Connect with us

FEATURE

Kisah Kaisar Akihito dan Ikan Payangka Danau Tondano

Published

on

02 Mei 2019


Oleh: Denni Pinontoan


 

Akihito adalah kaisar Jepang yang menghabiskan banyak waktu meneliti ikan, salah satu yang pernah ditelitinya adalah ikan payangka danau Tondano 

 

KAISAR JEPANG yang baru turun takhta pada 30 April 2019, Akihito punya kisah dengan ikan payangka (Lat. Ophieleotris aporos) di danau Tondano. Ikan payangka muda, oleh orang-orang Minahasa menyebutnya nike. Hubungan antara bekas kaisar negeri matahari terbit ini dengan ikan payangka adalah melalui penelitian yang ditekuninya.

Artikel tentang biografi Akihito di Encyclopedia Britannica menyebutkan, ia lahir pada 23 Desember 1933 di Tokyo. Koran Algemeen Handelsblad edisi 29 Desember 1933, menyebutkan, nama lahir Akihito adalah Tsugunomija Akihito. In adalah nama zaman Heisei. Dalam tradisi di Jepang, Akihito adalah keturunan langsung ke-125 Jimmu , kaisar pertama legendaris Jepang.

Akihito adalah anak kelima dan putra tertua Kaisar Hirohito dan Permaisuri Nagako. Di masa kanak-kanak Akihito dibesarkan dan dididik secara tradisional kekaisaran. Pada tahun 1940, ia memulai pendidikannya di Sekolah Peers. Ia tinggal di luar Tokyo selama tahun-tahun terakhir Perang Dunia II. Nanti kembali lagi ke Sekolah Peers (dari 1949 Gakushūin) setelah perang.

Akihito kemudian menerima pendidikan bahasa Inggris dan budaya Barat. Pengajarnya adalah Elizabeth Gray Vining, seorang Quaker Amerika. Seperti ayahnya, ia akhirnya mengambil biologi kelautan sebagai minat keilmuan.

Pada tahun 1952 Akihito yang sudah dewasa ditetapkan sebagai pewaris takhta Jepang. Tujuh tahun kemudian, ia menikah dengan Shōda Michiko. Ini dianggap telah melanggar tradisi selama 1.500 tahun karena istrinya itu berasal dari rakyat biasa.  Michiko adalah putri seorang pengusaha kaya. Michiko adalah lulusan universitas Katolik Roma untuk wanita di Tokyo.

Anak pertama Akihiko dengan Michiko adalah Naruhito, yang 30 April lalu telah diangkat menjadi kaisar Jepang menggantikan ayahnya. Naruhito lahir pada 23 Februari 1960. Adiknya adalah Pangeran Akishino, lahir 30 November 1965. Anak ketiga seorang perempuan bernama Nori, lahir 18 April 1969.

Setelah kaisar Hirohito meninggal, pada 7 Januari 1989, ia diangkat menjadi kaisar Jepang. Penobatan secara resmi dilakukan pada 12 November 1990.


Akihito, Prof. Bambang Soeroto dan Payangka Tondano

Bagaimana kisah antara kaisar Akihito dengan ikan payangka di danau Tondano, Minahasa?

Akihito, seperti ayahnya Hirohito adalah peneliti ikan atau ichthyologist. Sejak tahun 1967 hingga turun takhta, kurang lebih 38 artikel tentang penelitiannya mengenai ikan Goby (Gobioidea) telah ia tulis dan dipublikasikan di Journal of Ichthyology dan jurnal akademik lainnya.

Ryoma Komiyama pada Asahi.com (25 Maret 2019) menulis, sebagai putra mahkota, pada tahun 1966 Akihito menulis sebuah makalah akademis berjudul, “On the scientific name of a gobiid fish named ‘urohaze.’” Artikel itu berisi uraian-uraian ilmiah Akihito tentang mengapa ikan goby diberi nama ilmiah Urohaze. Nama ini sendiri adalah salah spesies ikan goby di Jepang.

Salah satu spesies ordo Gobioidea, yaitu payangka banyak terdapat di danau Tondano. Bambang Soeroto dalam disertasinya berjudul Makanan dan Reproduksi Ikan Payangka (Ophieleotris aporos) (Bleeker)) di Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 1988 menyebutkan, ikan payangka pertama kali ditebarkan pada tahun 1902. Ikan ini didatangkan dari danau Limboto, Gorontalo.

Di danau Tondano, hidup ikan-ikan kecil berukuran 10-30 mm. Warga setempat menangkap, memasaknya dalam beberapa jenis menu dan memakannya. Warga menyebut nama ikan ini dengan nike. Menurut Soeroto, semula dikira ikan-ikan kecil ini tidak mencapai ukuran besar. Nanti tahun 1979, baru dapat didentifikasinya bahwa ikan kecil itu adalah anak ikan payangka.

“Baru pada tahun 1979 nike berhasil penulis identifikasi, yang ternyata adalah anak ikan payangka,” tulis Soeroto.

Akihito adalah salah satu peneliti terkemuka jenis-jenis ikan dari ordo gobioidea. Penelitian itu antara lain dia lakukan tahun 1971. Menurut Soeroto, pada penelitian lanjutan Akihito dan Meguro tahun 1974 hasilnya adalah makin mengukuhkan nama spesies ilmiah ikan payangka, yaitu Ophieleotris aporos. Itu berarti mengkoreksi nama yang diberikan oleh Pieter Bleeker, dokter dan ahli ikan dari Belanda yang datang ke Minahasa di pertengahan abad 19.  

Soeroto adalah guru besar Fakultas Perikanan di Universitas Samratulangi. Ia pernah menjadi dekan fakultas itu pada tahun 1977 sampai 1979. Soeroto memiliki hubungan berkawan dengan Akihito, baik sebelum Akihito naik takhta maupun semasa ia sebagai kaisar.

Majalah Tempo edisi 13 Mei 2003 dalam artikelnya berjudul “Persahabatan lewat Ikan”, menulis kisah persahabatan mereka itu.

Raihul Fadjri dan Verrianto Madjowa, wartawan Majalah Tempo menulis, “Pertemanan itu berawal pada 1983, ketika Bambang Soeroto meneliti ikan payangka di Danau Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.”

Disebutkan, kisahnya, bahwa sebagai ilmuwan, saat itu Soeroto dibuat pusing karena tak menemukan literatur tentang spesies ikan itu. Ia kemudian memberanikan diri menulis surat kepada Akihito yang waktu itu masih sebagai pangeran. Sebagai peneliti ikan, tentu Soeroto mengenal nama Akihito yang sudah banyak muncul dalam jurnal-jurnal tentang ikan. Bersama suratnya itu, terlampir hasil penelitian yang dia lakukan.

“Tak dinyana, surat berbalas. Sang Pangeran meminta contoh ikan payangka,” tulis Fadjri dan Madjowa mengutip Soeroto.

Lima ekor ikan payangka asal Danau Tondano pun dikirim ke istana putra mahkota lewat Konsulat Jepang di Makassar. Pangeran Akihito menyimpulkan bahwa ikan payangka itu satu spesies dengan ikan yang hidup di Papua Timur dan Australia. Tapi, kata sang Pangeran, siripnya berbeda dengan spesies payangka yang terdapat di Danau Nanjan, Filipina, dan yang hidup di Okinawa, Jepang.

“Saya sangat senang Pangeran Akihito lansung merespons dan memberikan kesimpulan,” kenang Bambang Soeroto.

Hubungan surat-menyurat terus berlangsung di antara kedua iktiolog ini. Pernah suatu kali, pangeran Akihito minta dikirimkan ikan payangka. Soeroto pun mengirim 10 ekor ikan payangka dari Bogor. Ketika hendak mengirimnya ke Jepang, karena peraturan di negara itu, maka ia menjelaskan bahwa ikan itu pesanan pribadi pangeran Akihito. Ia pun berhasil mengirim dan diterima oleh pangeran Akihito.

“Saya terpaksa menjelaskan bahwa ikan ini pesanan pribadi Pangeran Akihito sebagai ilmuwan,” kata Soeroto.

Soeroto sendiri berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Ayahnya adalah R. Roeshartojo dan ibunya bernama R. Ngt. Soedarti. Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia tahun 1961, dan kemudian memperoleh sarjana perikanan di IPB tahun 1969, pada tahun 1970 ia menjadi dosen di Fakultas Perikanan Unsrat.

Tahun 1992 Akihito yang sudah naik takhta sebagai Kaisar Jepang berkunjung ke Indonesia. Di masa orde lama, ketika masih sebagai pangeran, pada tahun 1962 ia juga berkunjung ke Indonesia, terutama di Jakarta dan bertemu dengan presiden Soekarno.

Namun, Soeroto sendiri belum pernah bertemu dengan kaisar Akihito sampai tahun 2003. Meski begitu, hubungan keduanya masih berlangsung. Desember tahun 2002, Soeroto menerima paket berisi buku dan jurnal ilmiah yang berisi tulisan Akihito.(*)


Editor: Daniel Kaligis


 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *