Published
1 year agoon
3 Juni 2023
“Banyak cerita mistis yang melegenda di jalan Trans Sulawesi penghubung Kawangkoan dan Tumpaan itu. Salah satu juga yang sempat jadi teror besar di desa Rumoong, Lansot dan sekitarnya, yaitu ‘Noni Belanda’. Seorang putri cantik dari keluarga pejabat Belanda yang konon tinggal di zaman Distrik Rumoong, dan menjalin hubungan khusus dengan salah satu Putra Rumoong. Dua insan itu saling jatuh hati dan berhubungan secara diam-diam…”
Penulis: Hendro Karundeng
MENATAP rendah awan di antara jalan dari Desa Rumoong Atas ke arah Wuwuk. Tepat di mana orang biasa mampir sejenak tuk melepas lelah sehabis berkebun di beberapa titik perkebunan milik warga, sekitar Bukit Terende’ dan Lembah Tinana’.
Jaraknya kurang lebih 100 meter dari pintu setapak jalan Perkebunan Ruru’men. Tempat indah itu di bahu jalan dengan panjang sekitar 100 meter. Dari titik ini, terlihat rendah persawahan petani Perkebunan Malapa’. Dari kejauhan, setiap mata bisa mengintip indahnya Teluk Amurang.
Ratusan pohon serta tumbuhan liar mengelilingi daerah ini. Tak jarang, kicauan burung berharmoni siulan merdu menemani setiap pasang telinga yang singgah walau sejenak.
Duduk 10 hingga 15 menit di tempat ini, ada rasa lega. Belaian angin menyentuh sejuk, seakan menghapus rasa dahaga. Walau kendaraan roda dua maupun roda empat tak henti lalu-lalang di jalan itu, pikiran bahkan raga terasa tenang.
Bukit yang dianggap ‘hidup’ menurut cerita turun-temurun warga sekitar, bukit yang dianggap sebagai pelindung dari marabahaya yang akan menimpa desa, penghalang badai hingga pelindung dari bencana. Tempat yang juga dianggap sebagai rumah dari Opo Mamarimbing, seorang leluhur yang dianggap ‘Tona’as’ atau panglima dari masyarakat Tontemboan, Minahasa.
Banyak cerita mengenai bukit tinggi yang jadi pucuk wilayah Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan ini. Tempat yang biasa disebut ‘Temboan’ bagi warga Rumoong Atas. Temboan sendiri memiliki arti ‘dari ketinggian’.
Ada juga yang menyebutnya ‘Bukit Tiga Jagoan’. Nama itu mulai melekat usai peristiwa kecelakaan tiga orang pemuda sekitar tahun 1980-an, yang jatuh ke bawah jurang Bukit Tareran. Menurut cerita warga Rumoong Atas, arwah dari tiga orang pemuda itu masih terus menempati jurang tersebut. Bahkan sering berkeliaran dan sempat menakut-nakuti warga sekitar. Menampakkan diri ke para pengendara yang melintas, juga mengganggu para petani yang lewat di wilayah itu. Sampai sekarang, masih banyak warga yang berkisah, menemui mu’kur ‘Tiga Jagoan’, sekilas, saat lewat di sana.
Banyak cerita mistis yang melegenda di jalan Trans Sulawesi penghubung Kawangkoan dan Tumpaan itu. Salah satu juga yang sempat jadi teror besar di Desa Rumoong, Lansot dan sekitarnya, yaitu ‘Noni Belanda’. Seorang putri cantik dari keluarga pejabat Belanda yang konon tinggal di zaman Distrik Rumoong, dan menjalin hubungan khusus dengan salah satu Putra Rumoong. Dua insan itu saling jatuh hati dan berhubungan secara diam-diam. Para milenial biasa menyebut backstreet. Cara itu ditempuh keduanya dikarenakan terhalang status sosial mereka.
Sekian lama hubungan itu dipelihara diam-diam, hingga suatu ketika diketahui oleh pihak keluarga masing-masing. Tekanan besar datang dari berbagai arah. Si pria benar-benar ditolak. Kondisi itu membuat dua insan yang dimabuk cinta menjadi kalut. Mereka tak ingin terpisah.
Kisah tragis pun menutup perjalanan cinta Putra Rumoong dan Noni Belanda. Si laki-laki melakukan hal di luar dugaan. Dia membunuh wanita yang sekian lama menjadi teman spesial, teman memadu kasih. Memukulnya dengan balok yang terbuat dari batang kelapa, hingga meninggal dunia. Setelah itu, ia memanjat pohon kelapa yang tinggi dan menjatuhkan diri hingga kematian menjemputnya. Menyusul sang pujaan hati ke alam baka.
Romantis memang kisahnya. Bagai dongeng Romeo dan Juliet, tapi versi warga Rumoong Atas. Menurut cerita warga sekitar, sejak itu arwah Noni Belanda meneror mereka. Puluhan tahun lamanya teror itu membekap masyarakat. Ia sering ‘ba tunjung’ ke para remaja desa, hingga mereka ketakutan sampai berujung sakit. Kadang jiwa itu muncul, menjelma menjadi hewan seperti babi putih yang masuk ke rumah-rumah warga, menjadi angsa putih bercahaya yang muncul di tengah sawah milik warga. Bahkan ada yang pernah melihatnya berkendara dengan dokar beroda empat berhiaskan lampu-lampu serba putih, melewati jalan di Bukit Temboan itu.
Kisah mistis lain yang terekam dalam ingatan warga sekitar, teror tapak kuda. Ada kisah tentang suara tapak kuda yang terdengar di sepanjang jalan Bukit Tareran. Sejumlah warga Rumoong Atas bercerita, mereka pernah mengalami langsung hal itu. Kala hari berganti malam, terdengar bunyi puluhan tapak kuda ribut berkeliaran di jalan aspal Temboan, Gunung Tareran.
Berbagai cerita memang terkesan mistis dan horor, tapi ada fakta yang tak bisa diabaikan. Temboan menyimpan banyak keindahan. Pemandangan menarik yang tersaji mampu mengubur cerita-cerita menyeramkan di tempat itu. Banyak yang dilupakan warga seiring perkembangan zaman. Bergulirnya waktu terus-menerus, menelan kisah-kisah seram itu.
Daerah Temboan juga biasa dikenal masyarakat dengan ‘Pemancar’. Nama itu mulai akrab di warga sekitar Tareran, sejak tower pemancar TVRI berdiri di kawasan itu puluhan tahun silam. Tower setinggi kira-kira 150-an meter itu sampai sekarang masih berdiri kokoh di puncak Bukit Tareran.
Sangat disayangkan, bukit indah yang menculang tinggi, menggambarkan betapa megahnya Bukit Tareran, justru jadi tempat pembuangan sampah. Titik terbaik untuk menikmati pemandangan alam ke arah Barat, Teluk Amurang itu sudah kurang labih 20 tahun menjadi lokasi pembuangan sampah masyarakat dari berbagai tempat.
Tempat berhawa sejuk, namun beraroma busuk akibat sampah.
“Yah, mau bagaimana lagi? Kami kan di sini belum mempunyai tempat pembuangan sampah resmi, jadi banyak yang datang membuang sampah di sini. Karena ini lumayan jauh dari pemukiman dan berjurang,” ujar seorang petani asal Rumoong Atas, yang baru melintas dari arah Perkebunan Tinana’.
Sedih rasanya, salah satu spot terindah di Tareran itu harus menampung limbah masyarakatnya sendiri. Tempat favorit anak muda wilayah Tareran ini harus rusak akibat kurangnya kesadaran warga dan lalainya pemerintah setempat.
Walau demikian, hingga kini warga masih sangat membanggakan tempat yang dianggap hidup itu. Karena sumber daya alam sekitar mampu menghidupi warga Tareran, khususnya Rumoong Atas, Lansot, Lapi, Wuwuk dan sekitarnya.
Film Mariara: Pertarungan Interpretasi Iman dan Ancaman Penghayat Kepercayaan
Menjadi Penjaga Tradisi di Era Disrupsi, Refleksi Syukur Pinaesaan ne Kawasaran
Rezim Jokowi Berakhir, Masyarakat Adat Kembali Nyatakan Sikap
Melahirkan Kader Marhaenis di Wale Mapantik
Arnold Baramuli dan Bumi Beringin
Memulung Hikmat di Kobong Om Tani Langowan