Published
6 years agoon
By
philipsmarx9 Januari 2019
Oleh: Juan Y. Ratu
kelung.com – Penyitaan buku kembali marak. Sejumlah buku yang diduga kuat mengandung paham PKI disita tim gabungan dari unsur TNI dan Kejaksaan Negeri Padang. Penyitaan dilakukan di sebuah toko buku di kawasan Pecinan, Padang Barat oleh tim gabungan pada Selasa (08/01/19) petang. Tim gabungan yang dipimpin Komandan Koramil (Danramil) 01 Padang, Parningotan Simbolon mengincar buku yang ‘beraromakan’ palu arit saja.
“Buku-buku ini diamankan karena terindikasi bermuatan paham komunis, sementara paham tersebut sudah jelas dilarang di Indonesia,” kata Danramil kepada iNews.id di lokasi.
Dari pantauan Detik di lapangan, buku yang dirazia antara lain berjudul, ‘Jas Merah’ karya Wirianto Sumartono, ‘Kronik 65’ karya Kuncoro Adi, ‘Anak-Anak Revolusi’ karya Budiman Sudjatmiko, ‘Mengincar Bung Besar’ dan ‘Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Suharto’.
Sorotan terhadap tindakan represif TNI ini datang dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), sesuai keterangan tertulisnya mengatakan, tindakan yang dilakukan TNI dan Polri adalah tindakan yang sewenang-wenang, dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penyitaan pada buku-buku yang merupakan sumber literasi bagi masyarakat semestinya tidak dilakukan dengan cara represif.
Penyitaan buku yang disinyalir mengandung konten yang bertentangan dengan Undang-Undang, sempat diatur dalam Undang-Undang No. 4/PNPS/1963 tentang pengamanan barang cetak yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum, sebelum dibatalkan melalui Putusan Mahkamah Konsistusi No. 20/PUU-VIII/2010. Putusan MK menyatakan penyitaan kewenangan kejaksaan tak boleh sewenang-wenang, harus melalui perintah pengadilan. Tak sah bila surat perintah pengadilan tidak ada. Hal ini dimaksudkan untuk penjaminan kepastian hukum.
“ICJR berpendapat bahwa penyitaan yang dilakukan oleh TNI dan Polisi tersebut harus dipertanyakan dasar hukumnya,” ungkap Anggara seperti dikutip dari beritagar.id.
ICJR menyoroti kewenangan TNI dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan. TNI tidak memiliki wewenang dalam perkara yang melibatkan warga sipil. TNI juga bukan penyidik yang memiliki kewenangan menggeledah dan menyita buku. ICJR merekomendasikan agar Kapolri dan Panglima TNI melakukan evaluasi pada jajarannya terkait penyitaan sumber ilmu masyarakat itu. ICJR, menghimbau bagi masyarakat yang merasa dirugikan, terlebih khusus pemilik toko buku yang barang jualannya dirampas aparat, agar membuat laporan ke pihak kepolisian agar tindakan represif itu dapat diusut.
Buku yang diamankan –dalam bahasa aparat- akan diteliti lebih dalam. Hal ini untuk menggali indikator terkaitnya ajaran komunisme. Dasar hukumnya dipagari dengan aturan Tap MPRS. No. XXV/1966. Pihak kejaksaan melalui Kasie Intelejen Kejaksaan Negeri Padang, Yuni Hariman, mengaku dua minggu sampai satu bulan ke depan lamanya proses penelitian, karena memerlukan beberapa pihak, akademisi dan ahli termasuk dalamnya. Juga pelaporan yang nantinya dibuat kejari berjenjang ke Kejaksaan Tinggi Padang sampai Kejaksaan Agung.
Sebelum di Padang, penyitaan buku yang beraroma komunisme pernah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Periode akhir tahun 2018, aparat gabungan menggeledah toko buku di Kediri, Jawa Timur, ratusan buku disita yang masuk dalam radar mengandung ajaran komunisme. Di tahun 2016,empat orang aktivis ditangkap aparat di Ternate, Maluku Utara. Dasar tudingan karena menyebarkan ajaran komunisme hingga menyita buku koleksi pribadi, yang dianggap memendam ajaran komunisme.(*)
Editor: Andre Barahamin