Connect with us

GURATAN

Periode Penjara

Published

on

26 Januari 2019


Oleh: Made Supriatma


 

Tidak dapat disangkal, penjara kadang membuat orang menjadi besar. Untuk beberapa tokoh kaliber besar, pemenjaraan bukan halangan untuk mencipta dan berkarya.

Beberapa dari mereka menjadi besar karena penjara.

Ambillah contoh Antonio Gramsci. Pemikir Kiri Italia ini terkenal dengan pemikirannya tentang hegemoni. Ini adalah sebuah konsep teoritis yang menjelaskan bagaimana elit dan kaum borjuis berkuasa.

Tentu gampang untuk melihat penguasa berkuasa lewat represi bukan? Bahwa penguasa menegakkan kekuasaannya dengan bedil, meriam, tank, misil, atau yang paling sederhana yaitu gas air mata.

Gramsci melihatnya secara lain.

Dia berpendapat bahwa penguasa dan kelas borjuis pendukungnya berkuasa terutama lewat persuasi. Mereka berkuasa lewat hegemoni kultural. Merekalah yang memberikan definisi atas apa yang baik, apa yang bermoral, apa yang indah, apa yang sopan, dan lain sebagainya.

Anda sebagai individu sesungguhnya hanyalah ternak belaka dalam sistem kekuasaan yang hegemonik ini. Semua cita rasa, harga diri, sistem moral, estetika Anda ditentukan oleh penguasa dan kelas borjuis pendukungnya.

Penguasa tidak mesti mereka yang jadi presiden atau perdana menteri. Penguasa adalah sebuah kesatuan sistem ideologis dimana hegemoni dijalankan.

Gramsci menulis banyak hal dalam penjara. Dia dijebloskan ke penjara oleh penguasa rejim Fasis Italia, Benito Mussolini. Di penjara, Gramsci melahirkan begitu banyak pikiran yang kemudian mempengaruhi banyak orang.

Tentu ada banyak orang yang dipenjara dan menghasilkan banyak karya besar. Sastrawan Russia, Aleksandr Solzhenitsyn. Banyak karyanya diilhami oleh pemenjaraan di Gulag, sebuah kamp kerja paksa di Uni Sovyet.

Di Indonesia pun demikian. Anda tentu kenal dengan sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer?

Dia menulis sebagian karya besarnya di ketika dia dibuang dalam kamp kerja paksa di Pulau Buru. Pemerintah Orde Baru berusaha memberangus pikirannya. Namun, seperti Anda tahu, pikiran sulit diberangus. Beberapa karya Pram bisa diselundupkan keluar dan diterbitkan.

Namun ada naskah yang tidak begitu beruntung karena hilang, disita, dan dihancurkan oleh tentara-tentara bangsa sendiri, yang memang tidak membaca dan tidak tertarik sama sekali pada tradisi berpikir.

Penjara bisa membuat orang sangat aktif berkarya. Soerang teolog dan pemikir Jerman, Dietrich Bonhoeffer, menuliskan banyak pikirannya dalam kamp konsentrasi Nazi Jerman. Dia memang bukan Yahudi. Namun dia menentang rejim Nazi.

Apakah kira-kira yang membuat penjara melahirkan pemikir besar, sastrawan, ahli filsafat, teolog yang kemudian sangat banyak mempengaruhi orang?

Saya kira, yang paling kuat adalah bahwa orang tersebut memiliki keyakinan. Dia memiliki ideologi dan keyakinan moral (moral conviction) yang kuat. Dia bukan seorang oportunis yang melambaikan dasinya kemana angin berembus.

Orang-orang seperti ini mendapatkan kekuatannya dari berpikir. Badannya boleh dikungkung, namun pikirannya mengembara kemana-mana dan semakin tajam.

Tanpa keyakinan moral, orang hanya keluar penjara hanya untuk menjadi manusia biasa. Paling buruk dia kembali menjadi ternak. Politisi akan kembali menjadi politisi. Beberapa aktivis Kiri dan Kanan di Indonesia keluar penjara Orde Baru kemudian menjadi abdi-abdi setia siapa saja yang berkuasa.

Mereka tidak menghasilkan apa-apa. Penjara menjadi semacam mesin ATM. Ketika keluar penjara, mereka menarik duitnya. Beserta bunganya tentu saja.

Betapa benar Gramsci, sistem yang hegemonik akan menjadi template untuk manusia-manusia yang ada di dalamnya. Para aktivis anti Orde Baru suatu saat berkuasa dengan memakai metode yang persis mereka lawan.

 


Editor: Andre Barahamin

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *