FEATURE
Kisah Kematian Yesus dari Montreal
Published
5 years agoon
By
philipsmarx19 April 2019
Oleh: Denni Pinontoan
Yesus dari Montreal tidak bangkit secara fisik, tetapi dari kematiannya hidup orang-orang lain berlanjut
LECLERC adalah seorang pastor di sebuah gereja Katolik kecil dan kuno di Montreal. Ia sedang berpikir keras bagaimana menampilkan sebuah drama penderitaan, penyaliban dan kebangkitan Yesus secara lebih kontekstual dengan jemaat atau orang-orang Kristen di Montreal. Menurutnya, selama ini drama yang sering dipentaskan sudah usang. Sudah ketinggalan zaman.
Leclerc lalu meminta Daniel Coulombe, seorang aktor yang tak terkenal di kota itu untuk memerankan tokoh Yesus. Lalu Daniel datang ke gereja. Di situ dia bertemu dengan Leclrec.
“Itu perlu dimodernisasi,” kata Leclerc kepada Daniel.
Sang pastor berbicara tentang drama yang sudah berusia 35 tahun sejak pertam kali ia di situ. Dan tak pernah ada perubahan.
“Teksnya agak ketinggalan zaman,” kata Leclrec lagi.
Daniel yang mendengar itu, tertarik.
Demi untuk memahami perannya dan untuk menulis teks drama yang baru, Daniel lalu melakukan riset akademis secara intensif. Ia berkonsultasi dengan para arkeolog untuk mendapatkan gambaran tentang kehidupan Yesus secara historis.
Hasil dari riset itu, Daniel memperoleh sebuah gambaran berbeda dari seperti yang dipahami oleh gereja dan teolog kebanyakan. Temuannya, bahwa di Talmud, nama Yesus yang sebenarnya adalah Yeshua Ben Pantera. Daniel berpendapat, ayah biologis Yesus adalah seorang prajurit Romawi yang meninggalkan Palestina tak lama setelah menghamili Maria yang tidak menikah. Cara penyaliban Yesus juga berbeda.
Daniel diberi kewenangan untuk merekrut pemeran drama. Dia mencari karakter-karakter unik. Beberapa orang yang direktrutnya adalah pemain film porno, ada seorang aktris yang belajar untuk menjadi bintang hebat. Cara dan proses perektrutan ini, mengingatkan orang-orang kisah Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk sebuah komunitas kecil yang revolusioner. Murid-murid Yesus juga terdiri dari orang-orang ‘tidak biasa’ dalam pandangan religius di zamannya. Demikian, seolah Daniel mengulangnya.
Lalu, pementasan drama tiba. Drama tak digelar di panggung pada sebuah gedung besar, tapi di taman gereja. Alur drama benar-benar dibuat baru.
Pada bagian tertentu, adegan penjelasan arkeologis tentang Yesus:
Di zaman yang sangat lampau…
Pengetahuan kita tentang Yesus
sangat samar
beberapa klaim dia tidak pernah ada.
Secara paradoks, Yesus tidak Kristen tapi Yahudi.
Dia disunat dan mengikuti hukum Yahudi.
Nasib Israel terobsesi padanya.
Seperti kita, dia pikir zamannya lebih penting dari yang lainnya.
Dan akhirnya sudah dekat.
Mosaik awal menggambarkannya sebagai pemuda kurus yang halus.
Belakangan, seniman-seniman Bizantium memberinya janggut
karena dalam Bizantium jenggot adalah simbol kekuatan.
Orang-orang Yahudi mengklaim Kristus
adalah seorang nabi palsu, lahir dari percabulan.
Mereka memanggilnya
Yeshu Ben Panthera,
putra Panthera.
…………………..
Ketika Yesus kembali ke rumah
penduduk desa berteriak
Bukankah ini tukang kayu?
Putra Maryam? ‘
Memori kita terbatas.
Hari ini kita tidak bisa membayangkan
bagaimana orang hidup dan berpikir
hanya seabad yang lalu.
Kisah ini sudah berumur bertahun-tahun.
Saat itu, orang berpikir bumi itu datar,
bahwa bintang adalah lampu, digantung di cakrawala.
Mereka percaya roh jahat, setan, obat ajaib, kebangkitan orang mati.
Timur dipenuhi oleh para nabi, penipu, penyihir …
– Yudas dari Galilea.
– Theudas.
– Orang Mesir Hebat.
– Simon si Penyihir.
Ketika pertunjukan selesai dilakukan, muncul ulasan-ulasan yang memuji. Tapi, Pastor Leclerc justru tidak senang. Dia memarahi Daniel yang telah membuat cerita yang menurutnya kontroversial.
“Apakah Anda sudah gila?”! Kata pastor Lecrerc memarahi Daniel.
“Apa?”
“Kristus, putra kandung seorang prajurit Romawi?”
“Perawan Maria, seorang ibu yang tidak menikah?”
“Kamu gila?”
Pastor Lecrerc berkata-kata dengan marah.
“Saya anggota ordo Katolik,” pastor Lecrerc berkata lagi.
“Gereja ini memiliki dewan pengawas.”
“Tapi itu berhasil. Mereka menyukainya,” Daniel balas berkata.
“Saya tidak ingin itu berhasil.”
Lalu, pastor Lecrerc mengingatkan Daniel, “Dengan jutaan pengunjung per tahun, kita tidak perlu publisitas.”
Pementasan drama akhirnya dihentikan oleh dewan gereja.
Namun, Daniel dan kelompok teaternya sudah bertekad untuk mementaskan lagi drama itu. Hingga pada suatu malam, di taman gereja itu, ketika mereka sedang mementaskan adegan penyaliban Yesus datang petugas keamanan menghentikan mereka. Tapi Daniel dan kawan-kawannya tidak mau berhenti. Petugas keamanaan terus memaksa. Lalu terjadilah perkelahian. Para penonton banyak yang hadir.
Saling pukul. Saling dorong. Seorang penonton yang berbadan kekar memukul para petugas keamanan. Ia lalu mendorong salah satu petugas keamanan dengan tenaganya yang penuh. Tanpa disengaja tubuh petugas keamanan yang sedang didorong itu mengenai salib. Daniel yang berperan sebagai Yesus sedang tergantung di atas kayu salib itu. Salib roboh. Tubuh Daniel jatuh bersama salib ke tanah. Kepalanya tertimpa gagang kayu salib.
Daniel pingsan. Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Ia tak sadarkan diri.
Lalu, Daniel diantar ke rumah sakit dengan ambulans. Tapi petugas rumah sakit tak terlalu memedulikannya. Daniel tak dilayani sebagai pasien gawat darurat. Tak berapa kemudian Daniel siuman. Bersama dua rekan perempuannya, ia diantar di suatu tempat.
Di tempat itu Daniel berbicara banyak hal. Hingga akhirnya ia pingsan kembali. Jatuh ke tanah.
Tubuhnya dibawa lagi ke rumah sakit. Dokter berusaha menolongnya. Tapi, kecelakaan tadi tenyata telah membuat dia mengalami geger otak parah.
Daniel tak punya keluarga. Hanya teman-teman itu yang dia punya. Maka, dokter lalu meminta persetujuan teman-teman Daniel untuk menyumbangkan organ-organ tubuhnya kepada orang-orang yang membutuhkan. Mata, jantung, ginjal Daniel didonasikan kepada orang-orang sakit.
Seorang pasien yang sakit mata, dapat melihat kembali. Orang-orang yang telah menerima organ tubuh Daniel tak pernah tahu kalau mereka telah diselamatkan oleh seorang aktor yang ketika memerankan Yesus, oleh karena perkelahian kepalanya tertimpa dengan gagang salib. Pingsan, tak sadarkan diri. Geger otak. Lalu mati.
Pesan Kritik Jesus of Montreal
Kisah aktor Daniel di Montreal itu adalah drama itu dalam film Jesus of Montreal (judul asli Jésus de Montréal). Ia pertama kali dirilis tahun 1989 oleh sutradara Quebec, Denys Arcand. Tokoh Daniel yang dalam drama di film itu berperan sebagai Yesus dimainkan oleh aktor Kanada bernama Lothaire Bluteau.
Film ini sungguh kreatif. Ia membawa kita pada dunia yang berlapis-lapis. Di dalam film ada drama. Sebuah upaya mengabstraksi rekonstruksi dan interpretasi atas realitas menjadi sebuah kritik dan pesan yang khas.
Jesus of Montreal adalah film tentang Yesus bagi masyarakat sekuler. Jadinya perlu ada penfsiran baru menurut cara pandang orang-orang sekuler yang modern dan ilmiah. Ada penjelasan ilmiah mengenai sejarah Yesus, yang sesungguhnya ia tidak bermaksud mengatakan begitu. Itu sebuah kritik terhadap cara beragama atau cara memercayai Yesus yang oleh penafsiran modern berusaha melucuti mitologinya, dan hanya meninggalkan bukti-bukti ilmiah yang tidak banyak memberi makna.
Film ini hadir di tengah masyarakat Kanada, dan juga belahan dunia lainnya sedang giat-giatnya memodernisasi diri. Sekularisasi sedang merambah ke berbagai negara Kristen atau yang lainnya di masa itu. Menurut Arcand, ketika film ini sedang dipersiapkan, orang-orang yang terlibat di dalamnya justru seperti dibawa masuk ke dalam dunia cerita, yang meski sudah lama diketahui tapi sesuatu mereka rasakan ketika itu.
“Keajaiban itu luar biasa! Kami akhirnya memiliki kesempatan untuk menceritakan sebuah kisah yang kita semua tahu, untuk menafsirkan kembali salah satu mitos dasar budaya Barat,” kata Arcand seperti dikutip Ron Burnettt pada artikelnya berjudul, “Denys Arcand – Jesus Of Montreal: A Discussion” yang termuat pada Melbourne Sunday Herald 29 Juni 1990.
Selama berabad-abad Yesus adalah orang Eropa. Arcand adalah seorang Quebecer, atau orang Quebec. Jadi, Jesus of Montreal merefleksikan kekristenan, terutama Katolik orang-orang Quebec. Kristen Katolik hadir di sana pada awal abad 17 bersamaan dengan kolonialisme Perancis. Tampaknya, meski tersamar, Jesus of Montreal adalah juga kritik terhadap dominasi Kristen Barat.
Menurut Burnnet, Arcand adalah seorang yang tertarik dengan absurditas kehidupan. Soal tragedi dan komedi kehidupan sehari-hari yang saling tumpang tindih. Kehidupan gemerlap, konsumerisme, video porno, alkitab, Yesus, dan lain sebagainya. Bagi Arcand, media memainkan peran jahat dalam budaya kita. Dan tokoh Daniel/Yesus dalam filmnya itu menjadi media untuk mengeksplorasi kompleksitas itu.
Film-film Arcand adalah refleksi diri dan pengalamannya. Pesan-pesan di setiap film direkonstruksi dari kehidupannya. Sebagai seorang Quebec, beragama Katolik yang pernah mengalami krisis identitas di tengah sekularisasi.
“Ada sesuatu dalam diri saya dalam semua film saya. The Decline of the American Empire (1986) dan Jesus of Montreal mencerminkan pengalaman saya sendiri dengan seksualitas dan agama. Saya dibesarkan di pedesaan Quebec. Saya dididik oleh para Yesuit dan saya telah menjalani masa dewasa saya hidup di kota kosmpolitan. Saya membuat karakter yang merupakan totalitas dari pengalaman ini, ” kata Arcand.
Arcand tampaknya mau menyajikan sebuah pesan kritik. Budaya konsumerisme telah menghilangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Demikian pula dengan agama yang telah dikomersialisasi dan dipolitisasi, telah mengalami kehilangan esensi.
“Tentu saja, Dia (Yesus, red) terbunuh tetapi paling tidak sebelum itu Dia mengatakan sesuatu yang sangat penting dan suaranya telah bergaung selama berabad-abad. Yesus saya di Montreal juga mati. Tetapi dia mencoba untuk memprotes, mengatakan sesuatu yang berbeda dan dia hampir berhasil,” kata Arcand.
Hal yang paling bermakna dari film ini adalah reinterpretasi terhadap sengsara dan makna kematian serta kebangkitan Yesus itu sendiri. Jesus of Montreal merekonstruksi makna penting dari kebangkitan Yesus. Organ tubuh-tubuh Daniel telah dibagikan kepada orang-orang yang hampir kehilangan harapan karena tubuh sedang sakit, sedang melewati masa-masa sulit di ambang kematian. Bukankah sengsara dan kebangkitan Yesus adalah memberi harapan bagi mereka yang tertindas, rentan karena struktural kekuasaan yang tidak adil dan terpinggir oleh moralitas semu?
Arcand sepertinya memahami, kematian dan kebangkitan Yesus dalam maknanya yang otentik adalah perjuangan gereja dan orang-orang Kristen untuk melestarikan kehidupan bersama. Sebuah kritik yang semakin relevan di tengah gereja dan kekristenan yang terancam kehilangan orientasi karena kemapanannya. Yesus dalam drama di film Jesus of Montreal digambarkan sebagai orang yang ditolak oleh gereja itu sendiri. Sebuah ironi.
“Itulah sebabnya, di akhir film, matanya dan hatinya disumbangkan untuk transplantasi. Setiap hal selalu dimulai lagi, hidup adalah perjuangan abadi dan suara-suara protes harus selalu dibangkitkan, ” tandas Arcand.(*)
Editor: Daniel Kaligis