Connect with us

BERITA

Liando: KPU Harus Waspadai KPPS Penyusup

Published

on

26 Maret 2019


Oleh: Rikson Karundeng


 

kelung.com – Panasnya konstelasi politik pemilu akhir-akhir ini mengharuskan penyelenggara untuk bekerja hati-hati dan serius. Seruan ini ditegaskan Ferry Liando, staf pengajar di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado.

Menurut Liando, ada banyak cara yang bisa dilakukan para celeg atau pun tim sukses untuk mendapatkan keuntungan elektoral. Termasuk mengintervensi penyelenggara ataupun menitipkan tim sukses menjadi penyelenggara.

“Hal yang harus dilakukan penyelenggara, baik KPU (Komisi Pemilihan Umum) atau Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) adalah perlu membuat pemetaan terkait pelanggaran yang berpotensi muncul dalam setiap tahapan. Misalnya saat sedang dalam tahapan akhir rekrutmen KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dan pengawas TPS (Tempat Pemungutan Suara). Proses ini berpotensi muncul,” tandasnya.

Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNSRAT ini mengungkapkan, ada begitu banyak celah pelanggaran yang bisa terjadi dalam proses tersebut. Ia pun menegaskan soal profesionalitas KPPS. Sebuah kerja berat yang harus dipikul KPU untuk menjaring secara ketat para penyelenggara di TPS.

“Sebab bisa saja tidak dilakukan dengan hati-hati sehingga bisa disusupi masyarakat yang bisa saja sebagai tim sukses dari caleg. Anggaran pemilu sekitar 24 triliun rupiah yang akan digunakan untuk pelaksanaan pemilu akan menjadi sia-sia kalau ternyata petugas KPPS tidak profesional,” ucapnya.

“Energi yang terkuras berdebat soal mekanisme dan prosedur pemilu tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada perhatian khusus bagi petugas KPPS,” sambungnya.

Liando juga mengungkap, pengalaman di Pemilu 2014, banyak pelanggaran terjadi di TPS karena profesionalisme KPPS yang buruk. Ada yang disebabkan karena kelalaian atau ketidaktahuan (human eror) dan ada yang terjadi karena kesengajaan (by design).

“Pemilu 2019 akan dilakukan secara serentak antara pemilihan DPR, baik DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan Kota, DPR RI, DPD RI dan Pilpres. Dengan demikian akan ada banyak formulir yang harus diisi oleh KPPS. KPPS harus menulis rekap pemilu sejumlah 16 rangkap untuk masing-masing partai. Belum lagi keperluan hitung cepat di dalam kotak, arsip KPPS, pengumuman di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPS), sehingga total menjadi 21 rangkap. Dan itu semua akan ditulis tangan,” papar Liando soal sederet tantangan yang akan dihadapi KPPS nanti.

Dari gambaran itu, ia memastikan jika KPPS tidak kuat fisik, umurnya sudah tua, kemungkinan akan kesulitan melakukan pengisian angka secara utuh.

“Ada kejadian di suatu daerah, karena waktu terbatas dan ketidakmampuan KPPS mengisi formulir, maka KPPS meminta saksi untuk mengisi sendiri. Dan yang terjadi adalah perbedaan data yang dimiliki saksi dengan hasil perhitungan di TPS,” beber Liando.

Ia juga menjelaskan, ada ketentuan baru bagi KPPS bahwa yang sudah dua kali menjabat sebagai KPPS tidak diperkenankan lagi untuk diterima menjadi KPPS dalam Pemilu 2019 ini. Dengan demikian akan ada KPPS yang sama sekali baru dan belum berpengalaman.

Di satu sisi, ruang bimbingan teknis (bimtek) bagi KPPS selama ini dinilai tidak efektif untuk menghasilkan penyelenggara yang benar-benar berkapasitas.

“Kegiatan bimtek selama ini kerap tidak efektif karena tidak semua KPPS dalam satu TPS diikutsertakan dalam bimtek. Paling hanya ketuanya. Sementara mekanisme bimtek sering tidak efektif karena semua KPPS dikumpul dalam satu gedung ketika materi diberikan. Pasti tidak semua menyerap materinya dengan baik,” jelas Liando.

Disusupinya KPPS oleh kepentingan pihak tertentu, diakui merupakan salah satu pelanggaran yang kerap terjadi pada pemilu.

“Pelanggaran lain yang kemudian terjadi, banyak pelanggaran karena ada kepentingan tertentu bagi KPPS yang ingin memenangkan calon tertentu. Rupa-rupa modus bisa dilakukan yakni tidak menyebarkan formulir c 6 pada pemilih tertentu, memberikan kesempatan kepada pemilih yang tidak berhak, memberi kesempatan pemilih memilih dua kali, mark up atau mark down suara dan lain-lain,” ulas Liando.

Ruang pilihan untuk menjaring KPPS profesional sangat sempit. Honor kecil yang tidak sebanding dengan beban kerja yang akan dipikul, ikut memicu keengganan orang untuk mendaftar sebagai KPPS.

“Memang tidak gampang untuk memilih KPPS yang profesional. Tidak banyak yang mendaftar karena honornya sangat kecil sementara volume dan sebagainya, resiko pekerjaan sangat berat. Karena tidak banyak yang daftar maka sangat terbatas referensi untuk memilih yang betul-betul profesional,” kunci Liando.

 

KPPS “Berdosa” Jangan Direkrut

Peringatan serius terkait perekrutan KPPS ikut dilayangkan Bawaslu Sulut terhadap KPU. KPU diminta untuk tidak merekrut yang punya masalah di masa lalu. Pimpinan Bawaslu Sulut, Supriyadi Pangellu menyampaikan, KPU harus selektif dalam merekrut KPPS. Mereka yang dahulunya pernah masuk di jajaran KPPS, kemudian mempunyai pengalaman buruk sebagai penyelenggara, diharapkan supaya “diblacklist”.

“Jangan merekrut mereka yang ada keterkaitan dosa masa lalu sebagai penyelenggara,” tegas Pangellu, seperti dilansir dari Media Sulut, Jumat, 22 Maret 2019.

Ia juga menghimbau kepada KPU untuk tidak merekrut orang-orang yang terafiliasi partai politik. Ini penting demi menjaga independensi sebagai penyelenggara.

“Kemudian kami mengajak masyarakat untuk bersama-sama melakukan pengawasan terhadap rekrutmen KPPS,” pintanya.

Keberadaan KPPS menurutnya sangat penting. Mereka dipandang sebagai ujung tombak pemilihan umum nanti. “Karena perlu diketahui, KPPS dasar utama proses penghitungan suara. Karena di mata dan di mulut KPPS-lah yang menentukan, sah tidaknya surat suara itu,” tutupnya.

 

KPU Pastikan Proses Seleksi Sesuai Aturan

Beragam cara yang akan diterapkan tim sukses caleg tertentu untuk penetrasi ke KPPS akan diantisipasi penyelenggara pemilu. Keterlibatan ASN akan dicermati. KPU menegaskan, proses seleksi secara ketat akan diterapkan demi menghasilkan KPPS yang profesional dan berintegritas.

“Tidak ada larangan bagi ASN untuk jadi penyelenggara pemilu tapi harus betul-betul dipastikan mereka yang kita rekrut benar-benar independen, berintegritas,” aku Ketua KPU Sulut, Ardiles Mewoh.

Walau demikian, KPU berharap semua pihak bisa terlibat aktif untuk melakukan pengawasan dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam proses penerimaan KPPS.

“Kemudian di TPS kan ada pengawas TPS, ada saksi. Jadi semua pihak mengawasi. Prinsipnya itu,” ujarnya.

Mewoh mengklarifikasi soal potensi adanya oknum-oknum ‘titipan’ yang bisa memainkan penyandang disabilitas yang butuh pendampingan. Ia menampik jika pemilih disabilitas bisa dimanfaatkan.

Menurutnya, pemilih disabilitas akan didampingi orang yang dipercaya. Surat pernyataan menjadi salah satu syarat yang akan ditandatangani oleh pendamping.

“Penyandang disabilitas itu kalau memang membutuhkan pendampingan, akan didampingi tapi yang akan mendampingi harus membuat surat pernyataan bahwa tidak akan membocorkan pilihannya. Kalau mengarahkan, memaksa untuk memilih, ada pasal pidananya. Kalau ada orang per orang yang akan memaksakan untuk memilih dengan cara kekerasan, itu ada pidananya,” tandas Mewoh.

Lebih lanjut dijelaskan, yang akan memilih pendamping bagi pemilih yang membutuhkan pendampingan adalah pihak yang bersangkutan.

“Siapa yang ia inginkan mendampinginya, dia yang tentukan. Kalau memang tidak ada yang akan mendampingi, itu baru kita siapkan petugas KPPS. Tapi prinsipnya dia yang akan menentukan. Apakah kakaknya, adiknya tapi harus membuat surat pernyataan,” terangnya.

Mewoh memastikan, KPU tidak akan mengakomodir orang-orang yang tidak independen sebagai KPPS. “Termasuk anggota atau pengurus partai politik tidak bisa jadi KPPS. Mereka yang sudah pernah bermasalah di masa lalu pun tidak bisa. Nanti kan ada rekam jejak. Kalau ada orang-orang diduga pernah jadi anggota partai, tim kampanye, tim sukses, akan diwawancara khusus,” tegasnya.

“Ada batas dua periode bagi penyelenggara. Yang Sudah dua periode, tidak bisa lagi. Bekas penyelenggara yang pernah bermasalah kan juga ada data di KPU. Apalagi yang pernah diberhentikan. Termasuk mereka yang pernah bersaksi dengan peserta pemilu itu ada data,” kuncinya.

Hal senada juga ditegaskan komisioner KPU Provinsi Sulut lainnya, Salman Sahelangi. Menurutnya, calon anggota KPPS diumumkan ke publik. Masyarakat bisa melakukan koreksi jika ada yang diduga pernah menjadi anggota partai politik atau tim sukses caleg tertentu.

“Ada masa tanggapan masyarakat bagi anggota KPPS yang direkrut sampai 27 Maret 2019. Perekrutan KPPS termasuk penambahan dua tenaga keamanan berakhir 27 Maret 2019. Tenaga keamanan itu seperti hansip atau linmas. Mereka direkrut dari masyarakat,” jelasnya.

Cara KPU mengantisipasi ‘titipan-titipan’ ke KPPS adalah dengan merekrut berdasarkan regulasi. “Sesuai aturan, tidak ada anggota parpol, tidak ada tim sukses dan kita buka klarifikasi. Jadi kalau ditemukan dugaan mereka terlibat sebagai anggota parpol, tim sukses, kalau terbukti mereka akan diberhentikan dan diganti dengan yang lain. Jadi, diklarifikasi dulu. Kalau proses ini tidak dilakukan PPS maka akan ditangani oleh KPU,” pungkas Sahelangi.

Diketahui, regulasi soal KPPS diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pamilihan Umum. Berdasarkan Pasal 46, dijelaskan anggota KPPS sebanyak 7 orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini. Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota. Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota. Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Sementara, dari Pasal 47 undang-undang tersebut menjelaskan jika tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi; mengumumkan dan menempelkan daftar pemilih tetap di TPS; menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan; melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS; mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS; menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas Pemilu Lapangan, peserta pemilu, dan masyarakat pada hari pemungutan suara; menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara dan setelah kotak suara disegel; membuat berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK melalui PPS; menyerahkan hasil penghitungan suara kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan; menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK melalui PPS pada hari yang sama; melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban lain sesuai ketentuan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk tugas teknis lain KPPS biasanya diatur oleh Peraturan KPU. Tapi untuk tugas yang lebih teknis biasanya diatur melalui surat edaran KPU.(*)

 


Editor: Andre Barahamin

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *