibat dalam memastikan bahwa undang-undang tersebut berhasil diterapkan. ”

Penutupan ini telah menjadi praktik tahunan sejak protes massal 2008 di semua wilayah Tibet termasuk di wilayah TAR.

Tahun 2018 lalu, China memberlakukan penutupan yang serupa di wilayah tersebut yang berlangsung sejak 10 Februari hingga an 31 Maret. Cina terus menerima tekanan dari komunitas internasional dan pakar hak asasi manusia sehubungan dengan memburuknya situasi hak asasi manusia di Tibet dan Cina.

Awal bulan ini, dalam laporan Freedom in the World untuk tahun 2019 yang dilakukan oleh Freedom House, Tibet sekali lagi menduduki peringkat wilayah paling tidak bebas kedua di dunia, bahkan lebih buruk daripada Korea Utara. Lebih dari selusin negara menyampaikan keprihatinan mereka dan menanyai Tiongkok tentang situasi Tibet selama Universal Periodic Review (UPR) Cina yang ketiga di Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) pada November tahun lalu.

Penutupan Tibet Tengah hingga April, akan menjadi periode pemadaman total terhadap semua akses ke wilayah itu dan pemblokiran aliran informasi. Hal ini tentus saja memicu kekhawatiran serius dunia internasional tentang apa yang sebenarnya terjadi di Tibet.

Cina mengklaim Tibet telah menjadi bagian dari wilayahnya selama lebih dari tujuh abad dan menganggap Dalai Lama dan para pemimpin Pemerintah Tibet di Pengasingan sebagai separatis yang berbahaya. Klaim yang ditolak sepenuhnya oleh orang-orang Tibet yang menilai bahwa mereka pada dasarnya hidup merdeka selama berabad-abad. Orang-orang Tibet juga memprotes Pemerintah Cina dan menuduh Beijing melakukan “kebijakan tangan besi” untuk merepresi semangat kemerdekaan di tengah masyarakat Tibet setelah mereka diinvasi oleh Tentara Pembebasan Rakyat Cina yang memasuki wilayah Himalaya di tahun 1950-an.

Baru-baru ini, Tibet telah digoncang oleh serangkaian bakar diri oleh lebih dari 150 orang. Para pelaku bakar diri termasuk biksu, biksuni dan orang awam yang memprotes pemerintahan represif Tiongkok dan menuntut kembalinya pemimpin spiritual mereka, Dalai Lama ke-14, yang sekarang berusia 83.

Rezim totaliter China memulai invasi mereka ke Tibet pada tahun 1949, mencapai pendudukan penuh negara itu pada tahun 1959. Sejak saat itu, lebih dari 1,2 juta orang yang merupakan 20% dari total populasi Tibet yang berjumlah enam juta, meninggal sebagai akibat langsung dari invasi dan penjajahan Cina. Selain itu, lebih dari 99% dari enam ribu biara agama Tibet, kuil, dan tempat suci, telah dijarah atau dihancurkan sehingga mengakibatkan hancurnya ratusan ribu kitab suci agama Buddha.

 


Editor: Gratia Karundeng

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *