FEATURE
Tur Wisata di Daerah Paling Berbahaya di Bogota
Published
6 years agoon
By
philipsmarx10 Januari 2019
Oleh: Andre Barahamin
Paket tur wisata di wilayah Bogota paling berbahaya, yang dipandu mantan kriminal.
BAGI BANYAK ORANG, Kolombia adalah soal legenda raja narkoba Pablo Escobar. Sebagian lain yang gemar menonton serial televisi, tentu lebih cenderung mengasosiasikan negeri ini dengan Narcos. Untuk orang-orang di luar Kolombia yang rajin mengkonsumsi berita mungkin lebih familiar dengan kisah-kisah kekerasan yang dilakukan oleh Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia (FARC) -gerilyawan komunis yang di tahun 2018 akhirnya melucuti diri, menyerahkan senjata mereka kepada PBB dan membangun partai politik. Sementara bagi para petualang seks, Kolombia adalah soal industri prostitusi yang menawarkan perempuan cantik dengan harga murah.
Namun di jantung kota Bogota, ibu kota negara itu dan pusat kerusuhan yang disebabkan oleh gelombang kekerasan selama bertahun-tahun, sebuah universitas merintis aksi untuk mengubah gambaran yang terlanjur melekat. Berupaya mentransformasikan Bogota dari ingatan sebagai lingkungan paling keras di negeri tersebut menjadi lebih baik. Sembari berharap bahwa persepsi yang dimiliki seluruh dunia mengenai Kolombia.
Mereka memulainya dari Calle 10.
Universidad Externado de Colombia menginisiasi dan mensponsori sebuah paket perjalanan wisata dengan melibatkan para mantan anggota geng. Program ini melengkapi mantan-mantan kriminal yang berupaya meninggalkan kehidupan lamanya dengan kemampuan untuk menjadi pemandu wisata di lingkungan Egipto, bekas pusat kekerasan geng di Bogota. Tur wisata ini diharapkan membawa uang dan sumber daya ke komunitas dan memberikan orang-orang di lingkungan tersebut mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Sebuah peluang berharga bagi penduduk setempat yang di masa lalu terpaksa menekuni dunia kriminal sebagai opsi untuk bertahan hidup.
Bagi anda yang ingin merasakan tur di Bogota dengan dipandu oleh mantan kriminal, maka mendaftarlah di tur Breaking Borders.
Tur ini dikoordinasi oleh perusahaan bernama Impulse Travel. Mereka akan menghubungkan anda dengan pemandu yang telah ditentukan dan menemani sepanjang perjalanan anda. Sepanjang tur, anda akan mendengar kisah-kisah yang kaya akan harapan dan janji untuk mengatasi masa lalu yang penuh kekerasan. Biaya tur, sekitar $47 (sekitar Rp. 660.000), belum termasuk tip kepada pemandu. Biaya tur dan tip tersebut akan membantu pemandu turis dan keluarga mereka untuk membangun fondasi keuangan melalui pekerjaan terhormat.
Tur dimulai dengan pelajaran sejarah. Calle 10, arteri di lingkungan Egipto, Bogota, melengkung ke atas bukit curam di tepi timur distrik La Candelaria yang ramai. Tapi Calle 10 jauh lebih dari sekadar jalan. Ini adalah komunitas yang menampung sekitar 142 keluarga dan dihuni sekitar 600 orang. Perbatasan tak kasat mata yang memisahkan kedua lingkungan itu menandai garis antara jantung Bogota yang berdegup kencang – sebuah kawasan yang dipenuhi arsitektur kolonial dan dipenuhi dengan restoran, bar, museum, dan Plaza de Bolivar yang bersejarah – dan yang hingga awal tahun 2000 adalah situs dari beberapa aktivitas geng yang paling kejam.
Baris ini juga menginspirasi nama tur, Breaking Borders.
Dalam kehidupan malam dan adegan budaya La Candeleria yang berkembang pesat, restoran dan bar menempati bangunan-bangunan bertingkat di Art Deco yang dicat dengan indah. Museum dan pusat pemerintahan mengelilingi Plaza de Bolivar, dan keluarga berkerumun di sekitar musisi pengamen. Jalan-jalan lingkungan dipenuhi dengan Bogotanos -cara orang lokal menyebut diri mereka dalam bahasa Inggris, wisatawan, dan siswa yang mengunyah empanada yang mengingatkan saya dengan kue panada di Manado.
Getaran yang jauh berbeda mengintai ketika melintasi Carrera 1, jalan yang bertindak sebagai perbatasan tak terlihat antara dua lingkungan. Di Egipto, lingkungan tertua kedua di Bogota, polisi bersenjata berdiri di sudut-sudut jalan. Di beberapa bagian depan dinding bangunan dan toko terdapat bekas lubang-lubang peluru. Mural besar tentang masa lalu kekerasan antar distrik ada di mana-mana. Gambar-gambar itu didominasi desain bunga yang menandakan tumbuhnya harapan mengenai masa depan dan masa lalu yang terkubur. Juga ada lukisan beruang dan buaya yang melambangkan penyatuan berbagai suku di sekitar segelas chicha -minuman fermentasi lokal beralkohol.
Selama 27 tahun, dua kelompok mengendalikan Egipto dan secara efektif membagi distrik ini menjadi dua faksi yang bertikai. Para anggota geng sering sekali terlibat perselisihan tentang wilayah, narkoba, wanita, dan urusan remeh lain. Kekerasan jelas mempengaruhi semua orang di Egipto.
Antara tahun 1990 dan 2002, lebih dari 1.200 pembunuhan terjadi di lingkungan itu. Hampir 70 persen korbannya adalah anak-anak yang berusia antara usia 12 dan 18 dan sebagian besar aksi pembunuhan tersebut dilakukan dengan senjata rakitan. Pada masa puncak kekerasan di Bogota, tiap-tiap geng secara rutin merampok dan menculik mahasiswa yang tinggal di La Candelaria. Di masa itu, penggunaan kekerasan dan ancaman dalam pemerasan, bisnis narkoba dan prostitusi adalah cara terbaik mengumpulkan uang dan menegaskan siapa yang berkuasa.
Hampir semua orang di Egipto kehilangan seseorang yang dekat dengan mereka karena aktivitas geng, dan banyak laki-laki yang mengaku telah menjadi bagian dari itu. Banyak yang tidak malu mengangkat baju mereka untuk mengungkapkan bekas luka peluru dan luka tusuk.
Dalam upaya untuk meredakan ketegangan antara lingkungan dan mencegah mahasiswa dirampok, Universidad Externado de Colombia memulai sebuah program di 2001. Membuka kelas-kelas pelatihan pariwisata bagi mantan anggota geng, memberikan pengetahuan dasar soal industri pariwisata dan menciptakan peluang bagi setiap orang yang ingin mengubah komunitas mereka. Tujuannya untuk membantu Egipto meningkatkan taraf ekonomi mereka dengan membangun basis keuangan yang solid dari sumber penghasilan yang sah serta tetap bersih dari narkoba, prostitusi dan kekerasan. Program ini juga secara tidak langsung mengubah industri pariwisata yang elitis, memutus isolasi daerah-daerah kumuh dan miskin dan memberikan peran langsung dalam bisnis, setelah sekian lama hanya dieksploitasi untuk keuntungan pihak ketiga.
Usaha ini masih berjalan dan sedang terus bertumbuh. Tapi sejauh ini terlihat tanda-tanda positif.
Jaime Roncancio misalnya. Setelah menyelesaikan kursus yang disponsori Universidad Externado de Colombia, ia membentuk tur Breaking Borders bersama dengan empat mantan anggota geng lainnya. Selama beberapa jam, Jaime dan rekan-rekannya menemani para pengunjung untuk bertualang kembali dan melihat sejarah 27 tahun kekerasan di kota itu. Tur dimulai dengan berjalan di jalan berbatu yang curam, menikmati mural besar, yang memberikan narasi visual tentang masa lalu daerah tersebut.
Salah satu perhentian utama adalah sekolah kecil untuk anak-anak di daerah itu – yang pertama di Egipto. Gedung sekolah kecil, ruang utama terbuka dengan dapur dan kamar kecil yang berdampingan, melayani anak-anak yang belum cukup umur untuk mendaftar di sekolah umum. Berbeda dengan sekolah kebanyakan, tempat ini menerima anak-anak dari kedua pihak yang bersaing di lingkungan tersebut.
Tur kemudian berlanjut ke El Cuadrado, alun-alun pusat komunitas yang sebelumnya digunakan sebagai tempat berkumpulnya para anggota geng. El Cuadrado sekarang berfungsi sebagai salah satu titik fokus utama dari tur Breaking Borders, di mana Jaime dan mantan anggota geng lainnya akan mempersilahkan tamu duduk dan mendengarkan kisah hidup mereka. Saat itulah kita akan menyadari bahwa Jaime adalah wajah umum dari para penduduk di sini. Jaime pertama kali tertembak pada usia delapan tahun, dan masih tertembak lagi sebanyak tujuh kali sepanjang keterlibatannya dalam geng.
Uang yang terkumpul dari paket wisata yang digagas Breaking Borders disalurkan langsung ke komunitas. Digunakan untuk membiayai sekolah, makanan, dan merawat lapangan sepakbola. Lapangan sepakbola adalah infrastruktur penting di daerah ini. Menjadi tempat utama berkumpulnya anak-anak di Calle 10 untuk berolahraga dan berinteraksi. Meski tak jauh dari lapangan tersebut ada dua lokasi yang menjadi tempat nongkrong para anggota geng.
Tur akan berhenti di rumah Jaime. Sebagai tanda terima kasih, Jaime mengundang semua orang yang ikut dalam rombongan untuk menenggak chicha di ruang tamu. Ia meracik sendiri minuman tersebut dari jagung dan merebusnya dalam panci tembaga. Jaime lalu akan melanjutkan cerita tentang bagaimana mereka berhasil mentransformasikan diri menjadi lebih baik dan harapan soal mengubah lebih banyak anak-anak muda yang masih terjerat dengan praktek kekerasan di dua kubu yang berseteru di distrik ini.(*)
Editor: Gratia Karundeng