Connect with us

ECONEWS

Mencerahkan Isu Sepi Lingkar Tambang

Published

on

1 Oktober 2023


Penulis: Rikson Karundeng


TONDANO, Kelung.id – Puluhan pemuda adat penggerak bersama sejumlah aktivis Sulawesi Utara, bersua di Wale Kelung, Sasaran, Tondano, Minahasa. Menikmati berbagai pengetahuan dan keterampilan menulis dalam kegiatan “Papendangan Mapantik”, Sabtu, 30 September 2023.

Workshop menulis yang digelar Kelung.id bersama Cultural Survival dengan tema “Menulis Tambang di Tanah Minahasa” itu berlangsung hangat. Beragam respons positif pun dilontarkan para peserta.

Omega Pantow, pemuda adat Tonsea yang kini dipercayakan sebagai Wakil Ketua Dewan Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) mengakui, kegiatan workshop ini sangat membuka wawasan. Boleh memberikan pengetahuan bagi peserta soal bagaimana melihat keberadaan dan dampak dari tambang serta perusahaan tambang. 

“Karena pada umumnya masyarakat memandang keberadaan tambang akan membawa banyak keuntungan, tanpa memikirkan dampak negatif dari keberadaan tambang ini. Apalagi kita juga membahas soal keberadaan tambang dan perempuan. Disadari atau tidak perempuan menjadi yang paling terdampak dari keberadaan tambang dalam segala aspek,” ujarnya.

Proses belajar bersama ini semakin melengkapi peserta yang memang bekerja sebagai jurnalis. Apalagi isu yang dibedah sangat jarang dibahas dalam diskusi-diskusi dan pelatihan yang melibatkan para pemuda. 

“Workshopnya bermanfaat sekali, terutama bagi kami jurnalis muda yang sementara giat-giatnya belajar menulis. Apalagi tema yang jadi fokus pembahasan sangat menarik, karena isu tersebut sudah jarang. Memang juga sedikit sekali jurnalis yang mau dan berani mengangkat tentang isu-isu tambang dan dampak-dampaknya bagi rakyat kecil,” ujar Raiza Makaliwuge, aktivis pemuda yang hingga kini masih terus berjuang bersama Solidaritas Petani Penggarap Kalasey Dua (Solipetra) dalam menjaga lahan perkebunan mereka.

Senada disampaikan Hendra Mokorowu. Sebagai peserta workshop, ia mengapresiasi Kelung.id dan Cultural Survival yang sudah menginisiasi kegiatan workshop menulis tentang pertambangan, perusahaan tambang, serta dampaknya bagi banyak aspek kehidupan masyarakat. 

“Kegiatan ini sangat berkesan bagi saya pribadi, karena workshop menulis dengan tema yang diangkat masih jarang dijumpai. Ini sangat berguna untuk para peserta yang nantinya akan membuat tulisan, baik itu karya jurnalistik maupun tulisan lainnya. Intinya hasil tulisan hendaknya memberikan pencerahan kepada semua orang, termasuk para aparat pemerintah. Terutama soal pengetahuan masyarakat tentang perusahaan tambang,” kata Hendra, penulis yang juga budayawan Tonsawang.

Kegiatan ini diyakini memberi dampak positif bagi para peserta, termasuk para penulis yang memang kurang pengetahuan tentang tambang. Itu disampaikan Dani Lantang, Ketua Komunitas Mahkaria Sulawesi Utara.

“Workshop menulis Papendangan Mapantik ini sangat bagus dan sangat memberikan dampak positif bagi saya sebagai seorang penulis awam. Karena dalam workshop ini kita mendapat banyak materi mengenai jurnalisme, menulis jurnalistik yang baik dan benar, serta bagaimana membuat karya jurnalistik yang sesungguhnya,” ucap Dani. 

Penggerak komunitas peduli para difabel ini juga sangat senang, karena boleh mendapatkan pengetahuan dari para guru yang tepat.

“Selain itu juga para pemateri yang memberikan ilmu juga adalah orang-orang yang memahami betul seperti apa itu menulis. Terlihat jelas memang dari latar belakang pemateri saat memperkenalkan diri. Semuanya adalah aktivis-aktivis yang memiliki komitmen dengan apa yang mereka perjuangkan, jadi tidak diragukan lagi materi yang diberikan sudah pasti berbobot. Semoga workshop ini ke depannya akan terus berlanjut dan menjadi sekolah menulis bagi semua yang ingin menjadi penulis,” kata Dani.

Iswan Sual, pimpinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Lalang Rondor Malesung (Laroma), berpendapat workshop yang ia ikuti menarik dan bernas. Karena sebelum dibekali keterampilan menulis, diawali diskusi dengan pembicara yang adalah aktivis dan pegiat lapangan yang erat bersinggungan dengan masalah-masalah lingkungan. 

“Para peserta mendapat ilmu dan wawasan konkret. Para fasilitator adalah penulis aktif dan produktif. Artinya, para peserta dibekali oleh orang-orang yang tepat. Sehingga diharapkan para peserta terbekali dengan mumpuni. Apalagi bimbingan tidak hanya berhenti di workshop. Ada keberlanjutan. Karena itu saya yakin, asalkan peserta serius, maka akan bisa menjadi penulis-penulis bagus,” tandasnya.

Hal lain disampaikan Marcello Sparkling, Ketua Sanubari Sulawesi Utara (Salut), komunitas yang selama ini berjuang untuk pemenuhan hak-hak minoritas SOGIESC (Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, Sex Characteristic) di Sulawesi Utara. Ia mengaku senang, karena kelompok rentan dalam masyarakat boleh menyatu dan menegaskan langkah perjuangan bersama terhadap masalah lingkungan yang mengancam ruang hidup dan kehidupan makhluk hidup.

“Pelatihan ini membuat semua elemen masyarakat dan kelompok rentan menjadi satu dalam pergerakan melawan perusakan lingkungan akibat tambang. Kiranya kegiatan ini tetap berkesinambungan dan menjadi jalan untuk merawat tali persaudaraan antara kelompok rentan dengan elemen masyarakat lainnya,” ucap Marcello.

Pemimpin Umum Kelung, Lefrando Andre Gosal menjelaskan, nama kegiatan “Papendangan Mapantik” sengaja dipilih, dengan harapan proses “baku berbage” bisa berlangsung dengan semangat dan nilai papendangan (sistem pendidikan tradisional Minahasa), serta semua yang akan menjadi pemantik, belajar mapantik (menulis) boleh menjadi guru yang dapat saling memperkaya satu dengan yang lain. 

“Pada kegiatan workshop menulis kali ini, Kelung didukung oleh Cultural Survival. Sebuah organisasi masyarakat adat nirlaba yang mendukung kelompok masyarakat adat dan media di berbagai belahan dunia untuk memperkuat kapasitas platform komunikasi penting ini dan berfungsi sebagai sarana informasi, pendidikan dan partisipasi berbagai sektor, serta suara masyarakat adat di masyarakat,” kata Lefrando.

Kegiatan diikuti oleh 30 orang pemuda adat Minahasa dari tanah Tonsea, Toudano, Tombulu, Tontemboan, Tonsawang, dan Ponosakan. Gosal menjelaskan, tujuan workshop ini di antaranya agar peserta dapat mengetahui tentang sejarah pertambangan di tanah Minahasa, Sulawesi Utara, dan berbagai fakta persoalan lingkungan, hukum, sosial, yang muncul. Peserta juga diharapkan dapat mengetahui tentang pengalaman para aktivis dalam melakukan advokasi terhadap persoalan-persoalan terkait tambang di tanah Minahasa.

“Peserta diharapkan mendapat pengetahuan jurnalistik, keterampilan menulis, dan pemahaman mengenai bagaimana menulis tentang tambang. Mereka boleh menyadari tentang pentingnya melakukan advokasi persoalan tambang melalui tulisan atau karya jurnalistik. Peserta juga diharapkan terajak untuk menulis tentang tambang dan berbagai persoalannya di tanah Minahasa. Kita semua ingin semakin banyak orang yang terlibat dalam gerakan menulis tentang tambang dan berbagai persoalan yang muncul,” jelasnya.

Hadir sebagai pemantik dalam kegiatan ini, penulis yang juga akademisi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado, Denni Pinontoan. Ia membahas tentang “Perusahaan Tambang dan Berbagai Masalah yang Mengiringi”. Ada Pendeta Ruth Wangkai, peneliti Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (Pukkat) yang menjelaskan tentang “Kehadiran Perusahaan Tambang dan Masalah Perempuan-Anak”, pengacara  juga Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum Manado, Satriano Pangkey, yang membedah “Persoalan Hukum di Sekitar Tambang dan Pengalaman Advokasi”, serta Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara, Kharisma Kurama yang berkisah tentang “Perusahaan Tambang dan Pengalaman Masyarakat Adat di Nusantara”. Peserta juga mendapat pengetahuan tentang jurnalistik dan belajar menulis bersama Pemimpin Redaksi Kelung, Rikson Karundeng lewat materi “Menulis Tentang Tambang”.

“Workshop ini bagian awal dari proses belajar bersama yang akan dilakukan Kelung dengan para peserta selama beberapa bulan ke depan,” ujar Leon Wilar, penulis Kelung yang turut menjadi peserta workshop. (*)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *