Connect with us

KISAH

Gelisah Jurnalis di Sekolah Menulis Mapatik

Published

on

11 Agustus 2024


“Fakta hari ini, ada penilaian masyarakat, pegiat media sosial, banyak jurnalis yang menulis tidak maksimal, masih amburadul, masih banyak kekurangan dalam teknis menulis berita. Entah ada editornya atau tidak.”


Penulis: Rikson Karundeng


HARI baru saja menjemput senja. Telepon genggam berbunyi. Di layar terlihat ada panggilan Whatsapp (WA) dari kawan penulis asal kota Bitung, Charles Somba. Ia ternyata ingin mengonfirmasi kesepakatan sebelumnya untuk menggelar pelatihan menulis bersama Komunitas Penulis Mapatik. 

Sabtu, 3 Agustus 2024, saya datang ke Kadoodan, Bitung, untuk memenuhi undangan menjadi pemantik dalam dialog kebangsaan yang digelar para sahabat Gusdurian. Charles dan sejumlah pemuda pegiat budaya turut hadir di diskusi itu. Usai diskusi, percakapan kami lanjutkan di rumah Reinhard Loris, Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Bitung yang terletak di bilangan Manembonembo. Rencana pelatihan menulis jurnalistik dikonkretkan.

Saya hampir lupa, kami sudah sepakat akan merealisasikan rencana itu pada Rabu, 7 Agustus 2024. Ya, hari itu, kami harus melaksanakan pelatihan secara daring (dalam jaringan). 

Agenda saya lempar ke grup WA Komunitas Penulis Mapatik dan langsung direspons Hendro Karundeng. 15 menit berselang, sekira pukul 18.43 Wita, flyer pelatihan telah ia kirim ke kembali grup komunitas. Spontan, anggota grup mengusulkan agar kelas kita mulai setengah jam lagi.

Pukul 19.27, link Google Meet saya kirim ke grup WA. Puluhan penulis dari berbagai tempat di Sulawesi Utara, bahkan Jakarta, langsung bergabung. 3 menit kemudian, Reinhard Loris yang diminta komunitas menjadi penanggung jawab pelatihan, sudah membuka kegiatan secara resmi. Ia menjelaskan, pelatihan seperti ini memang sudah menjadi agenda rutin Komunitas Penulis Mapatik. Komunitas ini juga sudah terbiasa melaksanakan kegiatan secara mendadak. 

“Ini kegiatan rutin Komunitas Penulis Mapatik. Biasanya dilakukan untuk teman-teman penulis yang baru maupun penulis lama yang ingin belajar bersama. Tidak soal jika pemberitahuan mendadak, sebab mereka yang punya waktu, pasti tetap akan ikut belajar bersama,” kata Loris. 

Jurnalis manguninews.com ini juga menjelaskan, tujuan kegiatan pelatihan kali ini dilakukan, salah satunya untuk memenuhi permintaan kawan-kawan penulis dari kota Bitung.

“Tujuan kegiatan kali ini, untuk menambah wawasan bagi peserta. Karena sekarang banyak wartawan yang menulis masih kurang baik secara teknis, pengetahuan jurnalistik juga masih sangat kurang. Itu mengapa pelatihan seperti ini menjadi asupan penting bagi kita penulis, apalagi jurnalis,” terangnya.

Saya diminta untuk memandu langsung proses pelatihan. Aktivitas yang memang biasa saya lakukan selama hampir 9 tahun bersama Komunitas Penulis Mapatik. Kali ini, saya berbagi dengan kawan-kawan secara daring dari Wale Mapantik Kaaten, Tomohon.

Selama 4 jam kita berdiskusi soal pengetahuan umum jurnalistik dan praktik langsung secara bersama-sama cara membuat berita. Semakin larut, suasana semakin hangat. Kali ini, kawan-kawan penulis dari kota Bitung, kabupaten Bolaang Mongondow Timur, kabupaten Minahasa Utara, kabupaten Minahasa, kota Tomohon, bahkan dari kota Jakarta, berkesempatan ikut dan terlibat secara aktif dalam pelatihan. 

Solusi Menjawab Kegelisahan 

Di ujung kegiatan, beberapa peserta memberikan catatan evaluasi atas proses pelatihan yang baru dilewati. Melvin Makalew, penulis dari desa Waleo, Minahasa Utara, menuturkan pelatihan ini memang benar-benar bisa menambah wawasan bagi para peserta seperti dia.

“Manfaat kegiatan ini agar kita bisa menambah wawasan. Saya sendiri bisa lebih tahu cara penulisan dan penempatan kata yang benar dalam membuat berita, sehingga mudah dimengerti pembaca,” kata Makalew.

Senada dituturkan Charles Somba, penulis dari kelurahan Aertembaga, Bitung. Ia juga mengakui, pelatihan ini sangat bermanfaat bagi jurnalis untuk memahami cara menulis berita yang baik. 

“Selama ini kami hanya kira-kira ketika menulis satu kata. Ternyata, masih banyak yang keliru ketika menulis kata tertentu. Di pelatihan ini, kita jadi paham penulisan satu kata yang tepat dalam sebuah kalimat. Dengan mengikuti kegiatan ini, kita juga jadi lebih paham teknik menulis berita tentang sebuah kegiatan atau pernyataan dari narasumber,” ujar Somba. 

Ia berharap, bisa tetap mengikuti kelas menulis Mapatik yang digelar secara rutin, agar terus memperlengkapi dia menjadi jurnalis yang memiliki kemampuan teknis maupun wawasan jurnalistik yang mumpuni.

“Intinya, pelatihan ini lebih menambah wawasan tentang menulis jurnalistik. Ini ruang bagi kami untuk terus berproses menjadi penulis yang baik. Terutama memiliki perspektif yang baik dalam menulis,” ucapnya.

Etzar Tulung, jurnalis timurtimes.com, juga memberi pendapat dan penguatan bagi kawan-kawannya yang lain. Menurut dia, belajar itu sepanjang hayat. Bagi jurnalis, ini asupan gizi yang bisa membuat mereka tetap sehat dan dapat menjaga performa.

“Sebenarnya belajar itu tidak memandang tempat, waktu dan usia. Kapan saja dan di mana saja kita bisa belajar. Kalau ada tekad untuk terus belajar, itu pasti akan membawa berkat bagi kerja dan profesi kita,” kata Tulung.

Etzar pun meminta agar mereka bisa tetap saling mengingatkan supaya tetap semangat untuk belajar. Komunitas Penulis Mapatik adalah rumah belajar bersama yang dapat membentuk mereka menjadi penulis yang benar-benar memahami tugas dan tanggung jawab, memiliki keterampilan, bisa berpikir kritis, peka, berwawasan, dan memahami dengan benar kode etik jurnalistik. 

“Kami di Komunitas Penulis Mapatik, biasanya melalui kesepakatan bersama dan dalam ikatan persaudaraan, melaksanakan pelatihan jurnalistik. Pelatihan seperti ini biasanya kami lakukan terus-menerus. Karena kenapa? Walau sudah berpengalaman sebagai jurnalis, sudah biasa melakukan wawancara di lapangan, menulis berita, kita harus tetap belajar berbagai hal tentang jurnalistik untuk menambah wawasan, termasuk teknis menulis berita,” kata Tulung, jurnalis yang juga penggerak Komunitas Penulis Mapatik.

Etzar memberikan catatan kritis bagi dirinya dan kawan-kawan jurnalisnya yang lain. Hari ini, masih banyak dari mereka yang membuat karya jurnalistik tidak maksimal. Sering, karya jurnalistik yang dibuat bahkan jadi bahan olok-olok pembaca.

“Fakta hari ini, ada penilaian masyarakat, pegiat media sosial, banyak jurnalis yang menulis tidak maksimal, masih amburadul, masih banyak kekurangan dalam teknis menulis berita. Entah ada editornya atau tidak. Melihat itu, kami secara rutin menggelar pelatihan menulis agar supaya wawasan terkait karya jurnalistik akan semakin kuat. Cara menulis kita akan semakin baik, kesalahan teknis tidak akan kita ulang kembali,” ungkapnya.

Ditegaskan, pelatihan menulis secara rutin bisa menjadi solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang kini membekap para jurnalis.

“Pelatihan menulis jadi solusi terbaik untuk mengatasi isu-isu miring yang kenyataan hari ini sering menyasar kita jurnalis. Kalau narasumber baca, lihat cara penulisan kita tidak sesuai ekspektasi, mereka akan menghindari kita. Apalagi, ada yang entah sadar atau tidak, menyajikan informasi salah atau hoaks, karena tidak disiplin melakukan verifikasi,” terangnya. 

“Untuk mengatasi rasa gelisah soal itu, kami terus gelar pelatihan. Intinya untuk menambah wawasan, menambah keterampilan, demi jurnalis dan karya jurnalistik yang lebih baik,” kuncinya. 

Peran Penting Jurnalis di Pilkada 

Indonesia kini sedang melewati sebuah momen penting dalam proses demokrasi elektoral. Tahun 2024 ini, pertama kali dalam sejarah akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak. Di sini, peran jurnalis tak bisa dianggap remeh. 

Pendapat itu ikut disampaikan pegiat pemilihan umum (Pemilu), Leonard Wilar, dalam pelatihan ini. Ia menilai, kehadiran jurnalis dan media yang bisa dipercaya dalam seluruh tahapan Pilkada, dapat menepis berbagai informasi tidak benar yang bertebaran di media sosial.

“Karena tahapan Pilkada itu panjang. Di masa itu banyak berita yang bertebaran di media sosial yang tidak jelas kebenarannya. Tujuan teman-teman jurnalis dalam mendukung suksesnya Pilkada, bukan hanya sampai di soal siapa yang terpilih baru dibilang sukses. Hal penting juga, Pilkada sukses kalau kita, teman-tema kita, keluarga kita tidak terpecah belah,” kata Wilar.

Jurnalis caritasulut.com yang juga penggerak Komunitas Penulis Mapatik ini melihat, di dunia media sosial kini banyak bertebaran kampanye hitam.

“Kampanye hitam itu biasanya lewat tulisan, video, dan media hoaks. Peran penting para jurnalis adalah mengekspos berita dari sumber yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di mana pembaca boleh mendapatkan informasi yang dapat dipercaya terkait Pilkada dan tidak ada unsur memecah belah. Terlebih khusus informasi yang disajikan dapat mencerdaskan pembaca,” terangnya. 

“Apalagi dalam tahapan Pilkada, biasanya ada euforia. Kadang nalar pembaca langsung menerima mentah-mentah soal berita miring tentang lawan politik atau figur yang tidak ia dukung. Sekalipun itu hoaks,” sambungnya.

Ditegaskan, urgensi kerja jurnalistik untuk menyukseskan Pilkada bukan hanya ikut memastikan sosok yang tepat untuk menjadi pemimpin bagi masyarakat. Tapi bagaimana warga Tomohon yang kini berbeda pilihan, namun tidak akan terpecah belah. 

“Sekarang ada tetangga yang sudah saling bermusuhan. Keluarga, satu rumah, tapi tidak saling bicara karena beda pilihan. Itu bukan sukses, tapi ada kegagalan dalam ruang-ruang demokrasi. Demokrasi itu tentu baik jika tidak memecah belah. Peran jurnalis untuk meluruskan kabar bohong menjadi benar, sehingga mencegah perpecahan,” tandas Wilar. (*)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *