Published
1 year agoon
By
Admin17 Juli 2023
Penulis : Raiza Makaliwuge
SENIN, 17 Juli 2023, sekira pukul 11:00 Wita, terdengar teriakan sekelompok orang di depan kantor Wali Kota Manado. Massa berorasi, menuntut keadilan kepada pemerintah.
Mereka adalah para korban penggusuran di Kelurahan Singkil Dua, Kecamatan Singkil, Kota Manado, Sulawesi Utara. Para korban datang meminta untuk menghentikan penggusuran, karena menurut mereka Pemerintah Kota (Pemkot) Manado belum memberikan solusi atas penggusuran enam belas kepala keluarga yang terjadi di hari Senin, 10 Juli 2023 lalu.
Warga menegaskan, penggusuran dilakukan sepihak tanpa pertanggung jawaban dari Pemkot Manado.
Warga juga mengeluhkan, akibat penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Manado, mereka kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan.
Nada keluh itu seperti yang terdengar dari Risna. Menurutnya, penggusuran di hari Senin lalu, selain membuat warga kehilangan tempat tinggal, juga membuat trauma anak-anak mereka.
“Ada juga anak kami yang trauma karena alat berat, deng ada juga yang saki,” keluh Risna.
Ia juga menjelaskan, mereka hanya meminta solusi berupa relokasi rumah dan tanah dengan cuma-cuma atau dicicil dengan harga murah.
Selain relokasi rumah, warga meminta ganti rugi atas rumah dan benda-benda berharga yang rusak.
“Selain dari relokasi rumah, torang juga meminta untuk ganti rugi. Karena banya torang pe barang-barang so ancor. Deng sekarang torang so nda kerja jadi so nda ada penghasilan, kurang jaga ba utang di warong. Jadi torang minta pemerintah kase akang ganti rugi,” keluh Iron Hasan.
Warga pun menagih janji kampanye dari Wali Kota Manado Andrei Angouw pada saat kampanye pemilihan Wali Kota Manado di 2020 lalu, berupa relokasi rumah yang layak untuk warga yang rumahnya akan digusur.
Menurut mereka, solusi yang diberikan Pemkot Manado untuk relokasi rumah yang ada di Pandu, tidak sesuai dengan harapan. Karena rumah yang akan diberikan Pemkot Manado sudah ada yang punya sebelumnya dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
Tetap Bertahan di Lokasi Penggusuran
Pasca penggusuran yang terjadi di hari Senin, 10 Juli 2023 lalu, warga yang menjadi korban masih bertahan dan meminta solusi kepada Pemkot Manado.
Korban juga meminta Pemkot Manado, Wali Kota Andrei Angouw agar bisa bertemu tatap muka dengan warga dan membicarakan tentang nasib mereka.
Enam belas kepala keluarga yang rumahnya sudah digusur mengaku bahwa kini mereka bingung untuk ke mana.
Sementara menunggu solusi dari Pemkot Manado, mereka menumpang tinggal sementara kepada keluarga terdekat dan tetangga yang rumahnya belum digusur.
Warga Singkil Dua, Kecamatan Singkil, Manado ini juga mengeluhkan bahwa sampai saat ini mereka belum mendapatkan solusi dari pemkot Manado.
Sama seperti yang dikeluhkan Efta Tatontos. Ia mengaku akan mendukung penuh apa yang menjadi program pemerintah, akan tetapi pihaknya meminta agar mendapatkan solusi terbaik dari pemerintah.
“Kami juga meminta supaya pemerintah kota Manado bisa memberikan kami tanah secara cuma-cuma atau memberikan tanah dengan bayar menyicil dengan harga murah,” keluh Penatua Efta, Jumat, 14 Juli 2023.
Beribadah di Rumah yang Sudah Digusur
Pantauan di lokasi penggusuran, Kamis, 13 Juli 2023, warga terlihat masih tetap melaksanakan kegiatan ibadah di salah satu rumah yang menjadi korban penggusuran.
Walaupun rumah sudah digusur, mereka tetap melaksanakan ‘ibadah kolom; di tempat itu.
Pimpinan jemaat di wilayah itu, Penatua Efta Tatontos mengatakan, “Ibadah memang terjadwal bertempat di rumah saya, walaupun so dapa gusur tetap torang musti bekeng ibadah.”
Ia juga menambahkan, dirinya dan jemaat berharap bantuan dari Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM agar dapat membantu jemaat yang menjadi korban penggusuran
“Untuk kelancaran pelayanan jemaat yang ada di kolom, harus tetap tinggal bersama di lingkungan yang sama, tidak tinggal berpencar seperti sekarang setelah penggusuran,” keluh Tatontos.
LBH Manado Minta Pemerintah Hentikan Penggusuran
Senin, 10 Juli 2023, puluhan aparat gabungan Satuan Polisi Pamong Praja, Polisi dan TNI, melakukan penggusuran terhadap bangunan tempat tinggal warga Singkil, Manado.
Penggusuran itu dianggap dilakukan secara paksa dan tanpa dasar hukum yang jelas, sehingga mengancam hak hidup dan hak atas tempat tinggal yang layak warga Singkil.
Direktur YLBHI-LBH Manado, Frank Kahiking, mengatakan warga sudah menetap dan bertempat tinggal di lokasi tersebut sejak tahun 1980-an.
Mereka bekerja sebagai buruh lepas, pedagang, dan pembantu rumah tangga. Akan tetapi, Pemerintah Kota Manado mengklaim kepemilikan bidang lahan yang ditempati warga anpa dasar hukum yang jelas.
Pemkot Manado mengaku telah menerima hibah lahan itu dari Pemprov Sulut yang menguasai lahan dengan Hak Pakai yang terbit tahun 1990.
Nyatanya, dalam 30 tahun terakhir warga tidak menemui adanya aktivitas penguasaan atas lahan tersebut oleh pemerintah daerah. Bahkan sampai saat terjadinya penggusuran, pemerintah tidak pernah menunjukan bukti penguasaan lahan kepada warga yang digusur.
“Warga hanya menerima surat pengosongan lahan sejak bulan Mei hingga Juli 2023,” ungkap Kahiking.
Ia menilai penggusuran paksa yang diduga dilakukan oleh Pemerintah Kota Manado dengan menggunakan puluhan aparat Satpol PP, Polisi dan TNI merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
LBH Manado lewat siaran pers mengatakan bahwa tindakan itu juga merupakan bentuk perbuatan melawan hukum, karena dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan didasari pada klaim yang tidak jelas.
LBH Manado pun meminta pertama, kepada Pemerintah Kota Manado untuk segera menghentikan segala bentuk penggusuran paksa terhadap warga di Lingkungan III, Singkil Dua, Kecamatan Singkil, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Kedua, kepada Kapolresta Manado dan Kasatpol PP Kota Manado untuk segera menarik seluruh aparat dari lokasi penggusuran paksa terhadap warga di Lingkungan III, Singkil Dua.
Ketiga, meminta kepada Kapolda Sulut menindak tegas aparat yang melakukan tugas dengan menggunakan kekuatan secara berlebihan pada saat penggusuran paksa terhadap warga Lingkungan III, Singkil Dua.
“Keempat, kepada Pemerintah RI, Pemerintah Daerah Sulut, Pemerintah Kota Manado agar supaya mengambil tindakan nyata untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia warga Lingkungan III, Singkil Dua,” tegas Kahiking. (*)
Arnold Baramuli dan Bumi Beringin
Memulung Hikmat di Kobong Om Tani Langowan
Aroma Pelanggaran HAM Menyeruak Bersama Bau Busuk di Tanjung Merah
Mahzani, Bahasa Tombulu dan Festival Wanua Woloan
Gelisah Jurnalis di Sekolah Menulis Mapatik
Manuk A’pak: Menyegarkan Kebaikan Alam untuk Manusia di Mamasa