Connect with us

BERITA

Pengrusakan Simbol Salib di Nisan TPU Kembali Terjadi

Published

on


Oleh:
Andre Barahamin


kelung.com – Pengrusakan simbol salib di Tempat Pemakaman Umum (TPU) kembali terjadi. Kali ini, belasan makam yang berada di TPU Giriloyo, Karet Kota Magelang menjadi sasarannya. Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai media nasional, ada 11 makam yang tersebar di empat blok menjadi sasaran vandalisme ini. Kepada CNN Indonesia, Mulyono, salah satu petugas kebersihan di TPU tersebut, nisan-nisan berbentuk salib yang dirusak orang tak dikenal terdapat blok A1, A2, B1, dan B2.

Dari pantauan Kompas di lapangan, nisan berbentuk salib yang dirusak berbahan kayu dan beton. Islamiyah, petugas kebersihan TPU Giriloyo yang diwawancarai Republika Online mengaku kaget mendapati banyak nisan yang rusak parah di pagi hari (Rabu, 2 Januari 2019). Nisan berbahan beton tampaknya sengaja dihancurkan menggunakan palu, sementara yang berbahan kayu dirusak dengan cara dicabut dan dipatahkan.

Padahal menurut Islamiyah, pada masa Natal, kondisi nisan di makam-makam tersebut masih utuh dan cukup banyak keluarga yang melakukan ziarah.

Pihak kepolisian melalui Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Magelang Selatan, Komisaris Polisi (Kompol) M. Choirul Anwar, mengaku sudah mendapatkan laporan dan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Namun kepada berbagai media nasional, pihak Polsek Magelang Selatan tak ingin memperkeruh suasana karena menilai persoalan ini sebagai hal yang sensitif. Apalagi jika dikaitkan dengan persoalan pemilihan presiden atau isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan)

Namun Kandidat Doktor dari Cornell University, Amerika Serikat, Antonius Made Supriatma tak bersepakat dengan sikap Kapolsek Magelang Selatan, Kompol M. Choirul Anwar. Bagi Supriatma, kasus pengrusakan nisan-nisan dengan simbol salib adalah kasus SARA yang harus ditanggapi serius. Ia juga tak setuju bila ada pihak yang berpretensi bahwa kasus ini tak punya sangkut paut dengan politik.

Supriatma mengajukan pertanyaan mendasar soal mengapa orang Kristen tak boleh menggunakan simbol salib. Pembatasan tersebut baginya adalah sebuah upaya awal untuk tidak mengakui keberadaan umat Kristen di negeri ini. Jika dibiarkan berlanjut, maka pembatasan tersebut akan meluas dan semakin tidak bisa dikontrol.

Pengrusakan simbol salib nisan-nisan di TPU Giriloyo ini seperti menjadi domino berikut yang jatuh setelah sebelumnya terjadi pelarangan penggunaan simbol salib di TPU Purbayan, Yogyakarta.

Inilah yang dimaksud Supriatma sebagai kasus politik. Bagi editor IndoProgress ini, sentimen dan perilaku buruk ini dimulai oleh para politisi dari kedua kubu calon presiden. Kedua kubu secara sengaja mengeksploitasi eksklusivisme agama hanya demi kepentingan politik.

Menurut pengamatan pria asal Bali ini, selama beberapa tahun belakangan ada usaha sistematis untuk melakukan homogenisasi komunitas. Yaitu komunitas yang hanya ekslusif milik satu agama tertentu dan tidak memberikan ruang untuk perbedaan. Inilah yang disebut “komunitas fasis” oleh Supriatma. Komunitas yang abai terhadap keadilan sosial. Komunitas-komunitas fasis diperkuat oleh tindakan para politisi yang menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan.

Aksi penguatan komunitas-komunitas fasis kini semakin terang terlihat seiring mendekatnya iven pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden.(*)

 


Editor: Gratia Karundeng

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *