Published
6 years agoon
By
philipsmarx24 Januari 2019
Oleh: Febriani Sumual
kelung.com – Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Koalisi Sipil yang terdiri dari, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), KontraS, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan bahwa keputusan untuk tidak memilih di Pemilihan Umum (Pemilu) bukan tindakan melanggar hukum.
Penyataan ini muncul akibat anggapan bahwa kemunculan kelompok golongan putih (golput) yang tidak mendukung dua pasang calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) sebagai sesuatu yang buruk atau tidak patut. Padahal dalam kehidupan demokrasi, tidak memilih juga hak, seperti halnya memilih dan setiap orang memiliki kebebasan dalam menjalankan hak pilihnya. Terkait dengan kasus tersebut, pada Rabu, 23 Januari 2019, Koalisi Sipil menggelar konferensi pers dan mendeklrasikan “Golput dan Kampanye Golput Bukan Pidana”.
Menurut Anggara, Direktur Eksekutif ICJR menyatakan pemilih yang memutuskan golput tidak bisa dikenai pidana karena bukan pelanggaran hukum. Demikian pula kegiatan mengampanyekan golput, kata dia, tidak bisa begitu saja dianggap melanggar hukum.
“Baik memilih atau pun tidak memilih, keduanya sama-sama merupakan bagian dari hak politik warga negara,” kata Anggara, seperti dikutip dari Tirto.
Ia juga mengingatkan Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin setiap warga negara mempunyai kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya. Menurut Anggara, turunan dari hak tersebut salah satunya adalah hak menyatakan pilihan politik di pemilu.
Koalisi Sipil menilai kehadiran kelompok yang tak memihak kedua pasangan politisi itu seharusnya dibaca sebagai ekspresi protes atau penghukuman terhadap mekanisme penentuan capres-cawapres oleh partai politik yang masih didominasi pertimbangan politik praktis dan mengesampingkan nilai-nilai seperti integritas individu, ataupun rekam jejak yang bersih, anti-korupsi, dan berpihak pada hak asasi manusia.
Dalam siaran pers yang dirilis, Koalisi ini menekankan bahwa posisi seseorang atau kelompok orang yang memilih untuk tidak memilih sama sekali bukan pelanggaran hukum dan tak ada satupun aturan hukum yang dilanggar. Karena Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak melarang seseorang menjadi golput.
Pidana dalam pemilu pada dasarnya mengatur mengenai kemungkinan golongan putih (golput), namun berdasarkan pasal 515 UU Pemilu, unsur-unsur pidana diatur dengan jelas kepada siapa pidana itu diberlakukan.
Pasal 515 UU pemilu berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
Dengan demikian, jelas sudah unsur pidana yang masuk kualifikasi seseorang dikenakan pidana yaitu, dengan sengaja pada saat pemungutan suara dan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih.
Menurut Arip Yogiawan, yang dipidana itu bukan orang yang golput atau menggerakan orang golput tapi yang menjanjikan atau memberikan uang untuk golput.
“Dengan unsur ini, maka yang dapat dipidana hanya orang yang menggerakkan orang lain untuk golput pada hari pemilihan dengan cara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya. Kalau hanya sekadar menggerakkan orang untuk golput, tidak dapat dipidana,” tegas Yogiawan yang merupakan Ketua Bidang Jaringan dan Kampanye YLBHI, seperti dilansir dari Rumah Pemilu.
Di akhir siaran pers tertulis, Koalisi Sipil menegaskan bahwa mengambil sikap golput di dalam Pilpres 2019 adalah hak politik warga negara sepenuhnya dan bukan pelanggaran hukum. Demikian juga dengan menyebarluaskan gagasan atau ekspresi tentang pilihan politik ini. Apabila nantinya terjadi penyelidikan untuk kasus seperti ini, maka penting untuk memastikan unsur-unsur pidana dalam pasal 515 UU Pemilu harus diimplementasikan dengan ketat. Penggunaan pasal ini bagi mereka yang Golput atau melakukannya ekspresi politiknya dengan berkampanye Golput adalah pelanggaran serius bagi hak konstitusi negara.(*)
Editor: Andre Barahamin