FEATURE
Sapa Pe Babi Anjing
Published
6 years agoon
By
philipsmarx7 Maret 2019
Oleh: Daniel Kaligis
Dijejali berbagai ayat mengharamkan, tetap banyak penggemarnya
BABI ADALAH HEWAN LEBIH HEBAT dari anjing. Ini menurut opini dan asumsi saya ya.
Coba perhatikan! Anjing bila dikejar seseorang hendak dipukul, anjing berlari, tapi selalu menengok ke belakang.
Babi bila dikejar orang, lari dengan pandangan lurus ke depan tanpa menengok ke belakang, meski babi tak punya kaca spion.
Siapa sangka, boleh jadi si babi yakin akan ‘diperkosa dogma’, seperti terjadi dan dipraksiskan pada banyak keyakinan dan ajaran. Walau babi lari, manusia terus saja ‘memerkosa’ si babi sebagai makian. “Na pe babi deng ngana,” Paitua-maitua marah-marah anaknya.
Anak cuma babadiang, maar dia ley pasti bapikir, “Nyaku anak babi, kong, nda mungkin anak babi lahir dari paitu-maitua kuda toh.”
Babi kawin seperti anjing, hanya waktunya lebih singkat. Tapi, manusia membahasakan model seperti itu sebagai ‘doggy style’.
Babi, jangan-jangan terlalu ‘haram’ untuk berbagai istilah, sehingga anjing yang ‘dikorbankan’ pada aktivitas manusia bertajuk ‘doggy style’ itu. Silakan anda tertawa.
Seperti babi, anjing sampai sekarang dilepas bebas berkeliaran di kampung. Untung sekarang sudah ada aturan babi harus dikandangkan, walau masih ada satu dua saya lihat berkeliaran.
Prihal anjing, entah kapan ada mitos menarik ini: Jadi ceritanya, saya lagi dengan beberapa kerabat menumpang mobil saudara. Toyota hilux bak terbuka, kami duduk pada tepi persegi bagian belakang sambil bercanda. Ini kejadian ketika kami masih anak-anak tahun delapan puluhan.
Mitos diucap kerabat saya, boleh percaya boleh tidak. Boleh juga coba praktek dekat si anjing, semoga bukan anjing galak atau anjing gila yang gampang menyerang manusia. Berikut mitos itu di bait bawah ini:
Nah, ketika hilux menyusur jalan-jalan kampung, seketika ada anjing berak di pinggir jalan. Jongkok si anjing dengan wajah muram, berusaha agar tahinya jatuh. Anugrah, panggilannya Anu, kerabat saya bilang, “Coba ngoni ramas batu kacili, kerikil. Nyanda mo takaluar tu anjing pe tai. Atau ngoni kase baku dapa jare telunjuk baku kancing kong tarek kuat di dekat pa tu anjing, nyanda mo ta berak tu anjing itu.”
Sepanjang jalan menyusur kampung kami berkelekar, membahas anjing. Hilux belok menurun dari arah pasar Talikuran, menuju kampung Kodo, terus ke arah Timu, ada anjing kawin di tengah jalan. Mobil melambat, membiarkan anjing-anjing menepi, lalu mobil melintas menjauh.
Duduk di belakang mobil itu, kami bersorak-sorak melihat anjing kawin, sambil berseru, “ciaaaah, ciiiaaaah, …hussss, huuuussss.” Dan rombongan anjing kawin menjauh dari area jalan berlubang kampung kami yang rupawan.
Menabrak anjing atau babi di jalan di lorong, bisa panjang urusan. “Kalu tabrak anjing, mo dapa reken toto.” Ungkapan ini jadi cerita yang sering diparodikan berbagai kisah lucu, namun mengingatkan, bahwa menabrak mahluk hidup itu pasti bermasalah, entah ganti rugi atau entah apa denda yang akan diberi pemiliknya.
Saya membathin. “Coba jo tabrak babi atau anjing pa torang pe kampung. Bukang cuma toto tu mo reken, ta salah deng bulu-bulu dorang suruh reken kwa.”
Masih ingat persis, tempat tinggal leluhur kami di Remboken adalah dua rumah berderat ke belakang. Persis di sisi jalan raya kampung ke arah pasar. Bagian depannya rumah adat Minahasa yang sudah ratusan tahun riwayatnya. Dulu, semasa kecil saya pernah lihat di belakang rumah ada kandang babi terbuat dari rangcangan bambu.
Di depan rumah kami keluarga Koagouw, sampingnya jalan, berikut bangunan gereja Imanuael yang dibangun zaman Belanda, dan bagian belakangnya pernah jadi steleng tentara Permesta di masa pergolakan.
Samping kanan rumah kami ada jalan, kemudian sesudah jalan dulunya kintal kosong – sekarang sudah jadi kantor PLN, kemudian sebelahnya kantor itu – yang dulunya halaman kosong – adalah rumah oom Fredy.
Di rumah kami ada berbagai tanaman. Langsat tumbuh di batas utara, bagian depan dan belakang dulunya ada pohon manggis, di samping rumah sebelah selatan ada jeruk purut dan jeruk limau. Halaman ada berbagai tanaman hias.
Nah, oom Fredy, punya ternak babi. Bila malam babi betina besar lapas berkeliaran di jalan kampung, masuk halaman rumah, membongkar-bangkir tanah mencari makan. Walau di kampung sudah ada pengumuman ‘babi jangan dilepas berkeliaran’, tetap ada yang lalai.
Karena kasal tanaman dirusak, suatu malam oom Uttu berjaga. Lewat tengah malam babi yang biasa membongkar tanah belum datang. Dia menunggu sampai subuh lewat. Bekas serdadu Kodam XIII itu merokok depan rumah, sekali masuk rumah menyeduh kopi. Keluar lagi, duduk dekat tangga.
Jelang pagi, dengkur babi sudah jelas terdengar masuk halaman. Tak lama, dengkur sudah berganti jerit panjang babi, melengking, ”Piiiiiiiiiiggg, piiiiiiiiiig.” Dua sabetan parang, membuat babi betina itu tidak dapat maju bergerak lari.
Oom Uttu berdiri pada tanah di mana umbi-umbian gladiol terserak mengangkat ke permukaan. Dia berseru, “Sapa pe babi ini?”
Oom Fredy datang menggotong hewannya setelah lewat beberapa menit. Dia menghela nafas panjang, memikul babi itu keluar halaman, “O kiok si tiey,” dengusnya namun tak berani menatap ke teras rumah di mana oom Uttu berdiri dan masih marah-marah. ‘Kasihan si babi’, diucap oom Fredy dengan bahasa Toulour.
Babi Menu Dunia
Penyuka masakan daging babi ada di banyak negara. Ketika mampir di Silver Lake, Chon Buri – Thailand, sempat mampir di depan Khao Chee Chan, di mana penjual makanan menyajikan berbagai menu, termasuk moo grob, moo ping, yakni daging babi panggang Thailand.
Thai grilled pork skewers memang terkenal seantero dunia. Untuk urusan menu dan makanan saya menempatkan Thailand di depan, sebab untuk Asia bahkan dunia, negeri ini terkenal sebagai restoran terbesar, jembatan suspensi satu rentang terpanjang, dan hotel terpanjang dunia.
Berempat kami makan depan Khao Chee Chan, Ferdinand, Yune, Tanh dan saya. Kami menusur kawasan street food di mana pengunjungnya jarang sepi, apalagi di saat jam makan siang, orang datang silih berganti.
Ferdinand, dan Tanh, kawan dari Vientiane memesan mo ping. Tergiur mencoba, sebab aromanya sungguh memikat, apalagi ketika minyak dari daging mulai jatuh terbakar nyala bara di atas panggangan. Hanya ngiler, tak sempat makan karena tak biasa makan daging babi, saya pesan ayam asap.
Ada lagi istilah ‘mu-daeng’, ini hidangan kerajaan, sejenis babi panggang merah disajikan bersama saus manis kecap gelap dengan irisan timun, dan nasi. Hidangan seperti ini ada juga di kios Shāo Là di Malaysia dan Singapura.
Bagi urusan jalan-jalan, acara makan memang menarik. Sering ke Toraja, tinggal dua tiga hari di sana, dan menulis kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Pertengahan 2014 datang meliput upacara Rambu Solo, kemudian April 2018 saya datang lagi ke sana.
Ketika berkunjung ke sana, saya tahu di salah satu warung sudut pasar Makale, ada yang jualan penganan khas, daging dimasak dalam bambu.
Boleh pilih, ada daging babi ada daging ayam, keduanya dimasak dalam bambu, berbumbu agak pedas. Pada 2014, saya bersua orang-orang yang makan sambil minum balo di warung itu. Balo adalah minuman sadapan dari pohon nira, hampir sama dengan saguer di Minahasa.
Di Toraja saya mengenal dua jenis olahan daging babi, pa’piong, yaitu daging babi panggang menggunakan batang bambu khas suku Toraja. Berikutnya pantollo’ pammarasan.
Pasar Makale berada di Tondon Mamullu, di sana masih banyak babi lokal berbulu hitam dijual. Sebagian orang Toraja mengonsumsi daging babi turun temurun. Namun, dalam upacara Rambu Solo, tak hanya babi yang disembeli, ada banyak juga kerbau dipotong untuk ‘katanya’ adu gengsi.
Bagi saya, datang ke Toraja sebab menarik membaca seperangkat kisah budayanya, terutama soal kelas sosial yang diturunkan melalui perempuan, dalam hal ini ibu.
Bangsawan tak diizinkan menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Katanya, sikap memandang rendah kaum bangsawan terhadap rakyat jelata masih ada sampai sekarang karena alasan martabat keluarga. Dalam pesta para bangsawan inilah, babi banyak terbantai.
Penyuka menu daging babi, pasti pernah dengar ‘bakut’. Ini hidangan khas Tionghoa, paduan sayur asin, dan kaldu iga babi. Menu ini gampang didapat di restoran menu khusus dan warung makan bermenu khusus di berbagai tempat di Indonesia.
Ada babi panggang merah khas Tionghoa, ada juga babi panggang putih asin khas Tionghoa. Di seputar Bogor, Bandung, Tangerang, Jakarta, ada sekba, penganan berisi jeroan babi dengan kuah khas Tionghoa.
Ada sate babi khas Tionghoa, sate seperti pada umumnya, tusukannya lebih besar dan rasanya manis. Ada kitoba, irisan bagian kepala babi kukus. Cara santap, daging dicelup ke dalam cuka aren, khas Tionghoa Bogor.
Masih di sekitar Jakarta, Bogor, Bandung. Ada ngo hiang atau go hiong. Penganan babi cincang dibungkus kulit kembang tahu tipis.
Orang Dayak punya penganan jane kasam dan wadi. Orang Iban punya jane pansoh, daging babi panggang berbumbu khas.
Daging babi panggang khas Nusa Tenggara Timur disebut se’i. Tapanuli punya saksang. Manado Minahasa punya babi rica. Orang Karo punya menu mirip saksang, lomok-lomok.
Terkenal dari daerahnya, ada juga di seputar Jakarta. Itu dia babi panggang Karo. Daging babi dipanggang, dapat dinikmati dengan saus darah babi, cabai rawit, dan asam kencong khas Karo.
Orang Nias punya harinake berbumbu khas, dan ni’owuru yaitu daging babi yang diawetkan dengan garam.
Anda mungkin suka babi cin, daging babi diolah minyak dengan kuah berkuah manis kecap.
Khas dari Bali ada lawar babi. Ini menu daging babi dicincang dicampur sayuran nangka muda dan kacang panjang. daging babi khas Bangka disebut songsui.
Sejarah Babi
Hewan babi tergolong ungulata dari ordo artiodactyla, yakni hewan berkuku genap seperti kuda nil, unta, rusa, dan merupakan bagian terbesar dari mamalia besar daratan.
Tentang asal usul babi, GENETICS menyebut, babi domestik berasal dari babi hutan Eurasia (Sus scrofa). Catatan sejarah menunjukkan, babi Asia diperkenalkan ke Eropa selama abad delapan belas dan awal abad sembilan belas.
GENETICS menemukan bukti molekuler untuk introversi ini dan data menunjukkan asal hibrid dari beberapa ras utama babi Eropa. Penelitian ini merupakan kemajuan dalam genetika babi dan memiliki implikasi penting untuk pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman genetik pada spesies ternak ini.
Kami telah mengurutkan DNA mitokondria dan gen nuklir dari babi liar dan domestik dari Asia dan Eropa. Bukti yang jelas diperoleh untuk domestikasi telah terjadi secara independen dari subspesies babi hutan di Eropa dan Asia. Waktu sejak divergensi bentuk-bentuk leluhur diperkirakan sekitar 500.000 tahun, jauh sebelum domestikasi sekitar 9.000 tahun lalu.
Charles Darwin -, dalam The Variation of Animals and Plants Under Domestication (1868), mengakui dua bentuk utama babi domestik, babi Eropa (Sus scrofa), dan babi Asia (Sus indicus).
Bentuk pertama, diasumsikan berasal dari babi hutan Eropa, sedangkan leluhur liar yang terakhir tidak diketahui. Darwin menganggap kedua bentuk itu sebagai spesies berbeda berdasarkan perbedaan fenotip mendalam. Namun, sejauh mana babi Asia telah memberikan kontribusi secara genetik pada berbagai jenis babi Eropa tidak diketahui.
“Sudah jelas terdokumentasi, bahwa babi Asia digunakan untuk meningkatkan keturunan babi Eropa selama abad delapan belas hingga awal abad sembilan belas,” tulis Darwin.
Dalam sebuah studi baru-baru ini, Paszeket 1998, menyebut perbedaan antara babi turunan utama Eropa dan babi turunan Meishan Cina diperkirakan sekitar 2000 tahun menggunakan penanda mikrosatelit.
Ada lagi studi terbatas DNA mitokondria (mtDNA) dilakukan oleh Watanabe 1986 dan Okumura 1996, menunjukkan perbedaan genetik antara babi Eropa dan Asia tetapi tidak ada perkiraan waktu sejak divergensi telah disiapkan.
Penyakit pada Babi
DR Murad Hoffman, berikutnya Daniel Shapiro MD, pengarah Clinical Microbiology Laboratories, Boston Medical Center, Massachusetts, asisten Profesor di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts, Amerika menyatakan terdapat beberapa jenis penyakit yang dapat dijangkiti babi.
Penyakit itu di antaranya anthrax, ascaris suum, botulism, brucella suis, cryptosporidiosis, entamoeba polecki, erysipelothrix shusiopathiae, flavobacterium group iib-like bacteria, influenza, leptospirosis, pasteurella aerogenes, pasteurella multocida, pigbel, rabies, salmonella cholerae-suis, salmonellosis, sarcosporidiosis, scabies, streptococcus dysgalactiae (group l), streptococcus milleri, streptococcus suis type 2 (group r), swine vesicular disease, taenia solium, trichinella spiralis, yersinia enterocolitica, dan yersinia pseudotuberculosis.
Babi dan Kegunaannya
Walau demikian, menurut saya, semua daging sama saja, rentan tercemar bila perlakuan tidak higienis. Kontroversi babi boleh berlanjut, sementara penelitian di berbagai bidang menyebut babi bermanfaat.
Babi mudah didapatkan dan murah, sehingga dapat mendampingi tikus putih dan kelinci dalam penelitian medis, penggunaan babi juga boleh dikatakan tidak mendapatkan tentangan dari pecinta hewan dunia.
Di bidang medis, banyak penelitian menggunakan babi, karena secara anatomi dan fisiologi babi mirip hingga sembilan puluh persen dengan manusia, walau pun sistemnya berbeda.
Babi adalah omnivora, yakni pemakan segala seperti manusia, di mana ukuran dan fungsi jantung, ginjal dan pankreas babi mirip manusia. Hingga tahun 1980-an insulin dibuat menggunakan babi, tetapi sekarang ini semua insulin adalah sintetis.
Ilmuwan telah berhasil mengunakan kelep jantung babi untuk manusia dan bertahan hingga lima belas tahun. Implant otot kaki manusia juga telah berhasil dibuat dari jaringan kandung kemih babi.
Bahkan ilmuwan telah berhasil melakukan implan jantung babi yang telah direkayasa genetika pada primata. Alat-alat kedokteran dan juga obat-obat baru juga sering diujicoba menggunakan babi.
Dari BLOG MANFAAT saya beroleh info Daging babi memiliki kandungan energi tinggi. Dari 100 gram manfaat daging babi ternak, terkandung 457 kilo kalori lemak. Energi itu bermanfaat untuk sumber tenaga, menjaga daya tahan tubuh, dan meningkatkan konsentrasi dalam beraktivitas.
Daging babi punya keunggulan sama dengan daging pada umumnya, dan beberapa jenis daging merah lainnya. Daging babi memiliki kandungan protein yang tinggi. 100 gram daging babi mengandung 11.9 gram protein yang baik dan bermanfaat bagi tubuh untuk pembentukan otot, menjaga ketahanan tubuh, dan mengikat lemak.
Selain itu, daging babi punya kandungan kalsium. Dari 100 gram daging babi ada 7 – 8 miligram kalisium, juga mengandung fosfor sekitar 100 – 117 miligram dari tiap 100 gram daging babi.
Menu Kampung
Di kampung saya, Remboken, babi dimasak dengan bumbu, disebut tinoransak. Cara bikinnya, bagian daging dan lemak dicuci bersih, dipotong pipih persegi. Cabe, bawang merah, jahe dihaluskan dan dicampur dengan daging. Diberi kemangi, serai, daun jeruk, pandan, daun kunyit, batang dan daun bawang, garam dan penyedap secukupnya.
Tiap kampung Minahasa punya cara sendiri dalam membuat tinoransak, ada yang langsung memasaknya di penggorrengan, ada yang memasaknya dalam bambu dengan bumbu kering, ada yang memasaknya dalam bungkus daun pangi. Di kampung saya, masak tinoransak dalam daun disebut posana.
Varian menu babi di Minahasa, ada ragey, ada sate, ada babi giling atau babi putar, babi kuah trang, babi kuah asam.
Babi giling Minahasa memang khas, diguling atau diputar di atas bara yang nyala panasnya diatur agar semua bagian matang dan empuk. Karena diguling, diputar itu sehingga disebut babi putar.
Ada juga putar bale, ini bukan sejenis makanan, mungkin tersangkut dengan kelakuan dan perlakuan. Teman dari Minahasa menyebut itu sebagai ‘kalakuan babi’. (*)
Editor: Denni Pinontoan