Published
6 years agoon
By
philipsmarx10 Januari 2019
Oleh: Andre Barahamin
kelung.com – Kondisi negara bagian Rakhine di Myanmar semakin memburuk. Diprediksi bahwa konflik bersenjata akan pecah dalam beberapa hari ke depan. Hal ini tampak dari pengerahan tentara nasional Myanmar (Tatmadaw) dalam jumlah besar ke daerah tersebut. Mobilisasi ini adalah respon Tatmadaw terhadap serangan Tentara Arakan (Arakan Army) pada Jumat, 4 Januari 2019 lalu.
Tentara Arakan, kelompok bersenjata berbasis etnis, baru-baru ini melancarkan serangan bersenjata terhadap empat pos penjagaan perbatasan di kota Buthidaung yang terletak di bagian barat Myanmar. Serangan tersebut dilakukan bersamaan dengan perayaan hari kemerdekaan Myanmar ke 71. Aksi tersebut menewaskan tiga belas polisi dan sembilan lainnya dilaporkan mengalami cedera serius. Lusinan senjata dan ratusan amunisi berhasil direbut oleh Tentara Arakan.
Mayor Jendral (Mayjen) Tun Myat Naing, dari Tentara Arakan dalam konferensi persnya di Laiza yang terletak di negara bagian Kachin mengatakan bahwa penyerangan tersebut adalah respon atas provokasi Tatmadaw. Kepada Irrawady, Tun Myat Naing menjelaskan bahwa polisi di pos-pos perbatasan tersebut melakukan kesalahan dengan membantu Tatmadaw melakukan serangan terhadap Tentara Arakan di Rathedaung, Buthidaung, Kyauktaw dan Ponnagyun.
Tentara Arakan juga menuduh bahwa polisi dan Tatmadaw telah menggunakan masyarakat sipil sebagai barikade hidup saat melancarkan serangan. Tun Myat Naing mengatakan bahwa pihaknya memiliki bukti bahwa Tatmadaw dan polisi juga memaksa penduduk untuk melakukan ronda malam. Tidak hanya itu, masyarakat sipil juga dipaksa untuk menyediakan makanan ketika aksi ofensif tersebut berlangsung.
Menurut Mayjen Naing, serangan mematikan Tentara Arakan memiliki legitimasi sebagai jawaban atas penindasan terhadap rakyat Arakan. Sebagai kelompok bersenjata yang memperjuangkan otonomi etnis Arakan, Naing menilai bahwa Tentara Arakan bertanggungjawab untuk memastikan lenyapnya penindasan etnis Bamar terhadap etnis Arakan.
Klaim Tentara Arakan ini berhasil dikonfirmasi oleh Irrawady yang menemukan bahwa Tatmadaw juga memaksa penduduk sipil sebagai pemandu jalan di hutan. Mereka yang menolak untuk bekerjasama dengan Tatmadaw akan mendapatkan penyiksaan fisik dengan dipukul tongkat kayu.
Presiden Myanmar, U Min Myint segera merespon serangan Tentara Arakan dengan menghelat pertemuan terbatas pada Senin pagi, 7 Januari. Rapat tersebut ikut dihadiri oleh Aung San Suu Kyi yang saat ini menjabat sebagai Kanselir dan Komandan Utama Kementerian Pertahanan, Jendral Min Aung Hlaing.
Juru bicara pemerintah, U Zaw Htay kepada media mengatakan bahwa Presiden telah menginstruksikan agar Kementerian Pertahanan untuk menambah jumlah personil militer di lokasi-lokasi yang diserang oleh Tentara Arakan. Dalam konferensi pers yang dihelat sore hari usai rapat terbatas tersebut, pemerintah menuduh bahwa serangan tersebut membuktikan kaitan antara Tentara Arakan memiliki hubungan dengan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (TPRA).
Klaim ini memicu kemarahan berbagai organisasi masyarakat Arakan. Partai Nasional Arakan mengeluarkan pernyataan yang membantah tuduhan U Zaw Htay. PNA mengatakan bahwa tidak ada satupun organisasi politik Arakan yang berhubungan dengan TPRA.(*)
Editor: Gratia Karundeng