Published
5 years agoon
By
Admin21 Mei 2020
Oleh Febriani Sumual
Migrasi digital mesti dilakukan oleh para mahasiswa untuk dapat terus belajar di masa pandemi covid-19 ini
SEMBARI mengenggam gawai, saya mencari dua kontak Whatsapp kawan mahasiswa, lalu kami mengobrol dalam ruang digital tentang cara belajar baru di masa pandemi Covid-19 ini.
“Bagaimana belajar dengan perangkat digital?” tanyaku pada salah satu kawan mahasiswa, Roman Kakalang.
“Belajar melalui perangkat-perangkat digital sebenarnya cukup simple dan efektif. Namun hambatan-hambatan yang ada sering membuat proses belajar terganggu. Salah satunya gangguan jaringan internet,” jawab Roman.
Teknologi digital memang jadi alternatif di masa pandemi covid-19 ini. Ada banyak hal yang membutuhkan adaptasi. Tapi, kata Roman, hal yang paling penting dari semua itu, adalah serius, fokus serta memiliki kemauan tinggi untuk belajar.
“Sekalipun proses belajar dimudahkan dengan adanya perangkat digital, belajar dari rumah perlu disertai dengan keseriusan, fokus serta kemauan yang tinggi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai,” tambah Roman.
Terus, suasananya bagaimana? Apa yang menarik dengan belajar dari rumah?
Menurut Roman, “Pandemi covid-19 membuat suasana di rumah penuh dengan kebersamaan. Hal itu karena ada banyak waktu yang dihabiskan bersama keluarga.”
Namun ia menyayangkan kondisi luar yang berbeda dari biasanya. Karena diharuskan berjarak.
“Sedikit berbeda dengan situasi disekitar lingkungan rumah, di mana orang-orang semakin menutup diri untuk berhubungan satu sama lain karena perasaan takut terpapar Covid-19,” ujar mahasiswa semester enam di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado ini.
Roman menilai, pengalihan aktivitas belajar ke ruang digital adalah pilihan tepat. Terutama ketika pandemi covid-19 ini mengharuskan orang-orang untuk belajar dari rumah.
“Pengalihan berbagai aktivitas ke ruang digital adalah pilihan tepat, karena berbagai aktivitas tersebut bisa tetap dilaksanakan di tengah situasi pandemi, tanpa dibatasi oleh ruang. Meski kurang fleksibel dan mengharuskan saya beradaptasi dengan cara belajar yang baru,” katanya.
Baca juga: Pandemi Covid-19 sedang Mengubah Cara Kita Berpengetahuan
Hal serupa dialami oleh Glendy Umboh. Suasana belajar seperti ini, katanya memang terasa sangat berbeda. Dengan demikian, memang memaksa para mahasiswa untuk mampu beradaptasi dengan baik. Tentunya, hal itu tidaklah mudah karena banyak hal yang harus diperhatikan oleh para mahasiswa. Mulai dari kesiapan diri (mental) dan fasilitas-fasilitas lainnya, seperti Handphone, komputer/laptop, buku-buku serta kuota internet.
Sesekali saya menatap ruang obrolan virtual, dia nampak berhenti mengetik dan meladeni pertanyaan saya. Mungkin sembari menatap layar gawai, dia sedang berefleksi tentang situasi pandemi ini.
Kata Glendy lagi, “Tekanan yang besar dari belajar online adalah banyaknya tuntutan tugas dari pengajar (guru/dosen) sedangkan kuota untuk mengakses literatur-literatur sangatlah minim bahkan sulit untuk didapatkan. Bahkan, ada juga yang tidak memiliki fasilitas Smartphone untuk mendapatkan informasi tugas tersebut.”
Tantangan Memasuki Era Baru
Barbara J. Hoskins dalam artikelnya berjudul Is Distance Learning Transformational?, terbit di The Journal of Continuing Higher Education menjelaskan tantangan migrasi digital para peserta didik. Pembelajaran model seperti inu, kata Hoskins, harus didukung oleh desain kelas dan metode penyampaian yang tepat. Itu dimaksudkan agar pembelajaran daring dapat mendorong mahasiswa untuk merefleksikan kepercayaan mereka.
“Menyediakan lingkungan yang aman untuk mendiskusikan berbagai perspektif; membimbing mereka untuk mengeksplorasi, memvalidasi, dan memperluas pandangan baru; dan mendukung mereka mengembangkan peran baru,” tulis Hoskins.
Di Indonesia masalah krusial terkait dengan migrasi digital adalah akses internet yang tidak merata di seluruh Indonesia. Kesenjangan digital di Indonesia masih sangat tinggi, tidak semua mahasiswa bisa mendapatkan kualitas pembelajaran yang baik lewat kuliah online.
Data International Telecommunication Union (ITU) dan Biro Pusat Statistik (BPS) terbaru menggambarkan kurang dari 40% penduduk Indonesia yang menjadi pengguna internet. Hanya 3% yang secara regular mendapatkan akses internet pita lebar yang cepat.
Ini jadi tantangan dunia pendidikan termasuk para mahasiswa di tengah migrasi digital. Menghadapi tantangan itu, kata Glen, semua harus tetap bijak. “Kita harus bijak dalam bermedia digital.”
Glen rupanya juga menyoal tantangan lain dalam migrasi digital secara massal ini, yaitu gejala banjir informasi. Fenomena ini lebih terasa di masa pandemi.
“Karena itu, salah satu cara menyelamatkan diri ialah menggunakan media dengan cerdik dan bijak. Sehingga kita tidak terseret kebohongan informasi (hoax) dan tenggelam dalam ketakutan,” tutupnya.
Sudah sekitar 3 bulan sejak Coronavirus Disease (Covid-19) hadir. Kebijakan masih terus diterapkan. Manusia di rumahkan. #belajardarirumah jadi bagian kehidupan mahasiswa.
Di Indonesia pembelajaran jarak jauh melalui daring (dalam jaringan) diatur melalui Surat Edaran Kemdikbud No 4 Tahun 2020 mengenai Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19).
Untuk menghindari resiko penularan Covid-19, proses pembelajaran dilakukan secara jarak jauh (distance learning) dengan metode daring. Fasilitas pembelajaran jarak jauh seperti Whats App Group (WAG), Google classroom, Zoom dan aplikasi pembelajaran lainnya, digunakan sebagai pengganti ruang kelas antara guru dan murid.
Masrul dkk, dalam buku mereka Pandemik Covid-19: Persoalan dan Refleksi di Indonesia, terbitan Yayasan Kita Menulis tahun 2020, menyebutkan, situasi ini mendorong adanya “ruang belajar” versi baru dalam rumah, lengkap dengan orang tua yang menjadi wakil dosen atau guru. Dengan memindahkan proses belajar dari sekolah ke rumah dampak covid-19 memberi peluang kepada orang tua menjadi penanggung jawab pendidikan anak seutuhnya.
Ruang belajar yang kemudian termigrasi di ruang digital menggunakan perangkat digital. Bukan fenomena baru. Tapi, jadi kiat pembaruan. (*)
2 Comments