Published
5 years agoon
By
philipsmarx8 November 2019
Oleh: Gratia Karundeng
kelung.com – Di Indonsia, tidak banyak yang mengenal nama Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace. Nama pertama, Darwin, mungkin jauh lebih populer. Tapi karena prasangka dan kesalahpahaman tentang teori evolusinya. Sementara Wallace, ia hanya dikenal oleh sebagian kecil orang yang menaruh perhatian pada keragaman biologi, catatan sejarah tentang masa lalu wilayah-wilayah di timur Indonesia, atau tentang sebuah garis imajiner yang terlanjur disalahpahami sebagai penanda zona waktu.
Wallace berbeda dengan Darwin. Ia seorang petualang yang dengan tekun mencatat dan mengumpulkan bukti-bukti dari setiap lokasi yang ia singgahi. Termasuk ketika akhirnya suatu ketika, Wallace tiba di Pulau Ternate.
Dalam surat bertahun 1858 kepada seorang temannya, Alfred Russel Wallace yang juga seorang perwira militer, menulis bahwa ia melihat seekor serangga yang warnanya hampir tak terlihat di tanah berlumpur tempat ia berada.
Surat ini menjadi salah satu landasan pendukung utama dari perkembangan teori evolusi dan menempatkan Charles Darwin sebagai pionir sains kontroversial di masanya. Bahan-bahan penelitian Wallace, menjadi anak tangga yang solid bagi perkembangan pemikiran Darwin.
Wallace dan kehidupannya memang menarik. Selain memiliki ketertarikan terhadap hewan, ia juga adalah perwira militer yang menghabiskan masa bertugasnya di wilayah-wilayah pendudukan. Namun panggilan hatinya untuk meneliti tentang ragam kehidupan juga tak bisa ia abaikan.
Dari gugus kepulauan yang kini dikenal sebagai Indonesia dan Malaysia, Wallace terus mengumpulkan hasil penelitiannya.
Namun, penting untuk diingat bahwa Wallace tak seberuntung Darwin yang didukung komunitas ilmuwan. Dukungan tersebut sangat berpengaruh terhadap mungkinnya dukungan finansial atas setiap proyek penelitian yang dilakukan.
Wallace yang minim suporter, harus tertatih-tatih membiayai penelitiannya. Ia bahkan harus menjual sebagian besar koleksi temuannya ke berbagai museum atau kepada para kolektor pribadi di Inggris. Uang hasil penjualan tersebut digunakan sebagian besarnya untuk membiayai hidupnya selama di hutan dan menutupi ongkos yang harus dikeluarkan untuk mencapai tempat-tempat yang ia kunjungi.
Wallace menghabiskan hampir satu dekade dari kehidupannya meneliti satwa liar di gugus kepulauan terpencil di bagian timur Sumatra, yang pada waktu itu lebih dikenal di Eropa dengan nama Hindia Belanda. Ia juga mempelajari dampak dari batas geografis alami pada dunia, yang kemudian dinamai The Wallace Line atau Garis Wallacea.
Dikenal sebagai sosok yang tekun dan keras kepala, Wallace berhasil mengumpulkan puluhan ribu spesimen alami yang akan membantu mengarahkannya pada basis dasar yang digunakan sebagai pondasi di kemudian hari saat ia merumuskan teorinya.
Selama ekspedisinya, Wallace juga ke Indonesia Timur. Ia pernah setahun tinggal di Maros. Termasuk di kemudian hari mengunjung dan tinggal di Ternate. Di sini, Wallace menyewa sebuah rumah sebagai pangkalan penelitian sekaligus tempat tinggal.
Pulau Ternate bagi Wallace adalah sebuah pulau vulkanik nan subur, yang menantang untuk menjadi lokasi sejumlah penelitian flora dan fauna. Di Ternate, Wallace banyak menghabiskan waktunya untuk menulis makalah ilmiah dan surat-surat yang dialamatkan kepada kolega-koleganya.
Ternate adalah tempat di mana Wallace menemukan soliditas dalam rumusan teorinya, sebelum akhirnya memutuskan untuk menulis sebuah surat kepada Darwin. Surat bertanggal 9 Maret 1858, lebih cocok disebut makalah karena berisi rincian dari berbagai bukti penelitian Wallace untuk mendukung teorinya.
Darwin sendiri, telah sampai pada kesimpulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Surat dan temuan-temuan Wallace bagi Darwin adalah batu karang lain yang justru makin menguatkan hipotesisnya mengenai evolusi.
Bersama Wallace, Darwin sempat menerbitkan sebuah makalah yang memperdebatkan teori evolusi yang berjudul On the Tendency of Species to form Varieties; and on the Perpetuation of Varieties and Species by Natural Means of Selection di tahun 1858.
Tidak berhenti di situ, dengan dukungan bukti dari Wallace, Darwin lalu menerbitkan The Origin of Species setahun kemudian, yang menjadi sensasi dan membuat sosok ini terkenal.
Selama perjalanannya, Wallace memanfaatkan setiap waktu yang dihabiskannya di sebuah kota untuk mengirim temuannya kepada ilmuwan lain untuk ditulis dalam jurnal ilmiah. Dia juga mencatat temuannya dalam jurnal yang ia tuangkan dalam The Malay Archipelago, sebuah buku bio-geografis yang menguraikan penemuan dan perjalanannya mengunjungi berbagai pulau-pulau nusantara.
Saat ini, pulau-pulau ini berada di kedaulatan Malaysia atau Indonesia. Penelitian Wallace disebut-sebut sebagai “Bima Sakti” yang belum sepenuhnya ditemukan penjelajah Eropa saat itu. Wallace adalah penemu harta karun yang tersimpan dalam relung kepulauan nusantara.
Meskipun berkali-kali Wallace menulis kekayaan alam Ternate, namun tak banyak orang yang mengenal sosok ini di Ternate. Dalam banyak hal, Ternate lebih populer dibangun sebagai pulau yang diperebutkan Portugis, Spanyol, dan Belanda – bahkan Inggris.
Di kota Ternate, sampai hari ini tidak ada satupun plakat yang dapat menjadi penanda rasa hormat atas keberadaan Wallace di masa lalu. Menurut sejarawan, Dr. George Beccaloni, kemungkinan rumah di mana Wallace tinggal dan bekerja sudah tidak ada lagi. (*)
Editor: Greenhill Weol