Connect with us

ESTORIE

Willy Lasut, Soekarno dan Pangeran Bernhard

Published

on

30 Maret 2019


Oleh: Denni Pinontoan



Willy Lasut, mantan Gubernur Sulawesi Utara, dan Soekarno, mantan Presiden Indonesia, punya kedekatan dengan Pangeran Bernhard, pangeran Belanda asal Jerman yang disebut-sebut pernah menjadi anggota SS NAZI

SELALU SAJA ada kisah yang tersembunyi di balik sejarah. Mantan Gubernur Sulawesi Utara, Willy Ghayus Alexander Lasut ternyata berteman dengan Pangeran Bernhard. Presiden pertama Indonesia, Soekarno juga bersahabat dengan suami Ratu Juliana ini.

Lasut adalah seorang Minahasa, yang dulu bangsanya dijajah oleh Belanda. Kakaknya Arie Frederik Lasut dibunuh oleh tentara Belanda di zaman perang. Soekarno adalah proklamator yang menyatakan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan. Pangeran Bernhard, seorang Jerman yang kemudian menjadi suami dari Ratu Juliana, penguasa Belanda itu.

Tapi, persahabatan antar orang-orang berbeda bangsa rupanya melampaui sejarah masa lalu. Masa perang sudah usai. Saatnya memulai hubungan baru yang lebih akrab. Meskipun hubungan itu penuh misteri.

Sang Pangeran, sahabat dari Lasut dan Soekarno, hingga ajal menjemputnya 1 Desember 2004 masih tetap saja dikejar oleh sejarah masa lalunya. Dugaan keterlibatannya dalam NAZI masih merupakan misteri hingga kini. Lasut dan Soekarno, dua sahabatnya itu mungkin pernah tahu atau tidak, pernah percaya atau tidak tentang isu yang dikenakan kepada sang sahabat mereka, mungkin sama misterinya dengan isu itu sendiri.


Willy Lasut dan Pangeran Bernhard

Sore, 4 Juni 1982 hujan lebat mengguyur Manado. Bandar Udara Sam Ratulangi tidak baik untuk didarati pesawat. Tapi, sebuah pesawat mengangkut tamu penting. Pangeran Bernhard dan Ratu Juliana dari Belanda di dalamnya.

Meski cuaca buruk, pilot berusaha mendaratkan pesawat itu. Pesawat mendarat, penumpang tiba dengan selamat.

Di bandar udara Sam Ratulangi, Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard ketika turun dari pesawat, disambut oleh Gubernur Mantiri dan istrinya. Suami-istri bangsawan dari Kerajaan Belanda ini terbang dari Bali. Mereka didampingi oleh Menteri Perdagangan, Radius Prawiro, dan Direktur Jenderal Pariwisata, Joop Ave.

“Merupakan kehormatan besar bagi kami untuk dapat menerima mantan ratu,” kata ketua DPRD Sulawesi Utara dengan bahasa Belanda, tulis Bob Mantiri pada surat kabar Nieuwsblad van Het Noorden, edisi 05-06-1982.

Ini rangkaian perjalanan Pangeran Bernhard dan Ratu Juliana ke Indonesia. Setelah singgah di Jakarta dan Bali mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Minahasa. Di Tomohon mereka bertemu dengan mantan Gubernur Sulawesi Utara, Willy Ghayus Alexander Lasut. Rupanya, di Belanda Pangeran Bernhard mendapat kabar, bahwa Lasut sudah meninggal dunia.

Pangeran Bernhard merasa Lasut adalah teman lamanya. Sebab pada tahun 1971, Pangeran Bernhard dan Ratu Juliana, datang ke Indonesia, tepatnya di Bandung mereka bertemu.

“Kami tidak tahu bagaimana kami menantikan kunjungan ini,” kata Willy Lasut, ketika menyambut Pangeran Bernhard dan Putri Juliana.

Pertemuan dua tokoh ini tidak terlepas dari beban-beban sejarah di masa penjajahan Belanda dan tidak lama setelah Indonesia berdiri ketika NICA datang kembali berusaha mempertahankan kekuasaan Belanda di negara ini.

Ketika Lasut masih menjabat sebagai gubernur pada tahun 1979, Pangeran Bernhard datang ke Indonesia. Mereka juga bertemu waktu itu.

Koresponden surat kabar Nieuwsblad van het Noorden, Bob Mantiri menulis, pada tahun 1979 itu, di rumah Lasut di Tomohon keduanya berfoto bersama. Pangeran menggunakan topi felt dan t-shirt. Foto itu masih dipajang di rumah Lasut ketika mereka bertemu lagi tahun 1982.

“Meskipun Lasut kehilangan seorang saudaranya di masa lampau, dan ia sendiri telah memainkan peran penting dalam mendapatkan kemerdekaan negaranya, tapi Lasut mengaku tidak menyimpan kebencian terhadap Belanda,” tulis Mantiri dalam laporannya.

Saudara Lasut yang dimaksud itu adalah Arie Frederik Lasut. Ia adalah kakak Willy Lasut yang dibunuh oleh Belanda pada tanggal 7 Mei 1949 di Desa Gentan, Pakem, Yogyakarta. Arie Frederik Lasut yang dilahirkan di Desa Kapataran, Tondano 6 Juli 1918 adalah bekas Kepala Jawatan Tambang dan Geologi Indonesia pertama. Jabatan itu dipegangnya dari 16 Maret 1946 sampai 7 Mei 1949.

Arie Frederik Lasut pernah mengenyam pendidikan di Geenskundige Hoogeschool (sekolah kedokteran) di Batavia dan Technische Hoogeschool (Institut Tenologi Bandung). Namun keduanya tidak ia selesaikan.

Ia lalu mengikuti kursus asisten geologi pada Diesnt van den Mijnbouw (Dinas Pertambangan) pada tahun 1939. Pada saat Belanda melakukan agresi militer di Bandung, Arie Frederik Lasut menyelamatkan dokumen-dokumen ilmu dan hasil penelitian tambang yang sangat penting dan diincar oleh Belanda. Tapi naasnya, ia kemudian berhasil ditangkap oleh Belanda, lalu dieksekusi mati.

Seorang Willy Lasut, sang adik, menyatakan sudah dapat menerima kenyataan itu dan tidak lagi membenci Belanda. Malah, Lasut mengingat masa ketika Belanda menjajah lebih baik dibanding pendudukan Jepang. Ketika Jepang menyerbu Minahasa, Lasut adalah seorang bocah berusia enam tahun.

“Saya dapat mengatakan bahwa saya, dan banyak orang lain, telah mengalami saat-saat yang baik sebelum perang,” ujar Lasut seperti ditulis Mantiri.

Nama lengkap Lasut adalah Willy Ghayus Alexander. Ia lahir pada 28 Januari 1926. Menjabat sebagai gubernur Sulawesi Utara periode 21 Juni 1978 sampai 20 Oktober 1979. Ia dikenal sebagai gubernur yang melawan pemerintah pusat terkait dengan harga cengkih. Orang-orang Minahasa mengenangnya sebagai pahlawan cengkih.

Bernhard di masa kecil. (Foto: De Vrije)

Pangeran Bernhard lahir pada tanggal 29 Juni 1911 di Jena, Jerman. Ia menghabiskan masa kecilnya di rumah orang tuanya di Reckenwalde.  Bernhard memperoleh sarjana diploma di Berlin, tahun 1929.

Ia belajar hukum di universitas Lausanne dan di universitas Munich dan Berlin. Pada tahun 1935 ia dianugerahi gelar Referendar Juris di universitas terakhir, sebanding dengan ujian doktoral dalam bidang hukum.

Ia bertunangan dengan Putri Juliana pada 8 September 1936. Pada tanggal 27 November tahun itu, Pangeran memperoleh kewarganegaraan Belanda secara hukum. Pangeran Bernhard meninggal pada 1 Desember 2004.


Soekarno dan Pangeran Bernhard

Pada tahun 1971, Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard berkunjung ke Indonesia selama 10 hari. Ini kunjungan pertama Pangeran Bernhard ke Indonesia. Namun, ia sebetulnya sudah bersahabat lama dengan Soekarno. Ketika dia datang waktu itu, Soekarno sudah meninggal setahun sebelumnya. Ini masa Soeharto sebagai presiden.

Kwik Kian Gie dalam Menelusuri Zaman, Memoar dan Catatan Kritis (Jakarta: Gramedia, 2017) antara lain mengisahkan hubungan antara Soekarno dengan Pangeran Bernhard. Gie menuturkan, orang yang menjadi penghubung antara keduanya bernama dr. Emile van Konijnenburg. Gie tahu ini dari Pangeran Bernhard.

“Dalam diskusi-diskusi itu, Bernhard antara lain menceritakan bahwa Konijnenburg berfungsi sebagai kurir antara dia dengan Bung Karno dalam surat menyurat, dan juga pengiriman film-film Hollywood oleh Bernhard kepada Bung Karno,” tulis Gie.

Willem Oltmans, wartawan Belanda di tahun 1950-an, kawan Soekarno, juga menyebut hubungan antara Soekarno dengan van Konijnenburg yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Direktur KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij, perusahaan penerbangan Belanda). Oltmans berkisah tentang apa yang terjadi pada sekitar tahun 1956, 11 tahun dari proklamasi Indonesia.

“Ia mengirim saya ke dr. Emile van Konijnenburg, Wakil Presiden KLM dan khusus ditugasi mengurus hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia, seperti kerja sama dengan Garuda Indonesian Airways. Ia ternyata telah bertahun-tahun menjadi sahabat pribadi Soekarno. Bersama-sama mereka membangun perusahaan penerbangan Indonesia,” tulis Oltmans dalam Bung Karno Sahabatku (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001).

Pada masa itu Pangeran Bernhard ingin sekali datang ke Indonesia, negara merdeka yang dulunya dijajah oleh Belanda, negara istrinya, Ratu Juliana. Namun, kata Gie, pemerintah Belanda tidak membolehkannya.

Lagi ternyata, Soekarno dan Bernhard memiliki hobi yang sama.

“Bernhard mengatakan, bahwa dia dengan Bung Karno mempunyai hobi yang sama,” tulis Gie.

Tapi, Gie tidak tahu persis hobi apa yang sama itu. “Saya hanya membathin saja bahwa kira-kira saya mengetahui apa yang hobi yang dimaksud,” kata Gie.


Pangeran Bernhard dan NAZI

Pangeran Bernhard dan Ratu Juliana tahun 1936. (Foto Provinciale Overijsselsche en Zwolsche)

Pangeran Bernhard adalah tokoh yang  kontroversial. Media Belanda, sejak ia menikah dengan Ratu Juliana sudah memberitakan isu keterlibatannya dengan NAZI (Nationalsozialismus) Jerman.

Het Vrije Volk, sebuah surat kabar berhaluan sosialis demokratik di Belanda pada  edisi 10 Desember 1977 memberitakan laporan mereka tentang dugaan itu.

“Menurut korespondensi surat yang kami temukan di arsip Der Spiegel, “Bahkan kisahnya adalah bahwa Bernhard dipilih oleh Nazi untuk dinikahkan dengan Juliana untuk mendapat dukungan yang lebih kuat di Belanda,” tulis Het Vrije Volk mengutip surat itu.

Selanjutnya, surat itu menyebutkan, “Ketika IG Farben mendengar kesulitan yang dihadapi oleh putri mahkota Belanda dalam menemukan pria yang cocok, dia menginstruksikan departemen politik-ekonominya untuk menemukan pria muda yang cocok yang juga bisa mengawasi kepentingan bisnisnya di Belanda. ”

Het Vrije Volk menyebutkan, penulis surat itu mengutip apa yang ditulis oleh teman kuliah Bernhard, yang kemungkinan dia adalah Friedrich Langenheim.

Bahkan, Het Vrije Volk menyebutkan, sangat besar kemungkinan, Pangeran Bernhard juga sebagai anggota ‘SS’, singkatan dari Schutzstaffel. ‘SS’ adalah organisasi keamanan dan militer Partai Nazi Jerman. Adolf Hitler mendirikan SS pada April 1925, mulanya sebagai satuan pengawal pribadi.

“Faktanya adalah – dan hanya ada satu orang Belanda yang pada saat itu sadar bahwa Pangeran Bernhard adalah anggota SS selama masa kejayaannya di Den Haag.”

Surat kabar Trouw edisi 6 Mei 1980 merilis berita yang antara lain berisi bantahan Pangeran Bernhard tentang isu itu.

“Ketika ditanya, sang pangeran mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan pertemuan dengan pemimpin NAZI di Laren pada tahun 1940,” tulis Trouw.

Trouw menulis, pada April 1940, Pangeran Bernhard menerima informasi dari Günther Frank Fahler, mantan kepala di IG-Farben (perusahaan farmasi terbesar di Jerman pada masa Hitler), tentang rencana serangan Jerman. Pangeran lalu meneruskan informasi itu ke markas besar di Belanda. Menurut Pangeran Bernhard, tulis Trouw, Fahler bukan seorang Nazi. Ini terbukti dari fakta bahwa ia kemudian dibebaskan.

Namun, pada tahun 2010, enam tahun setelah Pangeran Bernhard meninggal, isu itu masih diberitakan oleh media. Bruno Waterfield dari The Telegraph dalam laporannya pada edisi 5 Maret 2010 menuliskan, “Annejet van der Zijl, seorang sejarawan Belanda, telah menemukan dokumen keanggotaan di Universitas Humboldt Berlin yang membuktikan bahwa Pangeran Bernhard, yang belajar di sana, telah bergabung dengan Deutsche Studentenschaft, persaudaraan mahasiswa Sosialis Nasional, serta NSDAP Nazi dan sayap paramiliternya, Sturmabteilung.”

Waterfield menulis, sang pangeran adalah anggota partai Nazi Jerman hingga tahun 1934, tiga tahun sebelum ia menikahi Puteri Juliana, calon ratu Belanda.

“Dia meninggalkan semua kelompok saat meninggalkan universitas pada bulan Desember 1934, ketika dia pergi bekerja untuk perusahaan raksasa kimia Jerman, IG Farben,” tulis Waterfield.

Waterfield melanjutkan, sang pangeran selalu menyangkal bahwa ia pernah menjadi anggota partai Nazi, meskipun ia mengakui bahwa ia sempat bersimpati dengan rezim Adolf Hitler. Dalam salah satu wawancara terakhir yang disampaikan sebelum kematiannya pada tahun 2004, dia berkata: “Saya dapat bersumpah dengan tangan saya pada Alkitab: Saya tidak pernah menjadi seorang Nazi,” demikian tulis Waterfield. (*)


Editor: Daniel Kaligis


Komitmen dan misi kami adalah menghadirkan media dengan mutu jurnalisme yang baik. Menurut pendapat kami, salah satu syarat penting untuk mencapai hal itu adalah indepedensi.
Sejak awal, kami telah menetapkan bahwa KELUNG adalah media independen. Sebagai media independen, KELUNG hadir untuk melayani pembaca dengan laporan, artikel atau tulisan yang disajikan secara naratif, mendalam, lengkap dengan konteks. Kami mengajak anda untuk memasuki setiap gejala dan isu untuk menemukan informasi, inspirasi, makna dan pengetahuan.
KELUNG independen oleh karena kami sendiri yang menentukan tema atau isu untuk disajikan. KELUNG bebas dari intervensi penguasa atau pemilik modal. KELUNG independen dari intervensi ideologi agama atau ideologi apapun.
KELUNG independen, karena bebas berpihak kepada kelompok minoritas, kelompok marginal dan lemah secara akses suara ke publik. KELUNG juga akan terus berupaya mengembangkan diri, meningkatkan mutu isi dan penyajian.
Pembaca adalah kunci dari harapan kami ini. Dukungan pembaca berupa donasi, sangat berarti bagi kami dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu jurnalisme yang independen. Kami mengundang pembaca untuk bersama-sama mencapai komitmen dan misi kami ini.
Mari bantu KELUNG dengan cara berdonasi…. selengkapnya

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *