Published
5 years agoon
By
philipsmarx4 November 2019
Oleh: Kalfein Wuisan
kelung.com – Dua orang jurnalis ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di parit dalam perkebunan sawit, PT Sei Alih Berombang (SAB)/Koperasi Serba Usaha (KSU) Amelia, di Dusun VI Desa Wonosari, Panai Hilir, Labuhan Batu. Maraden Sianipar (55), dan Martua Siregar (42), ini ditemukan dengan banyak luka di tubuh. Keduanya ditemukan pada waktu berbeda. Jenazah Maraden ditemukan pada 30 Oktober 2019 sekitar pukul 16.00, sementara jenazah Maratua, ditemukan pada 31 Oktober 2019, pukul 10.30.
Kedua korban ditemukan di selokan SAB/KSU Amelia. Jenazah Maraden dan Martua ditemukan dengan luka sabetan senjata tajam di kepala, badan, lengan, punggung, dada dan bagian perut.
Kepada Mongabay, AKP Budiarto, Kapolsek Panai Hilir, pada Sabtu, 2 November, mengatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan sejumlah barang bukti dan keterangan terkait peristiwa ini. Polisi sudah olah tempat kejadian perkara.
“Kita sudah memeriksa delapan saksi. Barang bukti juga kita kumpulkan untuk mengungkap kematian kedua korban ini,” katanya.
Menanggapi kabar ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengaku belum bisa memastikan apakah pembunuhan Maraden dan Martua memiliki kaitan dengan kerja-kerja jurnalistik atau tidak. Meski demikian, AJI Indonesia tetap mengecam tindakan tersebut dan meminta pihak kepolisian untuk segera mengungkap kasus ini.
“Kami mengecam keras atas tindakan pembunuhan terhadap kedua wartawan itu. Aparat penegak hukum harus mengungkap kasus pembunuhan kedua wartawan itu hingga tuntas, pelaku harus diadili, begitu juga dengan otak di baliknya,” kata Ketua Advokasi AJI, Erick Tanjung, saat dihubungi TEMPO, Sabtu 2 November 2019.
PT Sei Alih Berombang (SAB)/Koperasi Serba Usaha (KSU) Amelia adalah perusahaan sawit yang beroperasi ilegal di kawasan hutan dan berkonflik dengan warga. Pada 13 November 2018, Dinas Kehutanan Sumut, menyegel lahan dan menebang sawitnya karena kebun tersebut masih berlokasi di dalam kawasan hutan.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, setelah dilakukan penyegelan kebun, terdapat sekitar lima kelompok warga yang menduduki kawasan hutan yang dikelola ilegal SAB/KSU Amelia. Dilansir dari Mongabay, Khairul Buchori, Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye WALHI Sumatera Utara, mengatakan bahwa perwakilan dari kelompok-kelompok masyarakat ini pernah mendatangi kantor WALHI Sumatera Utara di Medan untuk meminta masukan dan bantuan pendampingan. Menurut Khairul, konflik antara PT Sei Alih Berombang (SAB)/Koperasi Serba Usaha (KSU) Amelia dan masyarakat sudah berlangsung sejak 2015.
Belakangan, perusahaan kembali beraktivitas dan memanen sawit di area konflik serta di lokasi kebun yang berada di dalam kawasan hutan yang telah disegel.
Menurut Dinas Kehutanan Sumatera Utara, PT Sei Alih Berombang (SAB)/Koperasi Serba Usaha (KSU) Amelia diduga melakukan perambahan kawasan hutan seluas 750 hektar untuk dijadikan perkebunan sawit.
Sumatera Utara belakangan menjadi salah satu lokasi yang berbahaya untuk para aktivis lingkungan, pejuang masyarakat adat atau masyarakat terkait dengan konflik agraria. Pada 6 Oktober lalu, Koordinator Kuasa Hukum WALHI Sumatera Utara, Golfried Siregar meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM). Polisi menyatakan bahwa Golfried adalah korban tabrak lari. Namun WALHI Sumatera Utara menduga kuat bahwa kasus kematian Golfried terdapat banyak kejanggalan.
Disusul dengan teror pelemparan bom molotov terhadap kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan pada Sabtu, 19 Oktober dini hari dari orang yang tidak dikenal. Dilansir dari CNN, Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra mengatakan kejadian pelemparan bom molotov terjadi sekitar pukul 02.33 WIB. Kejadian tersebut diketahui oleh petugas kebersihan yang sedang piket jaga malam. (*)
Editor: Andre Barahamin