FEATURE
Sepakbola Telanjang Bulat
Published
6 years agoon
By
philipsmarx3 Maret 2019
Oleh: Alex Bellos
Kisah turnamen sepakbola di negara bagian yang berada di belantara hujan tropis terbesar di dunia.
TIDAK ADA YANG INGAT persis kapan dan tim mana yang berlaga. Yang pasti pertandingan itu adalah pertandingan hidup-mati.
Tim yang sedang tertinggal 1-0 harus memenanginya, seperti seorang tenggelam yang butuh udara segar. Tiba-tiba, seorang penyerang menendang bola sekuat tenaga. Bola melayang di atas mistar dan mendarat di sungai. Bek kanan tim yang kalah langsung mengejarnya. Tanpa pikir panjang, ia menceburkan badannya ke air. Jam terus berdetak dan waktu tak boleh terbuang percuma.
Dua menit kemudian dia kembali. Kakinya basah dan gemetar, pucat seperti pucuk liana. Tubuhnya menggigil hebat dan mulutnya kaku menganga. Hanya jarinya gemetar menunjuk-nunjuk badan air. Semua orang menghambur ke arah sungai. Ia ada di sana: ular Anakonda betina, bergelung tenang mirip tali raksasa. Yang lebih buruk dari semuanya adalah ia mendekap bola itu erat-erat.
Dalam rangka menyiapkan tim kesebelasan yang akan bertanding di turnamen Tarkam Besar, Audemir Cruz memberi uang kepada Erica dos Santos untuk memulas kuku, mencabut bulu-bulu kaki, dan pangkas rambut. Audemir adalah presiden klub Vila Nova dan Erica adalah ratu kecantikan klub. Audemir, seperti yang diwajibkan aturan Tarkam, juga membeli bikini dan sepasang baju olahraga. Persiapan hampir tuntas. Segera Erica usai berdandan, Audemir mengantarnya ke stadion dengan Ford Maron keluaran 1975.
Di usianya yang ke tiga puluh lima, Audemir menyetir pelan-pelan karena belum lama belajar berkendara dan tidak punya sim. Mereka melintasi pemukiman kumuh yang berderet sepanjang sungai, susah payah naik tanjakan di sebuah blok dan sampailah di pusat kota. Hawa udara pengap, serasa berada di dalam jaket wol tebal di musim panas. Matahari bersinar terik. Kulit kayak mengelupas. Di stadion, Audemir menyerahkan kostum tim kepada Erica. Kaus putih dengan garis-garis hijau memanjang. Audemir mengucapkan semoga berhasil. Erica tersenyum gugup, menjawab terima kasih dan lenyap di belakang panggung.
Penduduk Brasil di negara bagian Amazonia memiliki turnamen antar kampung (tarkam) yang dengan sempurna menggambarkan luas, keunikan, dan keanehan negara bagian yang berada di belantara hujan tropis terbesar di dunia. Tarkam Besar, nama tarkam itu, berlangsung di Manaus, kota metropolis ribuan kilometer di hulu Sungai Amazon dan jantung salah satu wilayah paling liar yang tersisa di planet ini.
Ketika aku berkunjung di tahun 2000, 522 tim ikut berpartisipasi. Jumlah yang sangat besar mengingat kesemuanya berasal dari daerah setempat. Namun, keanehan paling mencolok dari Tarkam Besar adalah dua kompetisi paralel: turnamen sepakbola dan kontes kecantikan. Tim-tim yang turut andil wajib mengikuti keduanya. Ketika pria-pria berpeluh di atas lapangan, gadis-gadisnya berkeringat di atas panggung.
Audemir menemani Erica di upacara pembukaan di mana semua peserta kontes ratu kecantikan berparade. Ketika aku tiba, penonton sedang membanjiri stadion. Aku harus menerobos kerumunan laki-laki yang mengenakan kaos tim kesayangannya dan tukang asongan menjajakan bir di dalam kotak polifom. Beberapa orang menabuh drum dan memainkan tamborin. Yang lain mengibarkan bendera dan spanduk. Suasana benar-benar seperti massa yang menunggu kampanye pilkada.
Di atas pentas, kontes ratu kecantikan segera dimulai. Sebuah pemandangan yang menakjubkan. Lebih dari lima ratus perempuan mengenakan cawat dan kaos sepakbola. Mereka berdandan dengan seronok. Bokong, pinggul dan paha mulus berkilat-kilat oleh olesan minyak almond. Rata-rata tinggi mereka tak lebih dari 165 cm. Sebagian besar memiliki wajah campuran hasil berabad-abad kawin-mawin orang Eropa dan suku-suku Indian.
Salah satu gadis menyedot perhatian. Penampilannya mencolok. Rambut pirang tebal dan bibir merah menyala. Yang membuat mata terbelalak adalah kaus putih-hitam dengan kata Arsenal yang ia kenakan. Aku mendekatinya. Dia mengenalkan diri sebagai Nona Alberta. “Apakah itu nama asli,” iseng-iseng aku bertanya. Dia menyeringai: “Tentu saja. Memang kenapa?”. Si Nona memberitahu Arsenal adalah salah satu tim terkuat. Salah satu pengurusnya melihatnya di jalan. “Dia memintaku jadi ratu kecantikan tim. Sangat menyenangkan ikut terlibat.”.
Suhu udara tak kunjung turun meski hari mulai gelap. Gadis-gadis montok itu diperintahkan berbaris lurus. Pembukaan segera dimulai. Barisan kaki-kaki jenjang itu mengular sampai ke luar pentas sejauh 200 meter. Tiap ujung kaos yang mereka kenakan diikat di atas pusar sehingga panggul dan pinggang berminyak itu jelas terlihat. Kertas kecil ditulisi nomor urut kompetisi ditempel di bagian belakang cawat.
Kamila Jennifer, ratu tahun lalu, berdiri di depan barisan. Dia mengenakan pakaian renang, selempang, dan tiara berkilaian, semuanya dibungkus jaket biru tebal yang berkilauan – pastilah pakaian itu sangat tidak nyaman. Kamila berdiri di atas kereta kuda. Dia diarak ke panggung dan berjalan ke tengah podium. Tiba-tiba podium merangkak naik. Satu, dua, tiga meter, dan sekejap ia sudah berdiri sepuluh meter di atas panggung.
Tarkam Besar adalah turnamen yang sangat serius. Pembukaannya megah seperti Olimpiade. Sebelum ratu-ratu itu berlenggak-lenggok, seorang biduan opera dari Orkestra Pillharmonik Kotamadya menyanyikan lagu kebangsaan. Tembakan militer ke udara mengiringi. Penari akrobat menyemarakkan pesta. Lalu langit meledak oleh kembang api berwarna-warni.
Seperti anak sekolah yang ikut paskibraka, gadis-gadis itu berjalan tertib ke panggung. Mereka melenggang seperti harimau lapar, dengan lengan yang terayun pelan dan rambut terkibas ke belakang saat memulai langkah pertama. Penonton bersorak riuh, membakar kembang api dan mengibarkan balon warna-warni.
Namun, tak ada waktu buat gadis-gadis itu untuk bersantai dan mengambil gaya karena antrian padat sekali. Mereka berjalan ke panggung, membalik badan, dan lenyap di balik tirai. Ini rangkaian gerak yang menghangatkan hormon dewasa. Parade itu seperti tak berujung. Apakah kalian pernah melihat 522 gadis berlenggak-lenggok seperti 522 gerbong kereta lambat?
Sebenarnya, mereka hanya 521. Armandao Maringa Junior, pemilik sebuah tim Kristen Evangelis, menolak memberi ijin bagi ratu tim untuk mengenakan bikini. Larangan itu berdasar ajaran agama.
Setelah semua mendapat giliran, para peserta diminta kembali ke panggung untuk menari dan menyanyi. Musik diputar dengan keras ketika gadis-gadis ratu berjubel di panggung. Selanjutnya, band samba mengambil alih pertunjukan dan upacara pun pembukaan berubah menjadi konser besar. Turnamen resmi dibuka, meski tak ada bola yang ditendang.
Pertandingan itu dimainkan dekat jalan. Seorang mengendarai VW Kodok dan kehilangan kontrol. Mobil melintir deras, oleng ke kanan, dan menarabas pagar menuju ujung lapangan. Pada saat yang sama, sayap kanan salah satu tim berlari kencang ke arah gawang. Dengan kepala menunduk memperhatikan bola, dia tidak melihat mobil yang sedang meluncur deras dan tak terelakkan: keduanya bertabrakan. Braaaaaak! Suara tumbukan keras menggema di udara. Kawan-kawan setimnya tergopoh-gopoh memeriksa apakah ia mengalami kecelakaan fatal. Mereka terkejut bukan kepalang karena tak sekalipun ia mendapat lecet. Sementara, kap mobil kodok itu penyok. Pengemudi sial itu menuntut si pemain untuk membayar ongkos bengkel!
