BERITA
Petani Bangladesh Lancarkan Protes terhadap Beras Transgenik
Published
6 years agoon
By
philipsmarx23 Februari 2019
Oleh: Andre Barahamin
kelung.com – Bangladesh Agricultural Farm Labour Federation (BAFLF) atau Federasi Buruh Pertanian Pertanian Bangladesh dan National Women Farmers & Workers Association (NWFA) atau Asosiasi Petani & Pekerja Perempuan Nasional menuntut untuk menghentikan peluncuran beras komersial emas transgenik di Bangladesh. Dengan mengusung slogan “Hentikan Beras Emas! Pertahankan varietas beras lokal!” NWFA dan BAFLF mengadakan protes di kantor Bangladesh Rice Research Institute (BRRI) atau Institute Penelitian Beras Bangladesh yang terletak di Gazipur pada Jumat, 22 Februari kemarin.
BRRI sedang mengembangkan padi rekayasa genetika yang diberi nama GR2E. Beras transgenik ini didasarkan pada varietas padi paling produktif di Bangladesh yang pernah dirilis oleh BRRI bernama Dhan 29. Beras emas transgenik ini dikembangkan dengan mengambil gen dari jagung dan berevolusi menjadi BRRI Dhan29. Setelah dua tahun menjalani ujicoba terbatas, penanaman secara massal di berbagai lokasi kini sedang dilakukan.
BRRI telah meminta persetujuan pemerintah dari pemerintah untuk melakukan uji coba lapangan ‘tidak terbatas’ sebelum meminta persetujuan pelepasan. Baru-baru ini Menteri Pertanian Bangladesh, Abdur Razzak, menyatakan bahwa padi emas sudah dapat dipastikan akar diluncurkan dalam waktu dekat dan akan segera tersedia di seantero negeri. Kementerian Lingkungan Bangladesh juga dipastikan akan memberikan izin kepada beras transgenik baru ini untuk ditanam di ladang-ladang petani.
Menurut BRRI, penanaman padi emas akan dimulai dalam dua atau tiga bulan.
BAFLF dan NWFA mengadakan protes ini untuk mengecam deklarasi pemerintah tentang persetujuan komersialisasi beras emas. Dua utusan BAFLF yaitu Sekretaris Jenderal BAFLF, Abdul Mazid dan Muhammad Mamun yang turut sebagai perwakilan koalisi melakukan walk-out dari pertemuan yang diorganisir oleh BRRI dan Kementerian Pertanian Bangladesh.
Kepada Kelung, Muhammad Mamun mengatakan bahwa wakil dan utusan dari berbagai kelompok petani & buruh perkebunan yang hadir dalam pertemuan tersebut untuk mengungkapkan keprihatinan mereka tentang sikap abai pemerintah. Rencana peluncuran beras emas dinilai sebagai strategi pertanian yang buruk secara ekologis dan sosial.
“Memperkenalkan beras emas yang merupakan produk transgenik bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi kekurangan vitamin A. Sebaliknya, efek buruk terhadap ekologi, keanekaragaman hayati, ketahanan pangan kami sedang berada dalam ancaman untuk menghadapi risiko besar,” kata Mamun.
Menurut BAFLF, para ilmuwan yang terlibat dalam rangkaian penelitian dan ujicoba yang melahirkan beras transgenik GR2E juga tidak dapat memberikan garansi bahwa produk tersebut tidak akan menyebabkan kontaminasi biologis pada varietas lokal. Menurut Mamun, BAFLF menemukan bahwa tidak ada bukti ilmiah dan medis yang dapat menggaransikan bahwa ada keuntungan positif dari penggabungan gen jagung ke dalam bibit padi sehingga dapat memaksimalkan produksi beras.
“Kehadiran beras transgenik ini adalah ancaman serius terhadap varietas padi lokal yang berproduksi tinggi,” kata Mamun.
Sementara itu, Sekjen BAFLF, Abdul Mazid, mengatakan bahwa para ilmuwan bayaran dan agen-agen perusahaan transnasional menyebarkan propaganda bahwa beras emas cukup baik untuk memenuhi setengah dari kebutuhan vitamin A per hari yang tidak bisa dipenuhi dengan hanya mengkonsumsi beras. Propaganda bohong lain menurut Mazid adalah dengan menjual beras transgenik tersebut lebih murah dari beras varietas nasional yang umum ditanam para petani di Bangladesh.
“Pengalaman Bt. Brinjal membuktikan bahwa hal itu tidak benar. Ini adalah jebakan untuk mengambil kendali atas pasar benih dan membuat sistem produksi pertanian kami kemudian sepenuhnya bergantung pada perusahaan transnasional. Ini soal paten dan akumulasi keuntungan,” kata Mazid.
Dalam kasus Bt. Brinjal pada awalnya petani telah diberikan benih gratis bersama dengan biaya input, pupuk, pestisida dan uang tunai sebagai modal awal. Tapi sekarang harga Bt. Brinjal dijual tujuh kali lebih tinggi daripada bibit padi varietas lokal. Pengalaman buruk tersebut yang melandasi kesimpulan BAFLF bahwa niat utama untuk memperkenalkan tanaman transgenik di Bangladesh adalah untuk akumulasi keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan penyedia bibit.
Lila Khanom dari NWFA mengatakan para petani tidak menginginkan beras emas transgenik, namun ada keresahan besar di tengah publik karena pemberitaan pemerintah soal rendahnya kandungan vitamin A di beras varietas lokal.
“Ini adalah bentuk penyesatan informasi oleh pemerintah. Dengan sengaja mengaburkan fakta bahwa beras adalah satu-satunya sumber vitamin A. Ini kesalahan besar. Kebutuhan akan vitamin A dapat dilengkapi dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran yang tersedia di pasar-pasar tradisional, dibudidayakan secara alami dengan harga yang jauh lebih murah,” kata Khanom.
Khanom mengatakan bahwa NWFA dan BAFLF akan terus melancarkan protes untuk mencegah peluncuran beras transgenik oleh pemerintah Bangladesh. Aksi di depan kantor BRRI hanyalah awal dan kedua organisasi ini berencana untuk melakukan mobilisasi luas secara nasional sebagai bagian dari protes. Rencananya, BAFLF dan NWFA akan menggelar protes selama dua bulan, termasuk aksi untuk membentuk rantai manusia mengelilingi kantor BRRI di Gazipur.
Protes juga direncanakan akan dilakukan dalam waktu dekat di ibukota Dhaka, sekaligus mengirimkan memo protes kepada Menteri Pertanian dan Perdana Menteri. BAFLF dan NWFA juga berencana untuk menggagas solidaritas internasional dengan organisasi-organisasi petani di berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang menghadapi problem yang sama mengenai hadirnya beras transgenik.(*)
Editor: Gratia Karundeng