GURATAN
Ziarah Bulan Maria dan Bukit Kimentur Seminarium Xaverianum

20 Mei 2023
“Menjejaki Bukit Kimentur bukan hanya menyajikan suasana khusyuk dan alamiah bagi para peziarah. Hawa dingin dan sejuk merasuk para pendoa yang datang. Tapi di balik itu banyak cerita sosio-historis lahir dari sekelumit perjalanan panjang Kimentur bersama Seminarium Xaverianum.”
Penulis: Belarmino Lapong
MENYANYI dan berdevosi sambil berarak, berjalan bersama menuju salah satu Gua Maria yang ada. Aktivitas seperti ini biasa disebut ziarah. Merupakan salah satu tradisi Gereja Katolik.
Marak dan lazim dilakukan, khususnya umat Katolik di Keuskupan Manado saat bulan Maria dan bulan Rosario.
Jalannya ziarah diiringi dengan lantunan lagu Maria dan silih berganti Doa Rosario. Ziarah Goa Maria biasanya akan diakhiri dengan perayaan Ekaristi bersama sebagai puncak iman seorang Katolik.
Situs Goa Maria yang terkenal seperti Gua Maria Paroki BHK Woloan, Gua Maria Karmel Kakaskasen serta Gua Maria Bukit Kimentur Kakaskasen, merupakan beberapa situs peribadatan umat Katolik Tomohon yang sering langganan menjadi tujuan ziarah.
Gua Maria Bukit Kimentur demikian nama yang diadopsi dari tempat Gua Maria itu dibangun. Berdiri di atas bukit sekira 20-an meter dari permukaan tanah. Di daerah yang sedari dulu dikenal masyarakat Kakaskasen sebagai Bukit Kimentur, yang artinya “berbukit”.
Bukit yang rindang ditumbuhi pepohonan pinus. Serasa cocok dan pantas untuk dijadikan tempat bagi siapapun yang ingin menyendiri dan berdoa. Di samping Kimentur, berdiri kompleks persekolahan Seminari Fransiskus Xaverius Kakaskasen. Sekolah bagi para calon imam Katolik.
Bukit Kimentur seakan menjadi tameng alam dari Seminarium Xaverianum ini. Pada Agustus 1946, dalam majalah Belanda Verwoesting Herbouw, dicatatkan beberapa gedung dalam kompleks seminari hancur oleh ledakan bom yang dijatuhkan tentara sekutu. Ketika itu mereka mengira seminari sebagai salah satu tempat persembunyian tentara Jepang.
Saat itu yang menjadi rektor seminari, Pastor Croonen. Beruntung beberapa gedung yang berada di balik bukit ini selamat dari ledakan bom.
Setelah itu, ketika masa pergolakan Permesta tahun 1957-1961, Bukit Kimentur sempat digunakan sebagai salah satu pertahanan pasukan Permesta yang ada di Kakaskasen, untuk menahan laju pasukan Brawijaya yang akan masuk ke daerah Wailan.
Tahun 1937, beberapa tahun setelah kepindahan aset Seminari yang ada di Woloan ke Kakaskasen, prefek apostolik Mgr. J. W. J. Panis mengesahkan dan memberkati kapel serta beberapa gedung Seminarium Xaverianum. Perayaan besar bersama umat dan seminaris menandai momen iman ini.
Peristiwa ini dimuat dalam majalah Belanda Annalen Van O. L. Vrouw Van HBT H. Hart, tertanggal 1 Februari 1937.
Keberadaan Bukit Kimentur tak akan lepas dari keberadaan seminari ini, begitupun sebaliknya. Bukit Kimentur sudah menjadi entitas serta identitas yang tak terlepaskan dari seminari itu. Bahkan dalam satu catatan Belanda tahun 1937, seminari ini pernah disebut sebagai “Seminarie Agoeng Kimentoer”.
Setelah dibangun Gua Maria di puncak bukit Kimentur, akhirnya perlahan menjadi tempat peribadatan dan ziarah bagi umat Katolik. Bukan lagi hanya umat Katolik Tomohon yang sering datang, tapi sudah sering dikunjungi juga umat Katolik di seluruh Keuskupan Manado.
Menjejaki Bukit Kimentur bukan hanya menyajikan suasana khusyuk dan alamiah bagi para peziarah. Hawa dingin dan sejuk merasuk para pendoa yang datang. Tapi di balik itu banyak cerita sosio-historis lahir dari sekelumit perjalanan panjang Kimentur bersama Seminarium Xaverianum.
Teringat salah satu pesan lama yang sudah menjadi tradisi dalam ziarah ke Seminarium Xaverianum ini. Ketika ke Seminari Kakaskasen, jangan lupa tuk singgah dan pasang lilin di Gua Maria Bukit Kimentur.
Bulan Maria, Kamis, 18 Mei 2023, dalam perayaan Kenaikan Yesus Kristus bersama umat Paroki St. Antonius Padua Taratara, kami berziarah bersama di Seminari Fransiskus Xaverius Kakaskasen.