“Ini untuk pertama kalinya kepala manusia menang beradu dengan kepala mobil” seloroh salah satu penonton.
Setelah upacara pembukaan, pertandingan pertama masih harus menunggu tujuh hari. Jeda ini memberiku kesempatan bertemu Arnaldo Santos, koordinator Tarkam. Sehari-hari, dia bekerja sebagai komentator sepakbola. Suaranya empuk dan manis. Mengenakan baju sutra, dia duduk tenang di kursi kerjanya, sebuah kantor di GOR Olympik Manaus.
“Tarkam Besar bukan sekadar kejuaraan,” dia memulai. “Ini sebuah perayaan.” Suaranya terdengar seperti iklan radio dan aku yakin kalimat ini diucapkannya ribuan kali.
Ia terus mencerocos, meningkatkan akselerasi kata-kata yang keluar dari mulut tanpa berhenti mengambil napas. Apalagi setelah suaranya mulai menghangat.
“Di hari pertama semuanya kacau balau. Aku tak akan melupakan hari itu. Tak pernah ada hari seburuk itu dalam hidupku. Pagi-pagi buta jam 5, seorang pemain terbunuh di halte bus. Jam 9, seorang penonton tewas terkena serangan jantung. Di salah satu pertandingan, kedua kiper mengalami retak tulang—yang satu di selangkangan yang lainnya lagi di rusuk. Empat pemain lain mengalami patah kaki. Masya Allah, aku membatin, kenapa hal itu terjadi dalam satu hari?”
Arnaldo, seperti yang kuduga, menjawab sendiri pertanyaan itu.
Semua terjadi karena banyaknya tim dan pemain yang tampil. Dia berusaha meyakinkanku bahwa Tarkam Besar adalah turnamen sepakbola terbesar di dunia. Pengakuan ini, dia sadar, hanya bisa dilakukan oleh sertifikat Guinnes Book of Records. Karena itu dia merinci dan mencatat semua statistik.
Di atas meja kerjanya, teronggok laporan tahunan tebal yang dibundel rapi. Laporan itu merekam semua kejadian dari 1,330 pertandingan tahun lalu. Angka-angka di dalam laporan itu mengesankan. Lebih 13,000 pemain turun gelanggang. Di minggu pertama, 254 pertandingan dimainkan di 40 lapangan. Semua orang bisa masuk dan ikut berpartisipasi sehingga Tarkam Besar adalah peristiwa sosial penuh warna dan tak terduga.
Judul turnamen ini sendiri sangat menarik sekaligus kontradiktif.
Pelada -nama aslinya- adalah sebuah tipe sepakbola tarkam yang tak terorganisir rapi dan mengandalkan improvisasi. Kejuaraan tipe ini memberi kesempatan kepada semua orang Brasil bermain bola di manapun ada ruang kosong – pantai, pertigaan jalan, halaman gereja, ladang-ladang bera, bekas reruntuhan pabrik. Pelada bisa memakai apa saja sebagai bola. Pemain umumnya bertelanjang kaki, dan apa yang kita sebut lapangan bentuknya bisa berubah-ubah. Brasil meromantisasi budaya pelada sebagai alasan mengapa mereka punya ketrampilan dan keahlian mengolah sikulit bundar yang khas. Peladao –Tarkam Besar- adalah upaya untuk memformalkan budaya pelada yang pada dasarnya informal.
“Gagasan utamanya adalah mempertahankan semangat permainan,” sambung Arnaldo. Hanya satu lapangan yang memiliki rumput yang bagus. Sedikit di antaranya memiliki garis. “Aturannya tidak terlalu ketat. Misalnya, tidak ada offside. Lemparan ke dalam bisa menggunakan tangan atau kaki. Dan tendangan pinalti berjarak 15 langkah.”
Arnaldo sendiri, sekarang berusia 62 tahun, tidak tampak seperti orang yang santai atau suka melucu atau suka melanggar aturan. Tahi lalat besar di atas bibir memancarkan keseriusan. Dia telah memimpin Tarkam ini sejak 1998 -kejuaraan ini pertama kali diselenggarakan awal 1970an. Dia membawa buku setebal 32 halaman yang berisi 204 jenis peraturan. Aku membaca halaman-halaman awal dengan cepat. Di halaman pertama, artikel pembuka bisa dibaca sebagai manifesto partai komunis.
“Kejuaraan besar bertujuan untuk menyatukan rakyat melalui olahraga, mendorong dan mengedepankan keberanian dan mengenalkan keindahan pemuda-pemudi Amazonia.”
Ketika mendapat kesempatan membacanya lebih seksama kemudian, aku menemukan paragraf yang berisi panduan menghadapi badai tropis, hukuman bagi tim yang membawa pulang bola panitia, dan diskualifikasi bagi ratu kecantikan yang menggunakan kontak lensa berwarna atau mengenakan celana G-string.
Orang-orang tertentu dilarang ikut. Pesepakbola profesional dan mereka yang melanggar aturan di buku kode pertandingan dilarang masuk lapangan. Kekerasan adalah salah satu masalah umum. Wasit-wasit terbiasa dikejar-kejar penonton yang marah hingga harus naik ke atas pohon, diacungi parang, dan diserang anjing-anjing galak. Sebelum turnamen, panitia merilis 93 nama yang harus diam di rumah.
Agar kejuaraan berlangsung lancar, Arnaldo membangun sebuah struktur kepanitiaan yang rapi. Semua peserta wajib menyerahkan dua lembar foto dan kopi kartu identitas yang berlaku. Lima staf bekerja penuh waktu mengelola data dan mengatur jadwal pertandingan. Sebelas pengacara duduk di komite disiplin untuk menampung protes dan keluhan. Komite ini harus bekerja dengan ligat dan cepat. Biasanya, babak sistem gugur mengalami penundaan karena panitia harus memproses protes dari tim-tim yang merasa dicurangi di babak penyisihan grup.
Kejuaraan ini berformat turnamen Piala Dunia, dimulai dari tahap penyisihan grup dan dilanjutkan dengan sistim gugur. Tim yang juara mendapat hadiah 100 juta. Ratu kecantikan mendapat mobil baru.
Kami mengalihkan perbincangan ke kontes ratu kecantikan. Semua kontestan diuji di depan kamera. Mereka harus datang ke studio TV lokal. Dengan menirukan gerak kamera, Arnaldo menjelaskan: “Mulai dari wajah dan bergerak turun ke dada hingga ke ujung kaki. Peserta membalikkan badan dan kamera naik lagi dari kaki hingga ke punggung. Lalu kamera menyorot muka dari jarak dekat. Kami bisa melakukannya untuk ratusan gadis dalam satu jam.”
Setiap kontestan juga diambil potretnya dan diukur secara terperinci tinggi dan berat badan, rambut dan warna mata. Arnaldo lalu membawa seluruh rekaman video dan data itu ke rumah dan memilih 120 terbaik yang berhak maju ke babak selanjutnya.
“Kami memiliki standar. Gadis-gadis itu harus cantik dan punya pinggul yang bagus. Jika hanya menilainya dari kaki, kami tidak mungkin bisa menentukan pilihan. Semua gadis-gadis dari daerah sini punya kaki jenjang dan bokong yang semok. Pinggang ke atas agak sedikit berbeda dan dari sana kita bisa menilai.”
Dua puluh lima aturan pokok kontes ratu kecantikan tidak menghalangi siapapun ikut mendaftar. Tahun ini, usia peserta mulai dari 12 hingga 28 tahun. Empat puluh di antaranya sudah beranak, lima puluh berlaga untuk kali kedua, dan dua puluh tiga lainnya model profesional. Salah satu peserta adalah seorang penari telanjang. Beberapa orang terkagum-kagum oleh show-nya di sebuah lokalisasi sehingga memutuskan untuk menjadikannya sebagai ratu tim. Nampaknya dia merupakan kandidat yang paling otentik.
Arti lain dari pelada dalam bahasa Portugis adalah ‘telanjang bulat’.
Kompetisi sepakbola dan kontes ratu kecantikan berjalan seiring. Fase pertama turnamen menempatkan setiap klub ke dalam grup yang berisi tiga atau empat tim. Dua tim teratas tiap grup maju ke tahap berikutnya. Kontes kecantikan dibagi menjadi beberapa tahap. Pertama, tiap peserta dimasukkan ke dalam grup yang berisi lima belas peserta. Proses seleksi disiarkan di televisi lokal. Kedua kompetisi ini berlangsung sendiri-sendiri, namun mereka tidak terpisah.
Yang paling istimewa dari Tarkam ini—dan ini adalah sebuah aturan yang penting: ratu kecantikan membuat tim yang sudah tersingkir dapat berkompetisi lagi.
“Beginilah aturannya,” kata Arnaldo menjelaskan. “Keenambelas ratu kecantikan yang maju ke babak perdelapan final membuat tim yang diwakilinya masuk turnamen paralel. Pemenang turnamen paralel ini mendapat jatah satu tempat di babak perempat final. Sangat penting untuk punya gadis semlohai dan menarik perhatian. Aku kasih tahu ya, di tahun 1998 Arsenal tersingkir di babak awal. Mereka hidup lagi karena ratu kecantikannya memenangkan kontes. Mereka akhirnya juara.”
***
Manaus, sepanjang akhir abad sembilan belas hingga awal abad dua puluh, berubah dari desa penghasil getah karet menjadi salah satu kota paling makmur di dunia. Bangunan yang menyimbolkan kejayaan era itu adalah gedung opera neo-klasik yang dibuat dari besi-besi Skotlandia, marmer Italia dan keramik Prancis. Beberapa langkah dari gedung opera ada kantor dua lantai yang menjadi kantor pusat Tarkam. Pagi-pagi aku mengunjunginya. Di atas meja, koran-koran lokal masih bau percetakan memuat nama-nama gadis yang lolos ke putaran kedua.
Aku melihat perayaan pertama: seorang pria berteriak dan memaki-maki salah satu panitia. Pria itu pemain Arsenal. Nona Roberta, ratu timnya, tidak ada dalam daftar. ‘Ini penghinaan. Gadis-gadis yang terpilih susunya hanya sebesar kentang—punya kami montok. Kami belum pernah tersingkir di babak pertama.’
Aku bertanya di mana Arnaldo dan lantas diarahkan ke ruang dalam. Dia jauh dari kesan eksekutif kalem dan bersih yang aku temui sebelumnya. Wajahnya lesu dan keletihan. Kantung matanya menebal dan menghitam. Hampir semua kancing bajunya terlepas. Dia sedang duduk dikelilingi gambar ratusan gadis dengan pakaian renang.
Dia sedang memeriksa gambar itu satu persatu, memberi penilaian akhir. Dia begadang sepanjang malam memelototi semua video. “Aku tak tahan lagi. Hanya bisa memilih 105. Aku sudah melihat berulang kali dan tak bisa mencari beda di antara mereka lagi.” Aku bertanya apa yang terjadi dengan Nona Roberta? Itu sebuah kesalahan. Dia masuk kualifikasi namun faks yang dikirim ke koran macet.
Dia mulai tak sabar dengan keluhan. Tekanan membuatnya mudah tersinggung. “Mereka tidak tahu kerja-kerja yang diperlukan untuk ini. Ini bukan main-main. Kami sangat rapi. Bahkan liga sepakbola profesional di negeri ini tidak sebagus kami.” Hampir dengan berteriak, Arnaldo mengatakan bahwa ia baru saja mendiskualifikasi sebuah tim karena baru saja tahu mereka tidak mengirim ratu kecantikan di upacara pembukaan dan alasan yang mereka pakai tidak bisa diterima.
“Keputusanku sudah bulat. Tahun lalu, aku mengeliminasi seorang kontestan karena dia mencopot kutang ketika juru foto menggodanya. Tiap peserta kontes kecantikan harus punya badan yang bagus.”
“Ini agak memalukan—dia, nona Roberta, adalah gadis yang menarik.”
Dia membalas dengan nada emosi dan sedikit membela diri dengan menyebut arti penting Tarkam.
“Turnamen ini katup penyelamat. Ini mengalihkan problem-problem sosial.” Dahinya berdenyut-denyut.
“Apa yang menyelamatkan negeri ini adalah fakta bahwa kami masih punya sepakbola. Sepakbola mengeluarkan beban orang-orang yang malang, orang-orang yang tidak tahu bagaimana mereka bisa mendapat makanan esok hari. Gol-gol dan kemenangan menyegarkan kembali jiwa-jiwa yang menderita.”
Ketika si pemain muncul, pertandingan sudah dimulai. Dia menandatangani formulir dan langsung berlari menuju tengah lapangan. Setelah mendapat bola pertama, dia menggiring melewati separuh pemain lawan dan mencetak gol. Lalu dia terbirit-birit masuk hutan. Orang-orang pun bertanya-tanya. Beberapa menit kemudian polisi datang dan menjelaskan mengapa.(*)
Editor: Andre Barahamin