27 Februari 2019
Oleh: Joseph Ajero
MARAWI yang terletak di Mindanao, Filipina, dahulu disebut sebagai ibukota agama Islam bagi para muslim di negeri tersebut. Kota yang terletak di provinsi Lanao del Sur ini merupakan satu dari tiga kota besar di Filipina sekaligus menjadi pusat pendidikan utama di luar Manila dengan keberadaan Mindanao State University (MSU).
Pada 23 Oktober 2017, para militan di bawah pimpinan Abdullah Maute, melakukan invasi dan menduduki Marawi sebelum mendeklarasikan berdirinya Negara Islam. Kelompok ini mendeklarasikan afiliasinya dengan Negara Islam Irak dan Suriah atau dikenal dengan nama Daesh.
Okupasi Marawi segera direspon oleh pemerintah Filipina dan menjadi awal dari konflik bersenjata selama lima bulan yang berakhir pada 23 Oktober 2017. Pertempuran membebaskan Marawi dari pendudukan kelompok Maute menjadi pertempuran kota terlama dalam sejarah modern Filipina.
Joseph Ajero, seorang pengajar di Communication and Media Studies of the Mindanao State University, mengunjungi kembali kota ini pada 23-25 Februari 2019. Ia memotret wajah Marawi, usai konflik yang memaksa lebih dari 300.000 orang menjadi pengungsi.
Dansalan College Foundation, Inc., sebuah sekolah yang dikelola oleh para sebuah lembaga Kristen Protestan dan menjadi salah satu bangunan pertama yang dibakar oleh kelompok Maute. (Foto: Joseph Ajero/KELUNG)
Salah satu bangunan di dekat Dansalan College yang dihancurkan oleh para pengikut Maute. (Foto: Josep Ajero/KELUNG)
Gomisa Avenue, dahulu merupakan salah satu jalan tersibuk di kota Marawi. (Foto: Joseph Ajero/KELUNG)
Ini adalah Kapel St. Mary, gereja Katolik utama di Marawi. Seluruh isi bangunan dihancurkan dan dinding-dindingnya penuh dengan lubang peluru. Sebuah video yang disebar secara daring oleh kelompok Maute memperlihatkan mereka menghancurkan patung para santo yang berada di dalam gereja. (Foto: Joseph Ajero/KELUNG)
Editor: Kalfein Wuisan
Komitmen dan misi kami adalah menghadirkan media dengan mutu jurnalisme yang baik. Menurut pendapat kami, salah satu syarat penting untuk mencapai hal itu adalah indepedensi.
Sejak awal, kami telah menetapkan bahwa KELUNG adalah media independen. Sebagai media independen, KELUNG hadir untuk melayani pembaca dengan laporan, artikel atau tulisan yang disajikan secara naratif, mendalam, lengkap dengan konteks. Kami mengajak anda untuk memasuki setiap gejala dan isu untuk menemukan informasi, inspirasi, makna dan pengetahuan.
KELUNG independen oleh karena kami sendiri yang menentukan tema atau isu untuk disajikan. KELUNG bebas dari intervensi penguasa atau pemilik modal. KELUNG independen dari intervensi ideologi agama atau ideologi apapun. KELUNG independen, karena bebas berpihak kepada kelompok minoritas, kelompok marginal dan lemah secara akses suara ke publik. KELUNG juga akan terus berupaya mengembangkan diri, meningkatkan mutu isi dan penyajian.
Pembaca adalah kunci dari harapan kami ini. Dukungan pembaca berupa donasi, sangat berarti bagi kami dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu jurnalisme yang independen. Kami mengundang pembaca untuk bersama-sama untuk mencapai komitmen dan misi kami ini.
Mari bantu KELUNG dengan cara berdonasi…. selengkapnya