REVIEW
Ketika Malaikat Menggugat ‘Surga’
Published
5 years agoon
By
philipsmarx13 April 2019
Oleh: Denni Pinontoan
Kekuasaan mengiming-imingi rakyat dengan ‘surga’ kesejahteraan, kemajuan, kemakmuran, tapi sesungguhnya itu semu, justru yang dihasilkan adalah budak-budak kekuasaan, yang ketika datang waktunya akan balik melawan
SAYA SEBENARNYA terlambat menonton film ini, Alita Battle Angel. Sebuah film yang aslinya dari manga Jepang berjudul Gunmm karya Yukito Kishiro.
Filmnya lumayan bagus. Saya tertarik dengan gagasan di balik dua dunia ini: Iron City dan Zalem City. Iron city adalah tempat hidup manusia dan manusia setengah robot atau cyborg. Sebuah dunia yang porak-poranda karena perang besar. Lalu, Zalem City adalah dunia di atas kota itu, sesuatu yang dapat dibayangkan sebagai surga.
Versi manga-nya di Jepang terbit dari tahun 1991 hingga tahun 1995 di majalah Business Jump, Shueisha. Sembilan seri Manga ini telah diadaptasi ke dalam dua buah anime OVA pada tahun 1993.
Menarik untuk memahami ide utama film ini. Tentu ia tidak berasal dari kepala James Cameron, atau sutradaranya, tapi pada penciptanya, Kishiro.
Seting ceritanya, baik versi manga maupun film adalah sebuah dunia yang hancur oleh sebuah perang besar di masa silam. Pada suatu masa depan yang jauh, abad 26, ratusan tahun dari perang ‘The Fall’, di dunia bawah, Iron City hiduplah bermacam-macam manusia bersama cyborg yang porak-poranda dan dipenuhi dengan kekerasan.
Salah satu cyborg di Iron City adalah Alita (nama di manga Gally). Ia adalah manusia robot yang ditemukan Dyson Ido (nama versi Jepang Daisuke Ito), dokter spesialis makhluk jenis cyborg, di antara tumpukan sampah logam pada suatu tempat di Iron City.
Iron City adalah kota yang dihidupi oleh masyarakat yang keras. Di kota ini hidup beragam kaum manusia yang berbeda-beda bahasa. Mereka hidup berdampingan secara tidak rukun dengan kaum cyborg. Sebuah masyarakat distopia. Kota yang dipenuhi dengan sampah-sampah yang dibuang dari kota mengapung bernama Zalem itu.
Zalem adalah kota yang tepat berada di atas Iron City. Warga di kota ini hanya dapat menatapnya setiap hari dengan segala cerita indah tentang kota misterius itu. Fasilitas teknologi di kota Zalem disebut Jeru. Ini membawa pikiran orang-orang dari tradisi Kristen ke Yerusalem (Jeru + Zalem), sebuah kota suci yang disebutkan di alkitab. Tapi dalam kisah di manga dan film justru kemalangan warga di Iron City berasal dari Zalem.
Zalem dikendalikan oleh kekuasaan misterius. Kekuasaan ini telah membuat orang-orang dan cyborg di Iron City saling mangsa, saling bunuh. Ada kelompok jaringan pemburu hadiah. Ada antek-antek yang mengamankan kekuasaan Zalem. Ada robot-robot semacam petugas yang menegakkan aturan hukum Zalem.
Teknologi Zalem berpusat dan dikendalikan oleh Melchizedek, sebuah superkomputer kuantum. Lagi-lagi, ini mengingatkan kita pada nama di alkitab, Melkisedek yang dalam bahasa Ibrani ditulis Malki-tsedeq yang artinya rajaku atau raja kebenaran. Melkisedek adalah seorang raja di negeri Salem (atau disebut juga Yerusalem). Di alkitab Melkisedek juga adalah Allah Yang Maha Tinggi.
Iron City, dunia bawah dan Zalem City, dunia atas khas mitologi yang binari. Dunia dewa-dewi di atas, dan dunia manusia, tumbuhan, hewan dan lainnya berada di bawah. Surga dan bumi. Sakral dan sekuler. Keabadian dan kefanaan. Kebenaran dan keberdosaan.
Baik pada manga maupun film, Alita atau Gally adalah makhluk setengah manusia, setengah robot yang dibentuk oleh sejarah saling rebut kekuasaan. Alita adalah seorang yang kehilangan ingatan. Ini seolah mau menggambarkan ‘manusia-manusia’ bentukan modernitas yang kehilangan ingatan oleh mekanisasi industri, teknologi tanpa rasa, politik kekuasaan, ekonomi yang ekspolitatif, ilmu pengetahuan yang positivistik serta agama yang semakin kehilangan orientasinya.
Tapi, optimisme cinta dan belas kasih rupanya masih menjadi suatu keyakinan. Nilai-nilai dan kesadaran klasik, yang rupanya otentik dan terus diyakini sepanjang masa. Bahwa, Alita yang dibiarkan di tempat rongsokan sampah, lalu oleh rasa belas kasih dokter Dyson Ido maka Alita menjadi hidup. Ia merelakan tubuh anaknya dikenakan pada Alita.
Alita lalu melakukan aktivitas biasa di kota itu. Ia jatuh cinta. Menangis. Marah. Memiliki rasa. Jadilah dia malaikat dengan mimpi atau visi kehidupan tertentu.
Kemanusiaan itulah yang membawa Alita pada realitas dan mimpi kehidupan. Ia memasuki brutalisme kehidupan di kota itu. Ikut lomba pertandingan motorball yang saling bantai demi iming-iming ke Zalem. Bergaul dengan sebayanya.
Maka, jadilah Alita sebagai generasi cyberpunk. Makhluk yang segera akan melakukan revolusi dari masyarakat yang kehilangan orientasi masa lalu dan masa depan.
Saya tertarik dengan ide tentang Zalem, kota misterius di atas, yang menjadi impian warga Iron City. Sebuah kota yang kehadirannya direpresentasi oleh kekuasaan dan penampakkan rupanya yang megah dari bawah.
Menggugat “Surga”
Kishiro, pencipta Gunnm lahir pada tahun 1967. Ekonomi Jepang sangat cepat berkembang setelah kehancurannya pada tahun 1945. Mungkin saja peristiwa pemboman Nagasaki dan Hiroshima yang membuat Jepang kalah dalam perang besar abad 20 itu, telah menjadi refleksi bagi Kishiro untuk mengkonstruksi latar Iron City.
Ekonomi negeri Sakura ini sudah maju pesat tahun 1960-an, 1970-an, dan mungkin mencapai puncaknya pada tahun 1980-an. Ketika Perang Dingin berakhir pada awal tahun 1990-an, kapitalisme Amerika dengan segera mengglobal. Jepang bukan lagi satu-satunya negara terdepan dalam ekonomi dan teknologi.
Manga Gunnm karya Kishiro lahir dan diterbitkan di periode ini. Tahun 1997, terjadi krisis global yang menimpa Asia. Krisis ini seolah menjadi bukti, harapan membangun masa depan dengan ekonomi dan teknologi untuk bangkit dari kehancuran akibat ‘The Fall’ itu tak terwujud sesuai yang dimimpikan.
Alita dapat ditafsir sebagai gambaran dari generasi yang dibentuk oleh sejarah pascaperang. Generasi yang dibentuk oleh ambisi kemajuan, perkembangan teknologi yang pesat. Meski teknologi sudah sangat maju, berhasil membuat robot-robot canggih, tapi generasi yang hidup di era ini tetap saja manusia. Punya semua yang dimiliki oleh makhluk bernama manusia itu. Keterasingan justru adalah dampak dari semua capaian itu.
Generasi inilah yang hidup pada masyarakat urban yang sangat kompleks. Kota-kota yang dibangun oleh harapan kemakmuran dengan teknologi yang terus diperbaharui. Tapi semakin teknologi menguasai kehidupan, justru manusia semakin kehilangan kemanusiaannya.
Dalam sebuah wawancara dengan Seiji Horibuchi yang dimuat pada Anime Interviews: The First Five Years Of Animerica, Anime & Manga Monthly 1992-97), Kishiro menceritakan kisah kelahiran manga Gunnm ciptannya itu.
Kishiro menuturkan, ia tumbuh di suatu tempat di mana hutan telah ditebang dengan hanya beberapa rumah yang berdiri.
“Ayah saya adalah seorang eksentrik yang suka naik kereta dorong. Dia selalu mengais-ngais di tempat barang rongsokan mencari bagian yang bisa dia gunakan. Dia sering membawa saya bersamanya,” kata Kishiro kepada Horibuchi.
“Saya masih suka menghabiskan waktu di tempat barang rongsokan. Saya yakin kebanyakan orang tidak merasa seperti itu, tetapi saya selalu senang menghabiskan waktu bersama di sana,” katanya lagi.
“Mari kita bicara tentang cyborg,” kata Horibuchi.
“Ah, ya … cyborg. Hubungan saya dengan mereka mengingatkan kembali pada mainan masa kecil saya,” ujar Kishiro.
Kishiro pernah punya mainan yang disebut ‘Cyborg One‘. Ia terbuat dari plastik bening yang tembus pandang. Anggota badannya mudah lepas. Dapat diutak-atik.
“Aku suka mainan itu … sayang sekali sudah dihentikan. Si kecil itu punya efek mendalam padaku. Saya rasa itu sebabnya saya merasa sangat kuat sehingga cyborg harus selalu memiliki anggota badan yang bisa dilepas,” katanya.
Lalu Kishiro dalam wawancara itu menceritakan tentang Zalem dalam manga bikinannya. Kishiro mengaku tidak terlalu yakin dengan apa yang ditandakan pada Zalem. Tapi, ia menyebut bahwa dirinya pada hal-hal tertentu adalah seorang anarkis.
“Dalam beberapa hal saya seorang anarkis – saya benci dunia yang diatur,” ujar Kishiro.
Kishiro kemudian menjelaskan tentang latar dunia cyborg. Menurut dia, kaum urban pada dunia modern sangat mirip dengan cyborg. Makhluk yang sangat rentan.
Secara ideologis, kata Kishiro ia menentang gagasan cyborg. Tapi, “Dalam Gunnm, apa yang saya coba lakukan adalah fokus pada manfaat kemajuan ilmiah, daripada membuat semacam pernyataan politik,” ujarnya.
Meski bukan sebagai sikap politik, tapi Kishiro seperti hendak mau menyampaikan pesan mengenai apa yang sedang terjadi dalam masyarakat kita. Teknologi yang dimanfaatkan oleh penguasa untuk tujuan berkuasa antara lain telah dipakai untuk ‘kontrol tubuh’. Mekanisasi, kontrol, pendisplinan tujuannya adalah untuk penguasaan. Sementara, ‘surga’, apapun bentuk atau isinya adalah ‘candu’ untuk menciptakan kesadaran-kesadaran semu.
Tapi, sejarah menunjukkan kepada kita pula bahwa penindasan, eksploitasi, ketidakadilan atas nama ‘surga’ kesejahteraan, kemakmuran pada banyak hal telah menjadi konteks perlawanan. Nurani pada manusia tertanam dalam dirinya. Meskipun ia sudah diubah oleh sejarah menjadi budak-budak negara, ekonomi, politik, agama, pada suatu waktu nurani itu muncul dan menggerakan perlawanan.
Perlawanan Alita terhadap tatanan eksploitatif yang dibentuk oleh penguasa yang mengatasnamakan Zalem, sepertinya mengandung pesan itu. Perlawanan dari orang-orang yang tersingkir terhadap kekuasaan yang menghancurkan adalah gagasan khas cyberpunk.
“Bukan kebetulan bahwa cyberpunk muncul pada zaman di mana kapitalisme bergerak menuju dominasi global, yang memuncak dalam kemenangan simbolisnya pada runtuhnya Tembok Berlin,” tulis Paul Walker-Emig, penulis lepas dalam artikelnya berjudul “Neon and corporate dystopias: why does cyberpunk refuse to move on?” di theguardian.com edisi 16 Oktober 2018.
Adegan-adegan terakhir di film, menampilkan sesuatu yang dramatis. Hugo, seorang lelaki muda yang telah berbagi cinta dengan Alita, kini juga telah diubah menjadi cyborg agar tetap hidup, tewas setelah berusaha menggapai Zalem yang diimpikannya selama ini. Ia nekat menggapai Zalem melalui tangga Yakub. Tapi, tubuh Hugo hancur digiling mesin pembunuh Zalem. Tubuhnya yang hancur itu jatuh ke tanah, dalam pandangan Alita hingga menghilang di balik awan.
Tapi Alita tak pernah pergi ke Zalem menaklukan penguasa kota itu. Ia justru kembali bertanding dalam turnamen Motorball. Setelah berhasil mengalahkan kesedihan atas kepergiaan Hugo, Alita kemudian tampil sebagai malaikat perkasa dalam arena.
Ia lalu mengacungkan pedangnya, menunjuk ke Zalem. Kota impian, yang hanya ada dalam doktrin-doktrin palsu. Hanya nyata dalam kehadiran para penguasa rakus dan korup di Iron City.
Alita menantang kekuasaan Zalem. Menggugat ‘kebenaran semu’, menggugat ‘surga palsu’. (*)
Editor: Daniel Kaligis