Connect with us

Daerah

Masyarakat Desak Pemerintah Tutup PT Futai Sulawesi Utara

Published

on

Penulis: Etzar Frangky Tulung


Bitung – Pencemaran lingkungan dan bau tidak sedap terus menghantui kehidupan masyarakat Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung. Diduga, persoalan ini diakibatkan oleh hadirnya PT. Futai Sulawesi Utara, yang terus melakukan pembuangan limbah sembarangan.

Kondisi buruk yang setiap saat dirasakan, mulai dikeluhkan oleh masyarakat sekitar. Berbagai upaya pun telah dilakukan mereka untuk mencegah masifnya pembuangan limbah liar. Seperti melakukan mediasi bersama pihak pemerintah dan perusahaan. Namun, beragam cara penyelesaian yang coba ditempuh tidak menghasilkan kesepakatan bersama.

Persoalan di Tanjung Merah kini mendapat perhatian banyak kalangan. Kamis, 30 Januari 2025, gelombang reaksi masyarakat pun meletup lebih luas. Massa dari berbagai elemen melakukan aksi solidaritas, turun ke jalan dan menyasar Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bitung. Massa menyuarakan aspirasi dan kegelisahan mereka.

Ketika diwawancarai, koordinator aksi solidaritas, Jopi Wawoh, mengatakan aksi ini dilakukan karena tidak mendapat respons positif dari DPRD Bitung dalam rapat dengar pendapat (RDP) waktu sebelumnya.

“Jika tidak ada persoalan, saya tidak akan turun ba demo. Lagipula kalo itu diterima dengan baik di RDP kemarin, tentunya kita tidak lelah-lelah datang ke sini,” katanya.

Menurut Jopi, langkah ini sudah menjadi pilihan tepat bagi masyarakat setempat untuk menyampaikan kegelisahan.

“Ini harus torang lakukan. Ini menjadi langka yang kami tempuh dari masyarakat Tanjung Merah sendiri,” ucapnya.

Wawoh bertekad, karena telah lahir dan besar di tanah ini, maka akan mati dan berjuang di tanah kelahirannya.

“Saya warga asli Tanjung Merah. Saya lahir 57 tahun yang lalu dan besar di tanah ini. Saya hidup dan akan mati untuk tanah ini,” tegasnya.

Mewakili seluruh massa aksi, ia menegaskan agar PT. Futai segera untuk ditutup.

“Tuntutan kami, agar supaya pengoperasian PT. Futai ditutup sementara. Untuk mengikuti proses pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang benar,” ujarnya.

“Karena kalau tidak, masyarakat kita akan terus merasakan efek negatif dari perusahaan itu. Masyarakat akan terus mencium bau yang tidak sedap walaupun yang namanya limbah memang seperti itu,” lanjutnya.

Wawoh menambahkan, sebelum melakukan aksi, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak aparat penegak hukum.

“Sebelum melakukan aksi turun ke jalan, kami telah melakukan koordinasi dengan para aparat. Kita telah melakukannya sesuai dengan prosedur. Kita tidak boleh melangkahi setiap prosedur yang ada,” jelasnya.

“Kemarin juga kami telah melapor ke kepolisian. Makanya mereka datang juga untuk membantu kita dan ikut menjaga aksi ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kuncinya.

Permasalahan serius yang dialami masyarakat Tanjung Merah, ikut mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak yang turut sepenanggungan dengan persoalan lingkungan.

Nada yang sama pun diungkapkan aktivis lingkungan, Billy Ladi, yang ikut terlibat dalam aksi solidaritas.

Kepada sejumlah wartawan, ia mengatakan aksi ini adalah bentuk perlawanan terhadap situasi buruk dan memilukan yang sementara terjadi di Tanjung Merah.

“Faktanya, lingkungan yang ada di sana sudah rusak akibat proses pengelolaan limbah oleh PT. Futai yang tidak maksimal dan cenderung kebal, tidak menaati aturan positif yang berlaku,” katanya.

Sebelumnya, mereka telah melakukan berbagai pertemuan mediasi dengan pihak perusahaan.

“Sampai saat ini kita tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Bahkan kesepakatan bersama dewan (DPRD Bitung), kami tidak mendapat hasil yang seharusnya keputusan DPRD memihak kepada kegelisahan masyarakat,” ujarnya.

Ladi menjelaskan, aksi solidaritas ini merupakan tindak lanjut dari rapat dengar pendapat bersama dewan yang tidak berpihak pada rakyat.

“Jadi, aksi ini juga adalah sebuah agenda tindak lanjut sebagai bentuk protes terhadap DPRD. Bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh mereka harus dikawal agar menghasilkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat,” tegasnya.

Ia berharap, tuntutan yang mereka bawa harus ditandatangani sebagai bentuk persetujuan dari wakil rakyat yang pro kepada rakyat.

“Kami tidak ingin RDP kemarin melahirkan RDP kembali. Apabila ini tidak diindahkan, maka tentunya kami akan melakukan advokasi sekaligus aksi dengan massa lebih banyak dari saat ini,” tandasnya.

Diketahui, massa aksi yang ikut terlibat merupakan perwakilan masyarakat Tanjung Merah, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Forum Komunikasi Pencinta Alam (FKPA) Sulawesi Utara, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Bitung, serta berbagai lintas organisasi masyarakat dan individu yang terpanggil untuk mengawal isu lingkungan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *