BERITA
Walhi Region BANUSRAMAPA Kecam Tindakan Kekerasan terhadap Aktivis Lingkungan Hidup
Published
6 years agoon
By
philipsmarx29 Januari 2019
Oleh: Denni Pinontoan
kelung.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Region BANUSRAMAPA (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur Maluku Utara dan Papua) mengecam kekerasan berupa pembakaran rumah milik Murdani, Direktur Eksekutif WALHI, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Senin (28/01) kemarin. Diduga kuat, pelaku pembakaran ini adalah orang suruhan oknum tertentu. Kasus ini menambah daftar hitam kekerasan yang dialami oleh para pegiat lingkungan hidup di Indonesia.
I Made Juli Untung Pratama, Direktur WALHI Bali, dalam rilis bersama Region BANUSRAMAPA, mengatakan, peristiwa ini terjadi justru di tengah komitmen negara untuk melindungi, menghormati dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM) melalui UU 32 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kami Mengecam kejadian tersebut. Bayangkan, UU HAM dan UU perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjamin HAM setiap warga negara, termasuk aktivis lingkungan hidup. Tetapi masih juga terjadi intimidasi terhadap aktivis lingkungan, apakah negara serius menghormati, melindungi dan memenuhi HAM setiap warga negaranya”, ujarnya.
Untung Pratama mendesak pihak kepolisian untuk segera mengungkap pelaku pembakaran tersebut.
“ Kepolisian harus segera mengungkap pelaku pembakaran tersebut. Jika pelakunya tidak sampai terungkap, maka negara tidak memiliki itikad baik untuk melindungi HAM terhadap aktivis lingkungan, dan itu patut dipertanyakan,” tegasnya.
Aish Rumbekwan, Direktur Eksekutif WALHI Papua juga menyatakan kecamannya dan meminta pemerintah harus memastikan tidak ada lagi intimidasi dan kekerasan fisik kepada para pejuang lingkungan hidup di Indonesia. Senada dengan Aish, Ahmad Rusydi Rasjid mengatakan, “ Aparat kepolisian harus segera mengusut tuntas dengan menangkap pelaku dan dalang pembakaran rumah Direktur WALHI NTB”.
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, Direktur Eksekutif WALHI NTT menyayangkan kekerasan ini terjadi.
“Ini membuktikan bahwa banyak pihak yang tidak menyukai aktivitas WALHI sebagai organisasi yang berjuang untuk melindungi lingkungan hidup di Indonesia. Kekerasan ini juga makin mempertegas kondisi bahwa Indonesia belum mampu melindungi para pejuang lingkungan,” ujar Umbu
WALHI Region BANUSRAMAPA juga meminta Kepolisian Republik Indonesia dan pihak terkait untuk segera melakukan tindakan perlindungan dan pemulihan atas keluarga Murdani dan keluarga serta WALHI NTB dari berbagai upaya tindak kekerasan. Mereka juga mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera melakukan tindakan progresif secara kebijakan dan implementasi dalam melindungi warga negara yang melakukan perjuangan untuk keselamatan lingkungan hidup.
“Kekerasan demi kekerasan yang dialami para pejuang lingkungan hidup di Indonesia tidak akan menyurutkan langkah untuk terus memastikan tumbuhnya pengelolaan lingkungan hidup yang adil dan lestari,” tegas mereka.
Kasus-Kasus Kekerasan Sejak Tahun 2012
Kekerasan dalam berbagai bentuk serta kriminalisasi kerap dialami oleh para aktivis lingkungan hidup. Berdasarkan catatan WALHI, terdapat 147 peristiwa kekerasan terhadap aktivis lingkungan hidup dan agraria pada 2012, sebanyak 227 kasus pada 2013, dan ratusan kasus pada 2014.
Pada pada Senin 5 November 2012 seperti dikutip dari Kompas.com, anggota Dewan Daerah WALHI Bali, I Wayan Gendo diserang saat berada di kantornya, sekitar pukul 11.00 Wita. Gendo dipukul hingga mengalami luka sobek di bibir dan pendarahan di mulut oleh dua orang. Penyerangan terhadap Gendo terkait dengan penolakan WALHI Bali terhadap berbagai pembangunan yang merusak kelestarian lingkungan hidup di provinsi ini.
Kasus-kasus kekerasan terus berlanjut. Pada 26 September 2015, seorang aktivis lingkungan hidup di Lumajang, Salim Kancil dibunuh sekelompok orang di Balai Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dalam proses hukum, dua pelaku utama pembunuhan Salim Kancil, yaitu mantan Kepala Desa Selok Awar-awar di kota Lumajang, Jatim, Hariyono dan Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat, Mat Dasir dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan secara berencana. Mereka kemudian kena vonis hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan, pada Senin, 25 Januari 2016 pukul 20:25 WITA, para aktivis mereka di Kalimantan Timur diserbu gerombolan preman dengan membawa senjata tajam dan senjata api. Gerombolan ini menyatakan keberatan atas pembekuan operasi pertambangan batu bara PT. Multi Harapan Utama (PT MHU) yang dilaporkan JATAM Kaltim pada pemerintah karena telah menyebabkan satu orang anak meninggal dunia di lubang tambang PT. MHU.
Pada Selasa, 15 Agustus 2017, sebastian Hutabarat aktivis dari Yayasan Pecinta Danau Toba mengalami penganiayaan. Bibir bagian atas sebelah kanan Sebastian Hutabarat mengalami luka robek. Sebastian dianiaya oleh orang-orang pemilik tambang di desa itu. Tempat kejadian di area tambang batu di Desa Silimalombu, Kecamatan Onanrunggu, Kabupaten Samosir.
Pada 25 April 2018 terjadi peristiwa penembakan yang dilakukan oleh aparat Polres Sumba Barat. Akibat penembakan itu, Poroduka (45 tahun) meninggal, dan Matiduka mengalami luka tembak di kedua kakinya. Tindak kekerasan lainnya dialami oleh 10 orang masyarakat, salah seorang di antaranya adalah anak SMP. Poroduka adalah warga Sumba Barat bernama warga lainnya menolak pengukuran tanah yang dilakukan pihak investor di pesisir Marosi, Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Polisi yang melakukan pengamanan pada pengukuran tanah itu kemudian menembak Poroduka dan Matiduka.
Kasus kriminalisasi terhadap pegiat lingkungna hidup juga sering terjadi. Menurut catatan WALHI, di tahun 2012, terjadi 147 kasus, dan 2013 naik menjadi 227 kasus. Pada tahun-tahun berikutnya, kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup terus terjadi. Salah satunya dialami oleh Bambang Hero Saharjo, seorang Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bambang adalah seorang yang sering membantu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menangani kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Bambang digugat PT JJP karena kesaksiannya sebagai saksi ahli pada 2016. Ia bertindak sebagai wakil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kebakaran hutan dan lahan di lahan seluas 1.000 hektar milik PT JJP. Perusahaan ini kemudian meminta Pengadilan Negeri Cibinong menyatakan surat keterangan ahli kebakaran dan lahan yang disusun Bambang cacat hukum karena tidak mempunyai kekuatan pembuktian serta batal demi hukum.
“Ke depan seharusnya persoalan hidup seperti ini tidak boleh lagi terjadi dan langkah-langkah (kriminalisasi) seperti ini kita kutuk keras karena tidak hanya terjadi di Walhi sendiri di jaringannya tapi di banyak organisasi yang lain,” ujar Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI, Yuyun Harmono usai konferensi pers “Warisan Kemiskinan Proyek Bank Dunia di Kedung Ombo”, di Jakarta, seperti dikutip dari Wartaekonomi.co.id, Jumat 5 Oktober 2018.
Bagi Yuyun, kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup adalah sebuah langkah mundur. “Saya kira ini langkah mundur kalau masih ada aktivis, akademisi dan petani masih dikriminalisasi, padahal mereka menuntut haknya atas lingkungan hidup yang bersih dan itu dijamin dalam undang-undang lingkungan hidup kita bahwa tidak boleh ada kriminalisasi ketika masyarakat menuntut hak atas lingkungan hidup yang bersih,” tegasnya. (*)
Editor: Andre Barahamin