ESTORIE
Le Paria
Published
5 years agoon
By
daniel19 Mei 2020
Oleh: Daniel Kaligis
Lead ini terasa panjang bagi anda yang bukan Asia, atau bagi anda yang tinggal di Asia, namun terus saja memeluk dan menggenggam Barat sebagai keyakinan. Sore jauh di sana, dari jendela saya menatapnya, seraya menyanyikan Song for the Outsiders dalam nada O Ina Ni Keke
ADA yang terbuang, tersingkir, dan asing. Tak hanya bagi mereka: orang buangan, terjemahan untuk judul yang sementara anda nikamati. Tidak penting anda pernah terbuang. Atau, mungkin saya orang terbuang itu, entahlah.
Kenyataannya hingga saat ini saya berada di negeri seberang, bukan untuk urusan seperti yang terkisah dalam kitab sejarah perjuangan berdirinya sebuah negara, dalamnya bergelut penghiburan menyatukan banyak bangsa dan pembeda-pembeda yang terpaksa dipersatukan. Kita bersua kenyataan: Banyaklah yang terbuang. Identitas-identitas tertindas, lalu tumbuh dengan kesadaran palsu. Rantai penyeragaman cara pandang oleh sistem sekian lama menjadi beban yang dipikul sepanjang zaman, seumur hidup.
Walau, sekarang, regulasi membikian orang-orang tak boleh sembarangan ‘pulang’. Tidak bagi yang punya uang, mereka boleh bertualang, melancong ke mana-mana, lalu pulang. Berkebalikan dengan orang-orang yang menjadi miskin dan berutang.
Lebih miris lagi mereka yang beruang dan pura-pura miskin, terima bantuan. O, tentu para pengembat pemotong bantuan jadi sorotan, tukang korupsi yang memang sulit disembuhkan. Kata kawan, ini soal ‘malintuang’. Apa saja boleh dijadikan uang bagi mereka yang punya peluang.
Kami — perantau di negeri seberang — berbincang peluang dan uang, juga mengulas sistem: negara-negara pascacovid-19. Risky, Christ, Riando, dan saya. Dalam ruang ‘warong’ mengatur jarak, di tengah kami meja berderet dua, di atas meja ada gorengan pisang, sambal roa, gelas kopi, rokok dan tembakau shag Patron, mascotte cigarette paper, citrus – Iceland triple distilled vodka. Risky dan saya mengomentari tayangan video lama. Dia, Risky, fotografer yang lahir besar di tanah rantau, leluhurnya dari Langowan. Riando Warankiran, perantau dari Kayuwatu, Kakas. Di Makassar, Riando berbisnis jasa layanan kedukaan paket lengkap. Christ, lengkapnya Christofel Stallone Mait. Dia belum lama pindah dari Medan, Sumatera Utara, di sana dia mengurusi penjualan. Perantau dari Tomohon itu adalah Head of Sales Division at PT. Artaboga Cemerlang.
Kawan-kawan itu, bagi saya, mereka seumpama baja pengikir pedang, liat dan keras mengasah pemikiran.
Diskusi panjang lebar. Dari soal Wanua, kontestasi calon-calon penguasa, juga geopolitik. Riando menyinggung perdebatan politik di berbagai bangsa, dan soal federalisme. Christ bercerita pengalaman kerja dan perjalanannya di berbagai tempat. “Kita boleh bertidaksepakat, karena semua dikuasai sistem. Dalam banyak hal sistem memang punya kelemahan, dan pengalaman di negara kita yang jumlah pulaunya teramat banyak, tentu ada banyak sektor pelayanan yang belum terjangkau. Tapi, saya mau bilang, di Cina misalnya, orang-orang yang bekerja di pabrik dan industri itu mereka tempatnya sangat terbatas, semua dikontrol sistem dan tidak dapat ada pilihan selain tetap berada pada kontrol itu, terus bekerja, walau memang di sana semua ada jaminannya, soal kesehatan, lembur, cuti dan libur, tempat tinggal, dan seterusnya. Di Indonesia, dalam beberapa aspek, sistem kita masih longgar dan banyak kemudahan, itulah mengapa ada pekerja dari luar merasa jauh lebih baik bekerja dan tinggal di Indonesia dengan berbagai alasan,” tutur dia.
Saya malah melantur, seraya menggulung tembakau, saya bilang, “Tua-tua di wanua pe gaco ini tempo doeloe, kong torang iko akang. Villager sebut ini tabaku shag. Nae gunung sadia tabaku supaya lintah — hirudinea — nyanda ba tempel di bodi. Semangat di alam bebas, tumembo si endo wana sosor kakenturan: memandang matahari, langit, gulita, jurang, laut, mengepulkan asap mengusir penat.”
Risky, Christ, Riando, dan saya masih berdiskusi tentang ‘orang-orang terbuang’, lalu menertawai meme viral karena janji bantuan-bantuan, realokasi anggaran di berbagai lokasi di Indonesia, ‘Orang miskin pasrah menunggu didata, orang-orang pura-pura miskin terus menerus menjerit di media sosial dengan handphone androidnya’.
Larut siang jelang petang ketika itu, Senin, 18 Mei 2020. Dalam ruang ‘warong’ kami tetap mengatur jarak, hingga malam tiba, menata janji dari gadget, mencatat resume perbincangan, lalu kembali ke ruang kesibukan masing-masing.
Saya mengulang ‘Le Paria’, pembahasan terpisah dengan Riski dan Riando, obrolan lama di Toun Magazine dan Kotakita, serta beberapa situs yang kami kerjakan bersama. Kita sudah melangkah di 19, kenang bagi satu nama di Asia. Siapa dia? Nguyen Sinh Cung, terlahir 19 Mei 1890.
Dalam bincang, isu geopolitik dan isme kiri walau dipandang ‘haram’ bagi cakrawala awam, berkali-kali kami sentuh titik itu. Saya mengambil pembanding tokoh di Asia, isme, lalu dibantah. Meski, Riando sangat interest soal sosial dan kemanusiaan. Tak bosan kami mengulang isu-isu itu. Terkadang menyentil N-11.
Terkait paragraf di atas, isu ‘haram’, apakah rakyat tahu apa yang jadi bagian mereka? Katanya ada total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan pandemi sebesar Rp.405,1 triliun. Berikutnya, dari angka itu Rp.75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp.110 triliun untuk social safety net, Rp.70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp.150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.
Jangan-jangan isu itu menjadi ‘haram’ dan terbuang dari halaman rakyat. Penduduk berderet-deret menunggu jatah bantuan.
Negeri seberang sementara berkemas, Asia disorot dunia. Rakyat dalam negeri berkelahi terminologi dan mengulang-ulang social distancing, work from home, pembatasan sosial berskala besar, asumsi pertumbuhan melorot tajam, jalan dan lorong dipagari. Siapa mengerti pengumuman tercetak berbagai media menjadi penghalang angin dan ricuh membadai di media sosial. Berapa anggaran terbuang?
Mengumpul data, bertualang, itu saya. Mengulang, mempertajam. Kawan-kawan itu batu asah, bertukar pikir, dan saling menguntungkan. Le Paria, seumpama membaca sosialisasi, lalu bertanya, ‘pemerintah berkomitmen menjaga rakyat’ apakah komitmen ini termasuk ‘menjaga’ mereka yang terbuang dari data?
Sebelum membahas Nguyen, kita telusur orang-orang di sekitarnya. Salah satu ada pada berapa bait di bawah ini, dia Ioseb.
Di negeri ini, dalam rumahmu, dalam penat anda terkurung protap pandemi, anda mungkin saja tidak pernah mengenal siapa itu Ioseb Besarionis dze Jughashvili. Bukan karena Ioseb terlahir dari keluarga miskin asal Gori di Kekaisaran Rusia. Ketahuilah Ioseb mengawali karier revolusionernya jadi anggota Partai Buruh Demokrat Sosial Rusia yang berhaluan Marxis pada masa mudanya.
Sebagai anggota partai, Ioseb bekerja menyunting surat kabar partai, Pravda, dan menghimpun dana bagi faksi Bolshevik pimpinan Vladimir Lenin dengan cara merampok, melakukan penculikan, dan menjual jasa keamanan. Dia berulang kali ditahan, dan beberapa kali diganjar hukuman menjadi orang terbuang. Hidup dalam pengasingan dalam negeri. Namun, manakala kaum Bolshevik berhasil mengambil alih pemerintahan Rusia melalui Revolusi Oktober 1917, Ioseb menjadi anggota Politbiro, badan eksekutif partai komunis.
Ioseb itu kawan Nguyen. Menceritakan Ioseb karena dia berkegiatan di media, Pravda. Media itu adalah koran harian politik berbahasa Rusia yang diterbitkan Partai Komunis Federasi Rusia. Pravda diterjemahkan sebagai ‘Kebenaran’. Penerbitan Pravda dimulai oleh para revolusioner Rusia sebelum Perang Dunia I meletus, menjadi salah satu koran utama di Uni Soviet pasca-revolusi. Pravda merupakan bagian dari Komite Pusat Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia dan Partai Komunis Uni Soviet pada tahun 1912 hingga 1991. Nanti manakala Uni Soviet bubar, Pravda dihentikan penerbitannya oleh Boris Yeltsin.
Nguyen juga pernah terlibat dengan media. Nguyen bersama kelompok perantau dari Algeria, Senegal, India Selatan, dan Asia, orang-orang yang mengklaim ‘terbuang’ di Paris, medio 1921, mendirikan surat kabar mingguan Le Paria. Padahal, Nguyễn dan kelompoknya disatukan semangat nasionalisme dan perlawanan yang sama menentang komunisme.
Tahun 1923, ketika Nguyen bertandang ke Rusia, dia berkenalan dengan Ioseb.
Siapa sesungguhnya Ioseb? Nama Ioseb Besarionis dze Jughashvili lebih dikenal sebagai Josef Stalin. Ioseb dipandang tokoh terpenting abad dua puluh oleh pemujanya. Dia menjadi subyek kultus individu yang mewabah dalam gerakan Marxis-Leninis internasional. Ioseb dianggap pahlawan sosialisme dan kelas pekerja. Manakala Uni Soviet bubar, medio 1991, pengagumnya masih bertaburan di Rusia dan Georgia. Ioseb dianggap pemimpin yang jaya pada masa perang, dan berjasa membangun Uni Soviet menjadi kekuatan besar di mata dunia.
Di balik itu, rezim totaliter Ioseb dikutuk sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penindasan massal, pembersihan etnis, pelaksana hukuman mati bagi ratusan ribu orang, serta bencana kelaparan yang merenggut jutaan orang.
Kembali ke soal Nguyen. Menggulung kenangan, hitung mundur, jauh sebelum ia ke Paris 1920, lalu Rusia, 1923. Nguyen ada di negerinya, Vietnam. Di sana terkurung hukum kolonial, tertindas, dieksploitasi, negeri di mana penjara lebih banyak dari sekolah, opium, keterbelakangan ekonomi, memandang cakrawala bebas, kesetaraan, persaudaraan.
Tanah Leluhur Nguyen
Nguyen Sinh Cung, media lain menyebut original dia Nguyen That Thanh. Ketua Komite Sentral dari Partai Komunis Vietnam itu lahir Hoàng Trù. Nguyen mengganti namanya, Ho Chi Minh, bermakna ‘Dia yang menerangi’.
Hoàng Trù adalah kampung nelayan di tepi delta Sungai Mekong di mana Nguyen tumbuh. Lokasi itu punya catatan panjang. Dulu, wilayah itu dikenal sebagai Prey Nokor. Area kota sebelumnya rawa-rawa, selama berabad-abad dihuni bangsa Khmer, sebelum datang bangsa Vietnam. Tahun 1623, Raja Chey Chettha II dari Kamboja, mengizinkan pengungsi-pengungsi Vietnam melarikan diri dari perang saudara Trinh-Nguyen di Vietnam untuk menetap di wilayah Prey Nokor, dan membangun rumah adat di Prey Nokor.
Waktu bergulir, orang-orang Vietnam kian bertambah. Kerajaan Kamboja melemah karena peperangan dengan Thailand. Vietnamisasi menguat atas daerah tersebut. Prey Nokor berganti nama Saigon.
Medio 1698, Nguyen Huu Canh, bangsawan Vietnam, dikirim para penguasa Nguyen dari Hue untuk membangun struktur administratif Vietnam di sana. Terpisah dari Kamboja. Nguyen Huu Canh dianggap berjasa karena memperluas Saigon hingga menjadi sebuah permukiman penting. Sebuah benteng besar Vauban dinamai Gia Dinh telah dibangun, namun belakangan dihancurkan Prancis ketika pertempuran Chi Hoa.
Prey Nokor ditaklukkan Prancis pada 1859. Selama pendudukan Prancis di Vietnam, berdiri sejumlah bangunan bergaya klasik barat di sana. Prey Nokor yang juga dikenal sebagai Saigon dijuluki Hòn ngọc Viễn Đông, Paris di Timur, Paris Phương Đông, Mutiara dari Timur Jauh.
Sekian lama dijajah. Tahun 1954, Prancis dikalahkan komunis Viet Minh dalam Pertempuran Điện Biên Phủ. Prancis menarik diri dari Vietnam, tapi memberi dukungan kepada pemerintahan bentukan Kaisar Bảo Đại. Tahun 1950 Kaisar Bảo Đại menetapkan Saigon jadi ibu kota.
Mengenang Hoàng Trù, adalah mengingat tanah leluhur di mana sandiwara orang-orang terbuang, tersingkir, dan menjadi asing di negerinya. Kekerasan, pembodohan terstruktur, perebutan kuasa.
Ribu tahun dijajah, menjadi ladang pengurasan. Vietnam dikuasai Tiongkok sejak 110 Sebelum Masehi, lalu merdeka tahun 938. Kemudian abad sembilan belas jadi jajahan Prancis. Prancis menguasai Vietnam seraya menjalankan perang kolonial di Indochina mulai dari tahun 1840-an. Ekspansi Prancis untuk menandingi Britania Raya. Berebut wilayah menguras sumberdaya tanah jajahan, untuk dapatkan hasil bumi, rempah-rempah, untuk gerakkan industri di Prancis.
Bumi dikapling-kapling untuk persaingan industri. Rakyat berontak, lalu bertekuk lutut dan gagal. Tahun 1919, semasa Perjanjian Versailles dirundingkan, Nguyen pernah meminta untuk bersama-sama membuat perundingan agar Vietnam dapat merdeka. Permintaan Nguyen ditolak. Vietnam dan seluruh Indochina tetap ditindas Prancis.
Manakala Perang Dunia II berkobar, Vietnam dikuasai Jepang. Pemerintah Prancis Vichy, yakni rezim yang dikepalai Marsekal Philippe Pétain yang bekerjasama dengan Jepang — mengantar tentara ke Indochina sebagai pasukan berkuasa de facto di kawasan tersebut. Prancis Vichy tetap menjalankan pemerintahan hingga 1944.
Juang Nguyen
Pada situs columbia.edu — Ho Chi Minh (1890–1969): Major Events in the Life of a Revolutionary Leader, menuliskan yang mana Nguyen ke Saigon tahun 1911. Dia beroleh pekerjaan sebagai juru masak kapal uap Prancis. Selama dua tahun, dia berkeliling berbagai kota di Eropa, mendatangi Amerika, Afrika, dan pernah menetap sementara di London.
Nguyen dikenal dunia ketika berpidato di Tours, medio 1920. Di sana Nguyen mengumandangkan perlawanan terhadap imperialisme yang melakukan tindak kekerasan di Vietnam. Ini adalah iven kongres Partai Sosialis Prancis (SFIO). Di sana Nguyen berkehendak mengajak partai itu mendukung para penduduk lokal Vietnam yang tertindas. Sayangnya, kaum sosialis menghindari isu kolonialisme, sedangkan kaum komunis bersedia mempromosikan kebebasan nasional. Nguyen kemudian menjadi salah satu pendiri Partai Komunis Prancis.
Penulis Ian Birchall, di Jacobinmag.com, 30 September 2015, dalam tajuk ‘The Young Ho Chi Minh’, menyebut Nguyen adalah sosok penganut internasionalisme radikal. Nguyen bertualang, keluar dari negerinya, bekerja di sebuah kapal dan berlayar ke Eropa. Dia pernah tinggal di London, kemudian pindah di Paris.
Tahun 1921, seperti sudah saya sebut di atas tadi, Nguyen dan kelompoknya mendirikan mendirikan surat kabar mingguan Le Paria. Awalnya terbitannya memang berantakan sebab kurang dana. Namun media itu tetap dikerjakan penuh semangat. Nguyen menyatukan sekelompok kecil kawan yang berdedikasi, dan berkomitmen untuk perjuangan anti-imperialis.
Nguyen ke Rusia,1923. Di sana dia dilatih menjadi agen Komintern, Komunis Internasional. Komintern adalah suatu gerakan sosialis internasional yang memiliki agen di berbagai negara untuk menyebarkan revolusi, sosialisme, dan mengelola cabang organisasi komunis di luar negeri. Nguyen mendalami pemikiran Marxisme-Leninisme, berlatih teknik revolusioner di Communist University of the Toilers of the East. Tempat ini diketahui sebagai Sekolah Stalin.
Pada 1925, Nguyen pergi ke Canton, Cina. Di sana ia menjadi penerjemah bagi Mikhail Borodin, sesama agen Komintern, yang ingin menggerakkan revolusi sosialis di Cina. Nguyen dan Borodin membantu Chiang Kai-shek agar dapat menjadi penerus Sun Yat Sen. Semasa di Cina, Ho mengajak pengungsi Vietnam mendirikan Thanh Nien Cach Menh Dong Chi Ho. Ini adalah Pekumpulan Pemuda Revolusioner Vietnam, disebut Thanh Nien.
Nguyen kembali ke Rusia tahun 1927, menetap di negeri itu selama beberapa tahun. Beberapa kali dia mengunjungi Cina untuk merekrut anggota Thanh Nien.
Di Hongkong tahun 1930, Nguyen mendirikan Partai Komunis Vietnam atau Partai Komunis Indocina. Setahun kemudian dia ditangkap dan dipenjarakan pemerintahan Inggris karena terlibat dalam kegiatan revolusioner, selama dua tahun Nguyen mendekam dalam tahanan. Setelah bebas, Nguyen tinggal di Rusia hingga tahun 1938. Nguyen kemudian menjadi penasihat militer Partai Komunis Tiongkok saat Jepang melakukan invasi ke Cina.
Laste
Lama di negeri seberang, berjuang dan terus melawan bagi cita-cita orang-orang di tanah leluhurnya. Tiga puluh tahun meninggalkan Vietnam, Nguyen kembali 1941.
Viet Nam Doc Lap Dong Minh, dikenal juga sebagai Viet Minh, Liga untuk Kemerdekaan Vietnam didirikan Nguyen. Dalam liga itu, Nguyen merangkul para nasionalis Vietnam dan kelompok komunis yang mendukung kemerdekaan Vietnam. Mereka bersama berjuang melawan kolonial Prancis, dan melawan Jepang yang saat itu menduduki Vietnam.
Lapangan Ba Dinh, 02 September 1945, Nguyen mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokrasi Vietnam. Dia menjabat presiden pertama.
Sebagaimana dicatat History Learning Site, berdasarkan hasil perundingan Jenewa, Vietnam kemudian dibagi dua: Vietnam Utara – dipimpin Nguyen, dan Vietnam Selatan dikuasai Kaisar Bao Dai.
Meski, Nguyen tidak menyetujui adanya pemisahan wilayah Vietnam. Nguyen sempat menyatakan diri memiliki kekuasaan atas seluruh wilayah Vietnam dan memerintahkan Viet Minh dan pasukan Vietnam Utara untuk berjuang di daerah Vietnam Selatan yang dipengaruhi Amerika Serikat. Kemudian terjadilah perang saudara antara pendukung Nguyen — sebagian besar di Vietnam Utara, dan Vietnam Selatan di bawah pengaruh Amerika Serikat.
Vietnam ditekan embargo perdagangan Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, usai perang. Setelah itu, partner-partner perdagangan dengan blok-blok Komunis mulai surut. Mereka lalu berbenah, seperti yang pernah dikerjakan Indonesia, pembangunan terencana. Kolektivisasi pertanian, pabrik-pabrik dan modal ekonomi diterapkan, dan jutaan orang diperkerjakan pada program-program pemerintah. Untuk beberapa dekade, ekonomi Vietnam terganggu oleh ketidakefisienan dan korupsi dalam program-program negara, kualitas buruk dan di bawah target produksi dan pembatasan pada kegiatan perekonomian dan perdagangan.
Juang tak pernah mudah. Nguyen, pendiri ‘Orang Buangan’, Le Paria, kembali ke negerinya dan bergerilya. Dari hutan menyerbu kota, lalu menduduki.
Itu dia Nguyen, Ho Chi Minh, dia yang menerangi, orang buangan yang juga guru. Suka bercerita dengan penduduk, bercerita dengan anak-anak. Sebelum meninggal, Nguyen bilang supaya tubuhnya dikremasi, abunya disebarkan tanpa publikasi. Ketika dia meninggal, 02 September 1969, pukul 09.47 pagi, di usia 79 tahun, jasad Nguyen diawetkan, diletakkan dalam mausoleum Ho Chi Minh, di Lapangan Ba Dhin, Hanoi, dan terbuka untuk publik. Para pihak yang bertikai di seluruh Vietnam sepakat gencatan senjata selama 72 jam untuk mengenang Nguyen.
Dia rendah hati, santai dan sabar. Pernah mengajar di sekolah di kota Phan Thiet. Seperti Ioseb, Nguyen dipandang tokoh terpenting abad dua puluh di Asia sebab perjuangan dia untuk mengangkat harkat bangsanya yang dianggap ‘orang buangan’ oleh mereka yang mengklaim diri penguasa bumi.
Kota Saigon, dulu ibu kota Vietnam Selatan, diganti menjadi kota Ho Chi Minh untuk mengenang jasa Nguyen.
Nguyen, bagi saya adalah semangat. Dia pencetus Le Paria, orang buangan, perjuangannya adalah komitmen dan dedikasi mengawal kemanusian semesta, agar tak adalagi yang diperbudak atas dalih dan atas nama apa pun. (*)