Published
6 years agoon
By
philipsmarx24 Februari 2019
Oleh: Andre Barahamin
kelung.com – Seorang komandan senior militer Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) atau Tentara Penyelamat Rohingya Arakan, yang juga dikenal dengan nama Harakah al-Yaqeen, tewas pada Jumat pagi (22/02) dalam sebuah “baku tembak” dengan unit khusus polisi Bangladesh, Rapid Action Batallion (RAB), di sub-distrik Teknaf di Cox’s Bazar, Bangladesh.
ARSA hingga kini belum membuat pernyataan tentang kematian komandan sekaligus pelobi utama dalam pengumpulan mereka, Nurul Alam.
Menurut Tatmadaw, Alam dituduh terlibat dan atau merencanakan, sejumlah kejahatan serius, termasuk pembunuhan. Alam dituduh sebagai otak di balik berbagai tindak kekerasan yang dilakukan ARSA di wilayah etnis Rohingya di negara bagian Arakan dan juga di wilayah Bangladesh sejak 2016. Salah satu peristiwa yang cukup menyita perhatian adalah penjarahan senjata dari sebuah badan keamanan Ansar dekat kamp Nayapara yang menjadi penampungan etnis Rohingya di Tekhnaf, Bangladesh pada Mei 2016. Komandan batalyon Ansar terbunuh dalam insiden itu.
Ansar Bangladesh adalah pasukan tambahan paramiliter yang berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri dan bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan penegakan hukum.
RAB telah menyelesaikan penyelidikannya dalam kasus ini pada Agustus 2017 dan mengajukan dakwaan ke pengadilan hakim setempat. Tapi penyelesaian kasus tersebut masih tertunda hingga berita mengenai operasi penggrebekan yang berujung pada kematian Alam diketahui publik pada Jumat, 22 Februari lalu.
Juru bicara RAB Batalyon 7, Mimtanur Rahman, mengkonfirmasi pada hari Jumat pagi (22/02) bahwa mereka sedang melakukan penggerebekan di sebuah tempat bernama Damdamia yang terletak di sub-distrik Teknaf. Menurut Rahman, operasi yang dimulai sekitar pukul 4 pagi tersebut akhirnya berujung pada baku tembak dengan “sebuah kelompok bersenjata” pada pukul 5 pagi saat mereka diserang. Sebagai pembalasan, mereka melepaskan tembakan dan satu orang terbunuh.
“Korban tewas sedang bersiap untuk melakukan perampokan bersama dengan sejumlah orang lain,” tambah Rahman.
Dalam pernyataannya kepada media, RAB menyatakan bahwa tim operasional mereka telah bertukar tembakan dengan sekelompok “perampok” di mana “salah satu pemimpinnya”, yang merupakan warga negara Myanmar bernama Nurul Alam, terbunuh. RAB juga mengumumkan bahwa mereka menyita dua pistol “buatan luar negeri”, dua buah majalah dan 13 peluru dari tempat kejadian.
Dalam sejumlah video yang dirilis di media sosial sejak 2016, Nurul Alam memang terlihat memegang senapan mesin dan berdiri di samping pemimpin ARSA, Ataullah abu Ammar Jununi.
RAB memang sejak awal telah menuduh bahwa perampokan dan pembunuhan senjata yang terjadi di tahun 2016 dilakukan oleh sembilan orang, di mana salah satunya adalah Alam.
Para penyelidik mengatakan kepada surat kabar harian New Age yang berbasis di Dhaka pada Agustus 2016 bahwa senjata api dan amunisi yang dijarah dalam perampokan tersebut dibawa ke Maungdaw yang berada di perbatasan dengan Myanmar. Mereka meyakini bahwa pelaku pencurian amunisi dan senjata di dekat Nayapara dilakukan oleh sekelompok kecil ekstremis kecil yang bermarkas di Maungdaw.
RAB mengklaim bahwa mereka menangkap Alam di daerah Kutupalong, Cox’s Bazar pada 28 Februari 2017. Pada bulan Maret tahun yang sama, berdasarkan informasi yang diberikan oleh Alam, mereka menemukan enam senapan mesin ringan di daerah yang sama di Bandarban. Pada Januari 2017, dua ‘dalang’ perampokan itu – Khairul Amin dan Tuan Abul Kalam Azad – ditangkap bersama dengan beberapa senjata yang dijarah dan amunisi di hutan-hutan pedalaman Distrik Bandarban.
Komandan RAB wilayah Teknaf, Letnan Mirza Shahed Mahtad mengatakan Alam telah dipenjara selama setahun sampai dia dibebaskan dengan jaminan.
“Sejak itu, dia melarikan diri dan bersembunyi di daerah berbukit di sekitar kamp Shalban dan Muchini di Nayapara,” kata Mirza. “Dia terlibat dalam empat atau lima pembunuhan baru-baru ini di dalam kamp Rohingya termasuk para sukarelawan yang sebelumnya membantu penegak hukum untuk menangkapnya.”
Inspektur Polisi senior untuk wilayah Teknaf-Ukhia, Nihad Adnan Taian, mengatakan bahwa mereka telah memeriksa catatan Alam dan menemukan “bukti kuat” keterlibatannya dalam sejumlah pembunuhan.
Di Myanmar, ARSA dianggap bertanggungjawab atas serangan yang terjadi pada 25 Agustus 2018. Serangan tersebut menyasar pos-pos keamanan di Negara Bagian Rakhine yang memicu tindakan keras Tatmadaw. Akibatnya, lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri dan menyeberangi perbatasan menuju berbagai kamp pengungsi di Bangladesh.(*)
Editor: Denni Pinontoan