Published
6 years agoon
By
philipsmarx16 Januari 2019
Oleh: Daniel Kaligis
Merenung NOD
Tutur orang-orang di rimba, di reruntuh kayu-kayu
Tentang combatant beli jual senjata
Door, pasar global muntah perundingan
Nyanyi awan berarak di atas samudera raya, perahu layar ditikam gerimis:
Good bye phalaenopsis amabilis.
Gelombang surut di tebing guinea hanyutkan nestapa penari bulan. Sisa tebangan terbawa deras bersama ranting dan dedaun menuju hulu. Airmata kering, malam hilang. Kesunyian rindu untuk resapi mimpi yang fana.
Kawan bersetubuh puisi, sajak-sajak jejak dalam rimba ingatan. Menari, menarilah asap, memanjat tangga awan-awan membawa nama-nama tertembak pada kuasa langit. Oppy FritSia beri aku sebait dua:
Malam yang hilang ditelan bulan…
Menghilang di gulung awan…
Juga gerimis, menikam tak pernah janji ‘kan keabadian
Pada wajah-wajah tanah lelah berkabut
Terlipat rindu…
Disimpul sunyi…
Wahai mimpi, yang empunya tepi:
fana…
Seperti kemarin. Kurenangi masa di samudera malam, relakan harap hanyut dibuai mimpi: sunyi, kerinduan. Kabut kelam di bilik jiwa, pergulatan bathin yang meliar, keringkan air mata. Cinta, pernahkah diberi dengan rela tanpa harap balas…
Tanda tanya, tanda tangan, tanda lebam. Merenung NOD, tutur orang-orang di rimba, di reruntuh kayu-kayu. Ada sebait liar:
Redup cahaya
Malam padam
Satu-satu jejak digenangi airmata
Sunyi itu nyata,
untuk rindu NOD
(*)
16 January 2010 at 09:17