Published
6 years agoon
By
philipsmarx7 Februari 2019
Oleh: Putri Kapoh
kelung.com – Setelah lebih dari satu abad mengalami asimilasi paksa dan diskriminasi yang hampir menghapus budaya mereka, Ainu akhirnya diakui sebagai penduduk asli di bawah undang-undang yang kini telah diserahkan ke dalam legislatif untuk dibahas. Dilansir dari The Asahi Shimbun, draft Rancangan Undang-undang (RUU) mengenai pengakuan Ainu telah disetujui pada 5 Februari dalam pertemuan bersama antara Partai Demokrat Liberal yang kini sedang berkuasa, dengan Divisi Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata.
Selain melarang praktik diskriminasi terhadap orang-orang Ainu, RUU itu juga mengatur soal penetapan subsidi untuk mempromosikan pariwisata ke Pulau Hokkaido, yang menjadi tempat darimana orang-orang Ainu berasal. Pemerintah berharap bahwa RUU ini bisa segera ditetapkan menjadi undang-undang (UU) dalam waktu dekat.
Pengakuan Ainu sebagai orang asli, dipandang sebagai “langkah maju” oleh Shiro Kayano. Ayah Shiro, Shigeru Kayano adalah orang Ainu pertama yang menjadi anggota parlemen di tahun 1994. Shigeru adalah salah satu sosok yang ikut terlibat mendorong agar ada UU yang mengakui dan melindungi orang-orang Ainu.
RUU tersebut diharapkan dapat mendorong “terciptanya masyarakat Jepang yang menghormati dan menghargai orang Ainu sebagai kelompok etnis”. Jika berhasil disahkan, UU tersebut akan memberikan kelonggaran kepada orang-orang Ainu untuk kembali melanjutkan praktik penangkapan ikan secara tradisional. Praktek ini sempat dilarang oleh pemerintah Jepang pada tahun 1982.
UU tersebut juga nantinya akan mengatur subsidi sebesar 1 milyar yen (sekitar 126 milyar) per tahun yang akan dimasukkan dalam anggaran fiskal tahun 2019. Uang subsidi ini akan digunakan untuk mendorong pengembangan dan promosi budaya asli orang Ainu sebagai sumber daya pariwisata. Subsidi ini juga akan digunakan untuk membiayai dan meningkatkan layanan transportasi bus bagi orang-orang Ainu agar membantu pengembangan kapasitas ekonomi mereka.
RUU ini merupakan bentuk yang lebih lanjut dari UU tentang orang-orang Ainu yang telah ada. Jika UU saat ini hanya mengatur soal promosi budaya dan pengembangan ekonomi harian orang-orang Ainu, RUU yang kini mendekati pengesahan memiliki langkah-langkah komprehensif yang lebih detil dan radikal, termasuk mengatur soal sanksi atas diskriminasi, perluasan pertukaran budaya Ainu di level internasional dan promosi komunitas dan industri budaya orang Ainu.
Salah satu yang mendorong percepatan pengakuan dan pengesahan UU orang Ainu sebagai Orang Asli adalah perlakuan diskriminatif Jepang selama seratus tahun, dan meningkatkan tekanan dari komunitas internasional agar Jepang segera memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi orang Ainu.
UU ini juga diharapkan akan dapat membantu pemerintah Jepang untuk mendorong pariwisata budaya. Jepang menargetkan jumlah turis asing hingga 40 juta orang pada tahun 2020 ketika Tokyo dipercayakan sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas dan tuan rumah Paralimpiade. Pemerintah Jepang berencana membuka Museum dan Taman Nasional Ainu di Shiraoi, Hokkaido pada April 2020 nanti. Targetnya, museum dan taman nasional ini akan mampu menyedot hingga 1 juta pengunjung setiap tahunnya.
Meskipun begitu, banyak perwakilan komunitas Ainu yang merasa bahwa UU ini datang terlambat setelah diskriminasi, kemiskinan dan teror yang mereka alami selama 100 tahun. Pulau Hokkaido yang merupakan tempat asal orang Ainu diinvasi dan ditaklukkan Jepang secara efektif sejak Restorasi Meiji tahun 1868. Di tahun 1899, Pemerintah Jepang mengeluarkan UU yang menolak ekspresi budaya orang-orang Ainu dan menggagas sejumlah langkah asimilasi paksa. UU tersebut nanti dihapus pada tahun 1997 dan diganti dengan UU yang memberikan sedikit ruang bagi orang Ainu untuk mengekspresikan dan mempromosikan budaya mereka.
Di tahun 2017, pemerintah Hokkaido melakukan penelitian yang berlokasi di 63 kota di mana orang-orang Ainu berada. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya sepertiga generasi muda Ainu yang melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Angka tersebut lebih rendah dari angka 45,8% dari orang Jepang pada umumnya. Dari 671 orang yang diwawancarai dalam penelitian ini, sebanyak 23,3% mengatakan pernah mengalami diskriminasi karena menjadi orang Ainu. Hal tersebut berkontribusi pada banyaknya keturunan Ainu yang memilih untuk tidak menunjukkan latar belakang budaya mereka secara terbuka.(*)
Editor: Andre Barahamin
Film Mariara: Pertarungan Interpretasi Iman dan Ancaman Penghayat Kepercayaan
Menjadi Penjaga Tradisi di Era Disrupsi, Refleksi Syukur Pinaesaan ne Kawasaran
Rezim Jokowi Berakhir, Masyarakat Adat Kembali Nyatakan Sikap
Melahirkan Kader Marhaenis di Wale Mapantik
Mahzani, Bahasa Tombulu dan Festival Wanua Woloan
Manuk A’pak: Menyegarkan Kebaikan Alam untuk Manusia di Mamasa