CERITA
Pesan Leluhur

Karya: Hendra Mokorowu
SEBUAH danau di dekat kampung halaman Lance Lot, dikelilingi pohon sagu dan terkenal dengan kedangkalannya. Namanya Danau Manginjo. Lantaran dangkal, banyak masyarakat mandi di situ. Setiap hari, di sekeliling danau ramai orang berbasuh badan.
Meski terkenal dangkal, orang-orang takut mandi dan berenang ke tengah danau. Entah apa alasan hingga orang kampung tak berani mandi di tengah danau. Mungkin arti nama danau itu bisa menjadi kunci memahami misteri itu.
Masyarakat mengenal nama danau itu, “manginjo”. Dalam bahasa Tonsawang, berarti “mengambil”. Ya, itu terkait dengan kehidupan atau nyawa.
Sore itu, Lance, lelaki muda perkasa sedang menikmati dinginnya air Manginjo. Tampak juga orang-orang lain bermandian di pinggir, mengelilingi danau. Tidak jauh, Lance melihat sekelompok pemuda bergerombol ceria turun dan masuk ke dalam danau. Di antara kelompok pemuda itu, terlihat ada satu perempuan. Ternyata itu sosok gadis idolanya, Odet Qikea. Sorot mata Lance pun hanya fokus ke wajah ceria itu, meski sang pujaan hati tak menghiraukan.
Bahana canda tawa kelompok pemuda itu kian menggema di seantero danau, bahkan semakin memikat perhatian Lance. Tak lama, ia menyaksikan kerumunan pemuda yang ribut tak karuan itu bergerak menuju ke bagian tengah danau.
“Ayo berenang ke tengah danau,” ajak Franco Hook dengan nada berteriak.
“Tidak ah, takut, hahaha,” sahut Odet dengan nada bercanda yang diakhiri suara tawa mengejek.
Walaupun ada irama penolakan, tapi Odet yang dalam apitan belasan cowok lainnya, tetap menuju ke arah ajakan. Ketika sampai di tengah danau, kelompok pemuda-pemudi yang ribut itu seketika hilang dari permukaan air. Menyaksikan Odet bersama kelompoknya tenggelam, Lance syok. Tatapan tetap, tubuh tak bergerak dan pikiran kosong sontak menguasai pemuda kekar itu.
Orang-orang yang sedang bermandian pun berteriak histeris melihat peristiwa itu. Teriakan minta tolong sahut-menyahut dari berbagai penjuru sisi danau. Lance tersadar. Kaget, sedih dan heran mengaduk rasa. Sekuat tenaga ia mengayuh kakinya menuju ke tengah danau.
Tiba di sekitar titik tenggelamnya kelompok pemuda, Lance meraba-raba dasar danau menggunakan kakinya. Tak lama kemudian, kakinya menyentuh dinding lubang besar. Dia berenang dan berusaha menyelami lubang air itu. Sayang, upaya pencariannya sampai ke dasar danau tak membuahkan hasil. Tak ada satu pun pemuda ditemukan. Pencarian terus dilakukan Lance dan warga lainnya hingga malam hari, tapi masih nihil. Hari sudah gelap, masyarakat termasuk Lance pun akhirnya pulang ke rumah.
Sesaat tiba di rumahnya, Lance merenungkan tentang peristiwa itu. Teringat cerita mendiang kakeknya bahwa Danau Manginjo punya nilai Sejarah yang berhubungan dengan leluhurnya. Di masa lampau, leluhur orang Tonsawang pernah melakukan perjanjian dengan roh penguasa danau. Orang-orang Tonsawang diberi keluasan mengambil ikan sebagai lauk, bebas bermandian dan menggunakan air danau untuk persawahan. Asalkan tidak berperilaku mengganggu, seperti teriak-teriak, buang sampah, bahkan merusak danau. Bila perjanjian dilanggar, roh penguasa danau akan mengambil kehidupan orang yang mandi di situ.
Setelah siuman dari perenungannya, Lance menyadari ada yang salah. Kelakuan Odet bersama kelompoknya kemarin, telah melanggar perjanjian leluhur. Meski demikian, ia tetap memikirkan bagaimana caranya agar orang-orang yang hilang di Danau Manginjo itu bisa ditemukan. Saking kerasnya berpikir, Lance pun kelelahan dan akhirnya tertidur di bangku kesayangan mendiang kakeknya.
Besok paginya, upaya pencarian kelompok pemuda-pemudi korban tenggelam dilanjutkan. Keanehan pun terjadi. Saat Lance bersama warga kampung tiba di tempat kejadian perkara, danau telah berubah menjadi pemukiman. Namun demikian, Lance hafal betul titik lokasi Odet dan kelompoknya tenggelam. Dia menoleh ke arah yang menurutnya titik lubang besar yang ia temukan di dalam danau kemarin.
Ditengoknya ada parit lebar dan kering. Samar-samar, kelihatan seperti sumur besar. Lance menduga, di jalur parit itu terdapat lubang bulat raksasa. Untuk memastikan penglihatannya, perlahan Lance mendekati lubang itu. Ternyata dugaannya benar, itu memang lubang besar. Tetapi, kondisinya penuh air bercampur lumpur dan limbah rumah tangga. Warnanya kehitam-hitaman dan mengeluarkan bau busuk.
Usai memastikan bahwa lubang itu adalah titik tenggelamnya kelompok pemuda kemarin sore, lutut Lance goyah. Perasaan hancur, sedih dan kecewa kembali menguasai daya pikirnya. Memori saat menyaksikan gadis pujaannya tenggelam, kembali berkecamuk di otaknya. Lance berusaha tegar agar bisa berpikir jernih untuk melakukan pencarian korban. Sembari menutup mata dan menarik nafas panjang, tiba-tiba suara mendiang kakeknya tergiang di sudut telinga Lance.
“Tetaplah tenang di saat menghadapi masalah. Seberat dan sesulit apa pun itu, agar kau semakin bijak dalam mengambil keputusan untuk bertindak!”
Suara itu jelas di telinganya. Bak ketambahan energi baru, Lance kembali berpikir, bagaimana cara mencari para korban yang tenggelam. Spontan ia memutarkan tubuhnya, mengadap ke titik matahari terbit. Seperti gaya meminta, diangkatnyalah kedua tanganya menegadah ke langit. Kemudian Lance melantunkan syair tua orang Tonsawang, “Tanga’anoai ndo’o oh manga nawo’ i Toundanouw Tonsawang. I turu’ oai ndo’o aho manga poyo’ behalẻ’bẻng. Oh … manga nawo’ i Toundanouw Tonawang, tanga’anoai ndo’o.” (Dengarkanlah wahai para leluhur Toundanouw Tonsawang. Tunjukanlah cucu-cucu yang telah tenggelam. Wahai para leluhur Toundanouw Tonsawang mohon dengarkanlah).
Usai melakukan doa tradisi mangeley, secara refleks pencerahan dialami penglihatan Lance. Matanya terpana pada tali katrol sumur yang ada di halaman sebelah kanan parit besar. Ya, itu sumur milik Bruno Ronaldo. Terletak di samping kiri rumah. Sontak Lance meminta tolong. Ia menyuruh Bruno agar melemparkan tali katrol itu kepadanya. Ujung tali kemudian diikatkannya besi gancu yang berat. Hal ini sebagai upayanya untuk mengait korban tenggelam yang diduga berada di dasar sumur raksasa.
Selanjutnya, Lance memasukan besi gancu yang terikat pada tali katrol itu ke dalam sumur raksasa. Beberapa menit kemudian, tali katrol ditarik warga beramai-ramai. Upaya itu akhirnya berhasil. Ketika tali katrol habis ditarik sampai ke permukaan, secara bersamaan pula belasan korban yang tenggelam mulai timbul mengapung. Tim search and rescue langsung mengevakuasi semua korban yang diduga telah meninggal dunia, dipindahkan ke beton lantai parit yang kering.
Suasana haru dan suara tangis meliputi lokasi itu. Hancur hati masyarakat yang menyaksikan proses evakuasi. Meski air mata meleleh, Lance menguatkan diri untuk mencari Odet sambil memilah di antara jasad korban yang berlumuran lumpur. Lebih sakit hatinya lantaran raga Odet tak kunjung ditemukan. Sementara menatap jasad para korban, tiba-tiba ada satu yang bergeliat. Bukan seorang pemuda, tapi tubuh seorang gadis kecil bergerak sambil memuntahkan air.
“Ada yang masih hidup!” seru Lance sembari meraih gadis kecil itu. Ternyata, itu anak baptisnya yang bernama Kadita. Lance pun langsung mengendong dan membawa Kadita berlari ke arah tenda kesehatan untuk pertolongan. Isak tangis Lance hilang total, terobati dengan selamatnya Kadita. Sedangkan jasad para korban tenggelam lainnya sudah dievakuasi tim search and rescue gabungan yang dibantu masyarakat.
Beberapa saat usai proses evakuasi, Lance pergi ke rumah Balmon Bioroid, Hukum Tua atau kepala desa Tonsawang. Kepada Balmon, Lance meminjam toa. Melalui pengeras suara yang terpasang di atas rumah Balmon, Lance mengumumkan, warga mesti mengoreksi diri. Peristiwa tengelamnya kelompok pemuda di tengah Danau Manginjo harus jadi pelajaran penting bagi warga.
“Peristiwa ini terjadi lantaran kita telah lupa pada pesan penting leluhur Tonsawang tentang bagaimana hidup berdampingan dan bersahabat dengan alam, tanah, hutan, gunung serta danau. Mari jaga alam agar keberlangsungan hidup generasi hingga ke anak cucu kita akan terjaga selamanya,” ucap Lance lewat alat pengeras suara milik wanua Tonsawang.
Lance Lot mengingatkan warga untuk tidak membuang sampah, membuat keributan, bahkan merusak danau. Warga pun sepakat untuk menjaga kebersihan dan kelestarian Danau Manginjo. Masyarakat akhirnya tersadar, peristiwa itu sesungguhnya terjadi akibat kesalahan manusia.
Halaman Cerita di Kelung.id, berisi cerita rakyat dan cerita pendek karya para penulis Masyarakat Adat yang terinspirasi dari persoalan-persoalan di tanah mereka, tanah warisan para leluhur.
