Connect with us

BERITA

Pembela HAM dan Lingkungan Sering Jadi Korban Kekerasan

Published

on

8 Februari 2019


Oleh: Febriani Sumual


 

kelung.com — Menurut laporan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), sepanjang November 2017 hingga Desember 2018 sebanyak 188 individu dan 586 kelompok pembela HAM dan lingkungan menjadi korban kekerasan. Bentuk-bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran HAM, mulai dari sekedar ancaman, penangkapan, penembakan, hingga pembunuhan terjadi. Ironisnya, sebagian besar pelanggaran tersebut justru dilakukan oleh aktor negara.

Hal ini terungkap dalam diskusi sekaligus peluncuran laporan ELSAM tentang situasi pembela HAM atas lingkungan yang digelar di Jakarta, Kamis (31/01) lalu. Diskusi ini lalu mempertanyakan perlindungan negara terhadap Environmental Human Rights Defender (EHRD) atau para  aktivis lingkungan hidup. Lemahnya perlindugan hukum hanyalah salah satu faktor yang membuat pembela HAM dan lingkungan terus terancam.

Hairansyah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam diskusi mengatakan lembaganya telah memiliki mekanisme pengaduan khusus untuk kasus pelanggaran HAM terhadap pembela HAM.
“Dalam beberapa kasus Komnas HAM malah turun melakukan investigasi atas kasus yang terkait dengan pembela HAM atas lingkungan,” tegas Hairansyah dalam diskusi.

Ia mencontohkan investigasi yang dilakukan Komnas HAM atas kasus pembunuhan Salim Kancil pada 2016 silam. Kendati demikian, peran Komnas HAM dalam kasus tersebut menurutnya hanya terbatas memberikan saran kepada pemerintah.

Ungkapan selaras disampaikan oleh anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK memiliki kewenangan melindungi saksi dan korban. Namun dalam kasus pembela HAM atas lingkungan seringkali wewenang tersebut tidak bisa dipakai. Salah satu sebabnya, kata Susilaningtias, serangan terhadap para pembela HAM atas lingkungan ini seringkali menggunakan delik pidana.

Yazid Nurhuda, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan KLHK segera mengeluarkan Peraturan Menteri mengenai Perlindungan terhadap Pembela HAM atas Lingkungan yang tak lain amanat Pasal 66 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hanya saja menurutnya, permen tersebut tidak bisa menjangkau semua kasus yang dihadapi oleh para pembela HAM atas lingkungan. Hanya mengatur yuridiksi di bawah KLHK. Ia mencontohkan kasus keterlibatan polisi hutan dalam pelanggaran HAM terhadap Pembela HAM atas Lingkungan.

“Permen tersebut bisa sangat efektif untuk mencegah kasus semacam itu karena polhut berada di bawah yuridiksi KLHK. Tetapi untuk aktor yang lain permen tersebut memiliki keterbatasan,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi bersama, Erasmus Cahyadi, dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) layangkan kritik terhadap KLHK, Komnas HAM, dan LPSK yang menurutnya belum melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum, terutama kepolisian. Ketiadaan instrumen hukum yang kuat menurutnya bisa ditutupi, meski tidak seluruhnya, dengan koordinasi yang baik antar-lembaga negara.

Kritik senada terhadap KLHK juga disampaikan oleh perwakilan dari Serikat Tani Nasional (STN). Menurut wakil dari STN, salah satu faktor yang membuat kasus kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap pembela HAM atas lingkungan tertutupi karena pemerintah sering terjebak pada paradigma yang konspiratif. Pemerintah menurutnya sering mengkaitkan perlawanan warga terhadap berbagai proyek pembangunan atau investasi semata sebagai bagian dari persaingan bisnis.

Maraknya aktivis HAM dan lingkungan yang menjadi korban kekerasan, menurut Staf Advokasi ELSAM, M Azka Fahriza, disebabkan lemahnya regulasi yang tidak otomatis melindungi serta abstainnya peraturan turunan sebagai penguat implementasi UU No.32/2009.

ELSAM desak Presiden Joko Widodo untuk memperkuat perlindungan terhadap Pembela HAM atas Lingkungan dari upaya pelanggaran HAM. Langkah ini memerlukan penerbitan aturan pendukung untuk Undang-Undang Lingkungan, khususnya pasal 66 untuk memastikan perlindungan Pembela HAM atas Lingkungan. Pada akhirnya, ELSAM juga mendesak pemerintah untuk segera memastikan proses pemulihan judisial dan non-judisial hak-hak Pembela HAM atas Lingkungan oleh negara dan perusahaan.

Lebih dari itu, usaha untuk memastikan keamanan Pembela HAM atas Lingkungan dan pemenuhan proses pemulihan hak-hak Pembela HAM atas Lingkungan akan menjadi panggung bagi pemerintah dalam membuktikan komitmen pemerintah dalam penegakan Hak Asasi Manusia.

“Karena itu kami mendesak pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana Pasal 66 UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai upaya memastikan keamanan serta perlindungan hukum untuk para aktivis HAM dan lingkungan,” tegasnya,  seperti dikutip dari  Tirto.Id

Contoh kasus misalnya yang dialami oleh Joko Prianto, petani asal Kendeng, Jawa Tengah. Niatnya untuk menyelamatkan sumber mata air di pegunungan Kendeng justru membuatnya menjadi korban kriminalisasi. Penolakan Joko Prianto dan masyarakat sekitar pegunungan Kendeng terhadap beroperasinya tambang semen PT Semen Indonesia, membuatnya menerima surat panggilan dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah atas tuduhan pemalsuan surat. Dilansir dari Mongabay Indonesia, tuduhan itu datang dari kuasa hukum Direksi PT. Semen Indonesia, Yudi Taqdir Burhan.

Namun, bukan hanya Prianto. Kasus lain serupa juga terjadi. Misalnya, penangkapan dan pemenjaraan terhadap 7 (tujuh) orang mahasiswa dan penduduk Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang menolak keberadaan PT Royal Utama Makmur, perusahaan yang diduga merusak lingkungan 4 Maret 2018 dan 14 Maret 2018; dan kasus pembunuhan terhadap Paraduka, masyarakat adat di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur pada 26 April 2018.

Kaitan dengan proses hukum, Sandrayati Moniaga, Wakil ketua Komnas HAM seperti dikutip dari Kompas mengatakan, dari berbagai kasus kekerasan dan bahkan pembunuhan tersebut tidak terungkap dan tidak direspons secara cepat dan serius oleh negara, khususnya aparat penegak hukum. (*)

 


Editor: Andre Barahamin

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *