Published
1 year agoon
16 September 2023
Penulis: Reinhard Loris
RATAHAN, Kelung.id – Pengabaian terhadap eksistensi masyarakat adat, menjadi persoalan serius di Indonesia. Sederet persoalan akhirnya harus mendera para pemilik tanah yang sesungguhnya di wilayah Nusantara ini. Karena itu, upaya untuk mendapatkan pengakuan masih harus terus diperjuangkan masyarakat adat. Bagi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), perjuangan itu sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian serius oleh berbagai elemen di negara ini.
Usaha serius itu diperagakan AMAN. Salah satunya dengan menggelar Training Of Trainer (TOT) Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat (PPWA). Selasa, 12-Minggu, 17 September 2023, Pengurus Wilayah AMAN Sulawesi Utara (Sulut), menggelar kegiatan itu di Balai Pertemuan Umum Desa Minanga Timur, Kecamatan Pusomaen, Kabupaten Minahasa Tenggara.
Saat membuka kegiatan, Direktur Pelayanan Komunitas AMAN, Yoga Kipli mengatakan, komunitas adat yang ada di Indonesia saat ini banyak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Terjadi diskriminasi dan hal-hal lain yang merugikan masyarakat adat
“Masalahnya, masyarakat adat ini belum banyak diakui oleh negara. Karena dari segi undang-undang belum ada. Tetapi peluang pengakuannya sudah ada. Di mana sejumlah undang-undang sektoral memberikan peluang supaya masyarakat adat itu bisa diakui,” ucap Yoga.
Menurutnya, sekarang itu momennya masyarakat adat harus bisa menunjukan dirinya. Sebab, di Indonesia untuk menjadi masyarakat adat itu harus memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya menunjukan bagaimana sejarah dan wilayah adatnya. Kalau tidak bisa menunjukan wilayah adatnya, maka akan dianggap bukan masyarakat adat.
“Tantangan masyarakat adat di Indonesia inikan budaya tutur. Mereka tidak pernah membuat dokumen sejarah atau pun wilayah. Mereka hanya tahu pasti di dalam pikiran yang diceritakan kepada anak cucunya,” terangnya.
Yoga menegaskan, ketika masyarakat adat bernegosiasi dengan pemerintah dalam konteks menunjukan keberadaannya, penting untuk mendokumentasikannya.
“Salah satu cara mendokumentasikan itu adalah melalui pemetaan partisipatif wilayah adat. Dalam proses pemetaan partisipatif wilayah ini, masyarakat adat itu diajarkan bagaimana menyiapkan dokumen terkait pembuktian bahwa dirinya masyarakat adat,” jelas Yoga.
Dijelaskan, pemerintah sendiri tidak punya data di mana saja ada masyarakat adat. Karena itu, penting untuk memulai dari sekarang, masyarakat adat yang ada di Sulawesi Utara bisa menunjukan dirinya, identitasnya dan wilayah adatnya.
Menurutnya, pelatihan ini memang ditujukan agar pengurus AMAN Sulut bisa memberikan layanan pemetaan partisipatif wilayah adat kepada anggotanya. “Melalui proses ini diharapkan ada kader-kader AMAN yang mampu memberikan layanan tersebut,” kata Yoga penuh harap.
“Kiranya ke depan, pasca pelatihan ini, kader-kader yang sudah dilatih bisa bergerak untuk memberikan layanan kepada komunitas adat anggota AMAN. Tentu diharapkan bisa segera memetakan wilayah adatnya,” tegas Yoga kepada para pengurus dan kader AMAN Sulawesi Utara yang menjadi peserta kegiatan.
Tuai Dukungan
Berbagai apresiasi merespons kegiatan musyawarah PPWA yang digelar PW AMAN Sulut di di BPU Desa Minanga Timur ini. Salah satunya datang dari Kepala Kecamatan Pusomaen, Jontje I. Wahongan. Ia mengatakan, pemerintah Pusomaen sangat mendukung kegiatan ini.
“Saya kira AMAN ini bisa menjadi mitra kerja dari pemerintah. Apresiasi kami terhadap pimpinan AMAN, karena mereka juga kita lihat sangat proaktif, begitu peduli dengan kita pemerintah di kabupaten Minahasa Tenggara, termasuk masyarakat,” ucap Wahongan.
Menurutnya, ke depan kegiatan ini juga akan memberi manfaat bagi pemerintah, karena terkait dengan pemetaan wilayah.
“Jadi, di samping pemetaan wilayah juga mungkin ada terkait dengan aspek-aspek sosial di dalamnya. Termasuk juga ada rekomendasi-rekomendasi yang mungkin nantinya menjadi acuan untuk diberikan kepada pemerintah kabupaten,” sambungnya.
Dijelaskan, kegiatan ini sifatnya partisipatif. Partisipatif dari bawah, dari masyarakat dan ia melihat masyarakat juga punya respons yang baik.
“Output dari kegiatan ini kita melihat terkait dari pemetaan, nanti sebagai output itu adalah dalam bentuk peta yang bisa menjadi acuan buat kita kini atau ke depan. Bahkan dalam bentuk perdes (peraturan desa) atau perda (peraturan daerah),” tandasnya. (*)