Connect with us

ESTORIE

Sejarah Sarekat Islam di Jazirah Utara Celebes

Published

on

07 Mei 2019


Oleh: Denni Pinontoan


Sarekat Islam yang kemudian menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia, di masa kolonial adalah organisasi politik yang terbilang cukup revolusioner di Jazirah Utara Celebes dalam menentang kekuasaan Belanda

SAREKAT ISLAM (SI) yang kelak berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), pertama kali diperkenalkan di wilayah Jazirah Utara Sulawesi (Sulawesi Utara) pada tahun 1919 oleh Abdul Muis. Perkembangan selanjutnya adalah melalui peran Makmur Lubis, Oenta Mokodongan dan Adampe Dolot yang menjadi tokoh-tokoh terdepan SI di Sulawesi Utara.

Ketika Abdul Muis berkunjung ke Menado, pemerintah Belanda di sini menyatakan sikap tidak senang. Waktu itu ia adalah Wakil Ketua Central Sarekat Islam (CSI). Media-media juga memberitakan secara sinis kedatangannya.

Surat kabar De Sumatra Post edisi 14 Agustus 1919 memberitakan, kedatangannya ke Menado telah menimbulkan keresahan di daerah yang mayoritas penduduknya Kristen ini. Menurut koran ini, keresahan itu terkait dengan peristiwa yang terjadi di Toli-toli pada Juni 1919.

Di surat kabar yang sama memberitakan pada 26 Juli 1919, peristiwa di Toli-toli itu adalah pembunuhan yang dilakukan oleh penduduk setempat terhadap kontrolir de Kat Angelino. Bertepatan beberapa hari sebelumnya, Abdul Muis yang mengunjungi pengurus SI di sana mengadakan pidato yang menentang kekuasaan Belanda.

Pemerintah khawatir, jangan-jangan kedatangan Abdul Muis di Manado adalah juga untuk memprovokasi penduduk di sini untuk menentang kekuasaan mereka. Bahkan, seperti diberitakan surat kabar itu, komandan divisi polisi bersenjata di Menado, Kapten Hemmes, telah mengirim 30 anggotanya ke beberapa tempat di Pantai Utara untuk mengantisipasi kerusuhan karena kehadiran Abdul Muis.

“Singkatnya, ada keadaan kerusuhan saat ini tidak diketahui di bagian Sulawesi Utara, yang pertama kali muncul sebagai hasil dari kunjungan Abdul Moeis ke daerah itu,” demikian tulis De Sumatra Post.

Kehadiran SI di wilayah ini memang telah membuat pemerintah was-was. Sikap berani Abdul Muis, dan orang-orang pendukungnya karena ideologi menentang kekuasaan Belanda yang mereka anut dinilai telah membuat perubahan-perubahan ke arah yang revolusioner warga di wilayah Sulawesi Tengah, buktinya adalah pemberontakan di Toli-toli pada bulan Juni.

Surat kabar De Sumatra Post menulis, dengan kehadiran SI dan Abdul Muis, maka kehidupan keagamaan meningkat, yaitu tampak dari semakin banyaknya orang-orang beragama berkumpul. Di Buol terlibat poster ketua Dewan Sentral SI dari Surabaya, yaitu Tjokroaminoto. Pertemuan pengurus dan anggota SI di sana katanya dihadiri oleh lebih dari seribu orang yang berasal dari pelosok.

Buku Kepartaian di Indonesia, yang ditebitkan Kementerian Penerangan RI tahun 1951 menuliskan, mulanya SI bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang berdiri pada tahun 1911. Ketika berdiri, SDI dipimpin oleh Haji Samanhoedi, seorang saudagar dari Solo. SDI lebih memfokuskan pada gerakan ekonomi umat Islam. Tapi setahun kemudian sejak berdiri, yaitu tahun 1912, dirasa SDI perlu menjadi partai. Maka, diubahlah haluannya menjadi partai, yang bersama dengan itu namanya menjadi Sarikat Islam. Pemimpinnya waktu itu adalah Haji Samanhoedi, Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Tahun 1923, ia berubah nama lagi menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Tahun 1929 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

Pada tahun 1915, menurut klaim para pengurus PSII di tahun 1950-an, jumlah anggota SI sudah sebanyak 3.000.000 anggota.

Gerakan PSII di bidang sosial-ekonomi, politik dan kultural, semuanya berdasarkan Islam. “Walaupun mengindjak lapangan politik, tetapi tetapkan jang menjadi hukuman: ‘Berpolitik karena agama dan bukan beragama karena politik’,” demikian dicatat pada buku Kepartaian di Indonesia itu mengenai dasar PSII.

Pusat pergerakan SI dan selanjutnya PSI, lalu PSII di Sulawesi Utara adalah Molinow di Bolaang Mongondow. Sekolah H.I.S Islamiyah milik organisasi ini kelak berdiri di sana. Beberapa tokoh dan aktivis PSII juga berasal dari sana.


Berjuang Mendirikan Sekolah

Meskipun kedatangan Abdul Muis dicurigai oleh pemerintah atau pihak-pihak yang tidak senang dengan SI, namun ia berhasil melakukan konsolidasi dan mendirikan kepengurusan di wilayah ini.

Buku Kebangkitan Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (terbit tahun 1978/1979) menuliskan, dari Manado, SI melebarkan sayapnya antara lain ke Sangihe-Talaud. Di Siau, SI didirikan di bawah pimpinan E.G. Yanis. Dan pada tahun 1920 Abdul Muis berkunjung ke Petta untuk menemui pengurus SI di sana.

SI lalu berdiri di Bolaang Mongondow pada tahun 1920.  Seorang tokoh SI cabang Manado, Makmur Lubis lalu memperkenalkan organisasi politik ini di sana. Sebagai ketua SI pertama Bolaang Mongondow adalah Oenta Mokodongan.

Di Bolaang Mongondow, SI berpusat Molinow, kira-kira dua kilometer dari Kotamobagu. Pada tahun 1923, kepemimpinan Mokodongan diganti Adampe Dolot.

Pada 10 hingga 15 Agustus 1923, di Manado diadakan kongres nasional SI. Tjokroaminoto dan K. Ponamon bertindak sebagai pemimpin kongres. SI Cabang Bolaang Mongondow mengutus dua anggotanya, yaitu Adampe Dolot dan P. Imban. Keputusan dalam kongres ini, antara lain tentang perlunya semua cabang atau ranting mengintensifkan pendidikan dan perekonomian.

“Program pendidikan untuk menyiapkan tenaga-tenaga terdidik di masa depan bagi kepentingan organisasi dan rakyat sedangkan program perekonomian untuk mengusahakan adanya dukungan biaya bagi organisasi maupun untuk kesejahteraan anggota bahkan seluruh masyarakat.”

Sepulang menghadiri Kongres, Adampe Dolot sebagai Ketua Cabang dan Husen Raupu sebagai Komisaris, mengirim surat meminta izin kepada Controleur agar SI diperbolehkan mendirikan ‘sekolah rendah dua kelas untuk anak-anak Bolaang Mongondow.

Menurut Samin Imban, permohonan itu ditolak oleh Kontrolur dengan alasan bahwa izin mendirikan persekolahan sudah lebih dahulu diberikan kepada zending. Upaya mendirikan sekolah, untuk sementara gagal. Dengan begitu, pengurus SI di sana lebih memberi perhatian pada perekonomian.

Karena di Bolaang Mongondow berlaku sistem kerajaan, maka mereka meminta bantuan raja untuk memberikan sebidang tanah. Raja Datu Comelis Manoppo dan Jogugu A.P. Mokoginta dari Kerajaan Bolaang Mongondow berkenan membantu SI dengan memberikan sebidang tanah luasnya kira kira sepuluh hektar di daerah Lunguyon/Ulu Ongkad. Usaha pertanian SI itu dimulai tahun 1924 dan kopi mulai berbuah tahun 1929/1930.

Meski begitu, upaya mereka mendirikan sekolah tidak surut. Konon, secara kebetulan ada seorang guru bernama Nendu berasal dari Minahasa yang mendengar penolakan Controleur tersebut.  Ia menyarankan kepada pimpinan SI untuk membuat pengajuan langsung kepada Residen Manado, bahkan kalau perlu sampai kepada Pemerintah pusat di Batavia. Saran itu diikuti oleh pimpinan SI Bolaang Mongondow.

Residen Manado menolak permintaan tersebut. Ini membuat Ketua Cabang Adampe Dolot, tahun 1925 akhirnya berangkat ke Jakarta untuk mengajukan permohonan langsung kepada pemerintah pusat di sana. Departement van Onderwijs en Eeredienst menyetujui permohonan. Kepada Adampe Dolot departemen ini berjanji untuk segera mengeluarkan izin. Dia diminta untuk pulang ke Bolaang Mongondow.

Pada akhirnya sekolah yang sudah cita-citakan sejak semula jadi berdiri. Pada tahun 1926, berdirilah sekolah yang pertama milik PSI di Molinow. Badan penyelenggarannya bernama Balai Pendidikan dan Pengajaran Islamiyah (BPPI). Sekolah yang didirikan semuanya benaung di bawah badan itu. Nama sekolahnya dikenal sebagai Sekolah Rendah Islamiyah (HIS Islamiyah).

Ketika sekolah ini diresmikan, hadir Raja Laurens Cornelis Manoppo dari Kerajaan Bolaang Mongondow. Juga hadir beberapa tokoh masyarakat antara lain. H.D. Manoppo seorang terpelajar yang baru menyelesaikan studi AMS di Jawa. Lalu Antor C. Manoppo, seorang lulusan sekolah tinggi hukum di Jawa. Sementara pejabat Belanda diwakili oleh Adspirant Controleur.

Para anggota PSI dan ribuan anak sekolah rakyat dan calon murid HIS memenuhi gedung dan halaman sekolah yang baru. Pada upacara peresmian tersebut dinyanyikan lagu “Indonesia Raya” karya W.R. Soepratman. Sebagai pengajar lagu tersebut adalah Zakaria Imban, seorang pemuda yang kemudian dikirim oleh pengurus cabang studi di Jawa. Kelak, pada Pemilu 1955, dia terpilih menjadi anggota dewan RI daerah pemilihan Sulawesi Utara dari PSII.

Status sekolah ini sama dengan Sekolah milik Zending yaitu Sekolah Rendah tiga kelas. Sejak rencana mendirikan sekolah, pengurus PSI sudah meminta kepada pengurus pusat di Yogyakarta untuk mengirim guru-guru dari sana. Pengurus pusat SI mengirimkan beberapa guru antara lain Moh. Safii Wirakusumah, Sarwoko, R. Ahmad Hardjodiwirjo, H.O:S. Tjokroaminoto sendiri dan Muhamad Djazuli Kartawinata.

Pada tahun 1931, dilaporkan, bahwa sekira bulan Juli telah dilakukan pertemuan pengurus PSII untuk membicarakan pengembangan sekolah miliknya. Jumlah murid tahun itu sebanyak 300 orang. Sebagai kepala sekolah, dijabat oleh seorang guru dari Jawa bernama Roeslan.

Harian Fikiran edisi Juli 1931 melaporkan, ketua cabang PSII Adampe Dolot mendapat apresiasi atas kebijakannya mendirikan sekolah. Dia juga dipuji karena telah menghadirkan solidaritas di antara umat muslim di sana dalam bidang agama, ekonomi dan pendidikan.


Berjuang Secara Revolusioner

Adampe Dolot adalah seorang revolusioner. Ia sejak awal sudah menunjukkan sikap menentang pemerintah Belanda. Media berbahasa Belanda, misalnya Algemeen Handelsblad  edisi 3 Januari 1927 melaporkan adanya kekacauan yang terjadi di Bolaang Mongondow. Tepatnya di sebuah perusahaan kopi, berjarak enam kilometer dari Kotamobagu. Para buruh di perusahaan itu menuntut kenaikan upah.

Menurut koran ini, aksi tersebut didalangi oleh pemimpin SI di sana. “SI di sana itu ternyata bukan organisasi cinta damai, tetapi organisasi yang mencari pekerjaan di bidang kejahatan,” begitu tuduhan terhadap pemimpin SI di sana.

Media menyebut nama Adampe Dolot sebagai seorang yang berada di balik aksi itu. Ia disebutkan menghabiskan empat bulan pertama tahun ini di Yogyakarta. Lalu selama 10 hari berada di Weltevreden pada pertengahan April. Dalam pemberitaan media, SI di Bolaang Mongondow dengan tokohnya Adampe Dolot diidentikkan dengan komunis.

Surat kabar Fikiran yang terbit di Manado pada edisi bulan Desember 1927 memberitakan tentang situasi di Bolaang Mongondow sekembalinya Adempa Dolot dari Yogyakarta. Diberitakan, selama tahun 1926, Adempa Dolot di Yogyaakarta ia dekat dengan Surgopranoto, si  ‘raja mogok’ itu. Lagi-lagi SI dituduh sebagai organisasi komunis yang berkedok agama. “Di sana SI telah menjadi gerakan komunis yang disamarkan, yang pada dasarnya adalah organisasi yang merusak di bawah kedok propaganda agama,” tulis surat kabar itu.

Surgopranoto (atau juga dieja Surjopranoto) adalah pemimpin serikat pekerja dari Central Sarekat Islam (CSI) atau Markas Besar Sarekat Islam. M.C. Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Jakarta: Serambi, 2008) menyebut Surjopanoto sebagai seorang yang condong ke pihak komunis. Ricklefs mengatakan ini terkait dengan perpecahan yang terjadi di dalam tubuh SI, kelompok yang satu tetap dengan keislamannya, kelompok yang lain dengan komunismenya yang berusaha diseleraskan dengan Islam.

Surat kabar Fikiran juga menyebut nama Oenta Mokodongan, pemimpin SI di Bolaang Mongondow, sebagai salah seorang yang juga mengunjungi Jawa bersama dengan Adampe Dolot.

Di tahun 1928, Adampe Dolot dan pemimpin SI lainnya di Bolaang Mongondow diberitakan telah merencanakan sebuah aksi pembomanan. Surat kabar Het Nieuws edisi 03 Februari 1928 memberitakan, intel telah melaporkan kepada raja Bolaang Mongondow, bahwa mereka telah mendengar percakapan di kalangan pemimpin SI di sana pada suatu malam. Di situ, katanya juga hadir Adampe Dolot, pemimpin SI di daerah itu.

Menurut laporan intel yang dikutip media, Adampe Dolot dan pengurus SI lainnya diduga menyimpan dinamit. Tapi ketika dicari di rumahnya, dinamit tersebut tidak ditemukan. Katanya, ketika mereka mencari di tempat yang lain, mereka telah menemukan dinamit di bawah rumah.

Karena temuan itu, maka para pemimpin SI tersebut ditangkap dan ditahan di Manado.

Pada tahun 1940, Adampe Dolot dituduh telah melakukan provokasi di Bolaang Mongondow untuk menentang pemerintah Belanda. Koran Het Vaderland edisi 28 Mei 1940 memberitakan, PSII di wilayah ini dianggap sebagai kelompok yang paling kuat dari partai politik di seluruh Hindia Belanda. Beberapa aksi perlawanan terhadap pemerintah kolonial di sana dihubungkan dengan Adampe Dolot dan para pemimpin cabang PSII Bolaang Mongondow.(*)


Editor: Daniel Kaligis


Komitmen dan misi kami adalah menghadirkan media dengan mutu jurnalisme yang baik. Menurut pendapat kami, salah satu syarat penting untuk mencapai hal itu adalah indepedensi.
Sejak awal, kami telah menetapkan bahwa KELUNG adalah media independen. Sebagai media independen, KELUNG hadir untuk melayani pembaca dengan laporan, artikel atau tulisan yang disajikan secara naratif, mendalam, lengkap dengan konteks. Kami mengajak anda untuk memasuki setiap gejala dan isu untuk menemukan informasi, inspirasi, makna dan pengetahuan.
KELUNG independen oleh karena kami sendiri yang menentukan tema atau isu untuk disajikan. KELUNG bebas dari intervensi penguasa atau pemilik modal. KELUNG independen dari intervensi ideologi agama atau ideologi apapun.
KELUNG independen, karena bebas berpihak kepada kelompok minoritas, kelompok marginal dan lemah secara akses suara ke publik. KELUNG juga akan terus berupaya mengembangkan diri, meningkatkan mutu isi dan penyajian.
Pembaca adalah kunci dari harapan kami ini. Dukungan pembaca berupa donasi, sangat berarti bagi kami dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu jurnalisme yang independen. Kami mengundang pembaca untuk bersama-sama mencapai komitmen dan misi kami ini.
Mari bantu KELUNG dengan cara berdonasi…. selengkapnya

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *